4

2 0 0
                                    




Ketiga saudara itu telah sampai di kediaman kakek mereka. Hares terkejut dengan kedatangan ketiga cucunya secara tiba-tiba dan Jimin yang sepertinya sedang butuh pertolongan. Joy dan Vante membawa Jimin masuk ke dalam kamar yang memang disediakan, diikuti kakeknya dari belakang.

"Jimin seperti di ganggu. Dia menyuruh kami untuk membawanya kesini."

Joy sangat khawatir. Dia juga pernah merasakan ini. Rasanya tenaga ditarik habis. Dan badan akan menjadi lemas.

Gadis itu tetap duduk disamping Jimin sambil menggenggam tangan kiri saudaranya tersebut. Joy menatap kakeknya, "Kakek apa yang harus kita lakukan? Kenapa keluarga kita selalu diincar?"

"Kalian memiliki dua garis keturunan. Bangsa penyihir dan dewa dewi. Hanya kau dan Jimin, Vante tidak. Darahnya seratus persen murni penyihir. Ayahmu dan Ibu Jimin mempunyai garis keturunan dewa dewi." Kakeknya jarang sekali bercerita pada dua cucunya ini. Ia hanya bercerita pada Jimin. Tapi setelah melihat tatapan menuntut dari kedua cucunya, ia berusaha menjelaskan sebisanya.

Joy mengangguk, "Iya, ayah pernah mengatakannya padaku."

"Mereka tidak berniat jahat, hanya ingin membawamu untuk memilih tinggal disana, Asgard." Sambung kakeknya. "Tapi yang ingin membawa Jimin kali ini, aromanya tidak bisa aku ketahui. Aku tidak tau dia bermaksud baik atau jahat pada Jimin. Biarkan dia istirahat disini dulu nanti aku akan menghubungi akademi. Kalian malam ini bisa bermalam dan kembali besok pagi."

Vante dan Joy menjawab secara bersamaan, "Memang itu rencana kami."

Vante terdiam. Ia sedang berpikir. Sampai akhirnya Vante membuka mulut bertanya pada kakeknya, "Apa aku perlu menyelidikinya?"

Hares menggeleng pelan. Menatap dengan hangat cucunya itu, "Tugas utamamu menjaga kedua saudaramu. Belajar dengan giat dan masuk pemerintahan tertinggi untuk menjaga keberadaan bangsa penyihir."

Pernyataan itu lagi. Vante selalu jengah jika orang-orang disekelilingnya selalu mengingatkan hal tersebut. Dia merasa terbebani. Ekspetasi orang-orang padanya sangat tinggi. Hares menyadari aura Vante yang berbeda. Orang tua itu tau bahwa cucu keduanya itu sebenarnya tidak pernah mau terjun ke dalam pemerintahan sihir. Tanggung jawab yang dipegang akan sangat besar.

Hares mengajak Vante keluar, duduk dekat danau luas di area belakang kediamannya. Hawanya sangat sejuk, pemandangannya sangat indah. Terdapat kursi kayu memanjang dengan pemandangan danau yang jernih.

Lelaki tua itu memang jarang berbincang dengan cucunya yang satu ini. Vante terlihat menjaga jarak, entah kenapa. Hares memulai perbincangan, basa-basi tentang akademi. Vante menjawab seadanya, menghormati kakeknya yang berusaha membangun sebuah obrolan. Sampai akhirnya Hares menyinggung persoalan yang belakangan ini mengusiknya.

"Aku tau kau tidak pernah punya minat untuk masuk di pemerintahan sihir." Ujar Hares. Keadaan hening, ia melanjutkan perkataannya, "Tapi kau harus, karena itu tugasmu sebagai keturunan penyihir tingkat tinggi. Tanggung jawabmu lebih besar dari saudaramu yang lain karena kau memiliki darah penyihir murni. Aku harus memberitahu ini padamu, banyak bangsa lain yang sebenarnya mencoba untuk memecah belah persatuan dunia. Bahkan banyak bangsa yang ingin memusnahkan bangsa kita karena mereka pikir penyihir tidak membantu apa-apa dalam keseimbangan dunia."

Vante sedikit tertegun, tetap mendengarkan dengan seksama perkataan kakeknya. Dia baru sadar bahwa kakeknya sebenarnya mau saja menceritakan tentang apapun padanya. Hanya dia saja yang seakan menjauh. Lelaki itu hanya segan dengan kakeknya. Ia tidak tahu bagaimana cara mendekati Hares. Aura kakeknya itu memang sangat mendominasi. Selain itu, Vante memang sedikit berjaga jarak dengan semua keluarganya kecuali saudara-saudaranya yang slumuran dengannya. 

Ventidue AcademiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang