Chan dan Martabak

87 10 10
                                    

.

.

.

Buat Chan, hari paling mengerikan adalah hari di mana Hannah, adiknya, merengek untuk dibelikan martabak di depan kompleks.

Terkadang pemuda itu berpikir mengapa dia mempunyai adik seperti Hannah yang sifatnya kepala batu. Tidak seperti Lucas yang pendiam dan lebih banyak bermain piano di kamar, Hannah justru hobi bikin TikTok di ruang tamu. Kadang-kadang Chan malu dengan adiknya yang terlampau ekspresif karena gadis itu suka muncul bak hantu ketika dirinya sedang berkumpul di rumah bersama Minho, Hyunjin, atau Changbin yang notabene teman satu UKM-nya.

Lamunan Chan pun akhirnya buyar karena sang adik kembali merengek. Untuk menghindari omelan dari kedua orang tuanya, Chan pun akhirnya mengikuti kemauan si geulis.

"Abang beliin martabak, sana! Kalau enggak aku hancurkan gitarmu," ancam Hannah di ambang pintu kamarnya.

Dengan wajah masam, Chan mengangguk dan melangkahkan kakinya ke luar. Ia berpapasan dengan Hannah yang kini diam-diam tertawa jahat. Pemuda itu mendapati sang Ibu, Jessica, yang tengah menuju ke atas ketika menuruni tangga.

"Nah, ini anaknya. Baru aja Mama OTW marahin kamu gara-gara bikin adikmu nangis."

"Enggak, sumpah! Chan dari tadi pagi enggak ngapa-ngapain," Chan membela diri.

"Bohong, Ma!" bantah Hannah yang tiba-tiba datang dari lantai 2.

Namun, sesaat setelah sang adik berbicara demikian, Chan yang tengah menuruni tangga rupanya tisoledat karena merasa kaget dan frustasi.

*BRUK*

"Tuh, kan! Abang bohong terus kena karma!"

Ibunya meringis ketika mendapati Chan mengalami insiden di pagi hari. Dengan wajah khawatir, dia menghampiri sang anak sulung dan menepuk-nepuk kepalanya perlahan.

"Nak, kamu gegar otak? Belum mati, kan?"

"Aku pengen meninggoy, Ma," ucap Chan seraya tergeletak.

"ABANG, MAU AKU GOTONG KE PUSKESMAS?"

Ibunya mengernyit ketika mendengar Hannah berteriak panik, "Memang di sini ada puskesmas?"

"Adanya kuburan," sahut Chan seraya bangkit dari posisinya.

Maka, dengan kepala yang cenat-cenut, Bang Chan leumpang ke tukang martabak. Pemuda itu sempat melewati rumah tetangganya yang bernama Jonathan. Di rumah itu terlihat sang pemilik rumah yang sedang membersihkan halaman rumah yang dipenuhi daun berguguran.

"Halo, Bang. Mau kemana? Olahraga pagi?" Tanya tetangganya.

"Eh, Jonathan. Gue mau pergi beli martabak buat si Hannah."

"Oh, oke. Hati-hati di jalan!" Jonathan yang sudah paham dengan kelakuan keluarga Bang pun hanya mengangguk.

"Oke, gue lanjut jalan ya!"

Chan kembali melangkahkan kakinya menuju kedai martabak di depan kompleks perumahan mereka. Pemuda itu bersiul, sesekali menengok kanan dan kiri jalan. Cuaca hari ini lumayan membuat gerah walau tidak terlalu terik. Jadi, ia hanya memakai kaos dan celana pendek serta sandal Swallow. Sedikit lagi mirip koko Surabaya kalau tadi perginya naik Fortuner.

Chan sempat bersembunyi di balik tembok rumah orang karena ia melihat Han Jisung yang tengah melewati jalan yang sama dengannya. Ia baru ingat kalau dirinya kemarin sempat berhutang kepada Han Jisung si anak pemilik warung ketika membeli kopi sachet. Sampai sekarang, ia belum membayar hutangnya dan merasa kelabakan semisal ditagih.

Martabak CaliforniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang