Aku tidak tahu dari mana mama menemukan lelaki itu sepulang reuni SMA. Kami sampai ikutan mudik dan ditinggal di rumah Oma agar dia bisa kumpul bersama teman-teman lamanya.
Sebetulnya aku tidak begitu suka sih, tapi kata Oma, sesekali mama perlu bertemu dan bergaul dengan teman sebaya setelah selama ini terkungkung dalam rumah tangga yang toxic selama 15 tahun.
Yap, betul, pernikahan mama dan papa berakhir sejak papa jarang pulang. Selama dua tahun mama berjuang untuk merebut hati papa kembali tetapi gagal dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah.
Jujur aku menyalahkan mama karena memilih bercerai dari papa. Aku sangat dekat dengan papaku. Gara-gara mama, papa jadi tidak tinggal bersama kami lagi. Apa salahnya berbagi sih? Toh warisan dari orang tua papa, kakek nenekku, bakalan cukup untuk menghidupi dua istri sekaligus? Bukan salah papa sepenuhnya juga jika dia beralih ke perempuan lain, pasti ada andil mama juga, kan? Konon butuh dua tangan untuk bertepuk tangan.
Dan sekarang mama pulang ke rumah oma dengan wajah berseri, bersama seorang lelaki berwajah biasa, yang mengantarnya dengan vespa tua yang terlihat butut. Usai mengintip aku masuk ke ruang tengah. Oma yang menemui mereka di ruang tamu sementara aku dan Ditya adikku menonton televisi di ruang tengah.
"Mami ingat Jati, teman SMA-ku? Dulu dia suka ke sini untuk belajar kelompok."
"Jati? Tentu mami ingat. Apa kabar Jati? Kamu dulu yang membuatkan nomor rumah kita pakai kayu, kan? Masih suka memahat kayu?"
Terdengar jawaban ragu tergagap-gagap dari tamu mama. "Iy-iya, Bu. Masih."
"Dia punya bisnis furniture sekarang, Mi. Desainnya dia buat sendiri."
"Oh ya? Wah! Hebat, Jati. Berarti hobi kamu sekarang menghasilkan, dong? Kamu kuliah di mana?"
"Di Teknik Seni Rupa, Bu. Di Yogya."
"Ayo duduk dulu, sebentar Tante buatkan teh."
Tiba-tiba mama masuk ke dalam dan meminta aku mengikutinya ke ruang depan, sambil menggendong adikku. "Ayo, kenalan dengan teman lama mama, Ica!" ajaknya dengan wajah berseri.
Dengan enggan aku berjalan mengikuti untuk menemui tamunya. Ya ampun, lelaki tua itu tampak menyedihkan. Jika berdiri di samping mamaku yang cantik dan trendy, dia seperti supir atau tukang kebunnya.
Kemeja lusuhnya berwarna coklat tua, seperti seragam pramuka. Celana panjangnya kelihatan agak kependekan untuk ukuran tubuhnya yang jangkung. Yah, dia lebih jangkung dari mamaku sih, tapi agak bungkuk dan terlihat jadul. Dia bahkan hanya memakai gesper canvas seperti gesper anak sekolah, bukan gesper kulit bermerek seperti yang biasa dipakai papaku. Kulitnya sawo matang, cenderung hitam.
Wajahnya sangat B. Alias biasa saja, jika dibanding papaku, ah! Sama sekali tidak bisa dibandingkan. Rambutnya yang ikal tampak sedikit gondrong, wajahnya tampak berminyak. Hidungnya tidak seberapa mancung dan bibirnya yang tebal tampak kehitaman, mungkin karena dia seorang perokok. Saat kami bersalaman, aku sempat mencium bau rokok menguar dari tubuhnya.
Aku ralat. Om Jati—begitu aku harus memanggilnya—bukan berwajah B. Melainkan B minus alias jelek. Meskipun ada juga sih yang menarik dari wajahnya. Dia punya sepasang mata kecil yang bersinar-sinar penuh semangat. Tapi keseluruhan penampilannya, mirip pak guru Agama di sekolahku. Tinggal dikasih peci hitam, cocok deh jadi guru tua.
Hei! Tapi dia seharusnya belum terlalu tua, dong? Bukankah dia teman SMA mama? Itu artinya usianya sebaya dengan mama, iya kan? Tapi mereka seperti om dan keponakan. Dan kali ini aku mengatakan yang sebenarnya.
Mungkin om Jati bisa menangkap rasa tidak suka yang aku tunjukkan karena setelah menghabiskan teh buatan Oma dalam sekali teguk, dia langsung berpamitan. Aku langsung masuk ke dalam melanjutkan menonton televisi sementara mama dan Ditya mengantar lelaki itu sampai ke teras depan. Tak lama terdengar suara vespa butut itu meninggalkan teras depan rumah oma. Oh ya, aku sempat mengintip vespanya tadi. Makanya aku tahu, vespa itu sama jadulnya dengan pemiliknya. Aku tak bisa membayangkan mama berboncengan dengan kendaraan itu dari tempat reuni tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ayah (Novel Sudah Terbit)
RomanceVersi tamat dengan bab lebih lengkap ada di KBM Apps ya. Silakan download dari playstore. Di sana akun saya @Kiantyyura. Tak ada anak yang menginginkan perceraian kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Ica, remaja 14 tahun yang sangat mencintai papa...