Tugas Terakhir

1 0 0
                                    

Sudah satu minggu dirimu pergi. Entah apakah kata pergi cocok untuk kepergian mu kali ini.

Di kamar ini, kini aku terbaring sendiri, dengan sayup-sayup suara tangis yang masih terdengar di setiap kamar lainnya. Atau pembicaraan atas setiap kisah hidup mu yang masih terdengar dari mulut sanak saudara mu di ruang tengah.

Dan aku yang tentu saja tahu, apa-apa saja yang kau lakukan, tangismu, tawamu, bahkan kesalmu yang kadang membuatku remuk.

Kau titipkan setiap potret kehidupanmu , dengan temanmu, ibumu, saudaramu, dirinya yang kau cintai, atau potret mukamu yang sangat membuatku ingin memaki.

Ingatkah saat kita pertama kali berjumpa? Saat itu bahagia luar biasa tergambar dalam wajahmu.

Ingat tidak saat kau tidak bisa menemuiku ? Luar biasa kau panik saat itu.

Aku sangat bersyukur bisa menjadi yang bisa diandalkan olehmu. Menjadi pemberi kabar pada ibumu ketika kau terlambat pulang, menemanimu saat cemas menunggu kabar darinya, atau menjadi penghibur mu saat patah hatimu. Hmm, sepertinya kau yang seharusnya bersyukur karena memilikiku kan?

Tapi kini, tugas terakhir darimu sangatlah berat. Seperti kali ini, suaraku yang nyaring membuat ibumu berlari dengan segera menghampiriku di kamar sepimu ini. Dan seperti sebelumnya, tugas terakhir ini kulakukan, menjadi pemberi kabar, kabar kepergianmu.

"Gak dimatiin aja Bu, hp nya?", kata Ayahmu.
"Biar aja, siapa tahu ada temen nya yang telepon lagi atau ada hal penting yang belum diselesaikan, kan?", jawab Ibumu sembari meletakkan diriku kembali di nakas mu. Lalu mereka meninggalkanku kembali di sini, di sepinya kamarmu.

Ya, akan ku selesaikan tugas terakhirku, pemberi kabar, kabar kematianmu, sambil ku pikirkan nasibku setelah tugas terakhir ini selesai.

22/11/2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa-RasanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang