Bagian 1: Flashback

53 2 0
                                        

3 Bulan yang lalu.

"Aline lo dipanggil kepala sekolah."
Para siswa mulai bergunjing, memperlihatkan tatapan tak suka pada Aline. Dia memang sering dipanggil kepala sekolah karena hubungan ibunya dan kepala sekolah sangatlah dekat. Tak lama anak tadi kembali datang ke kelas memanggil nama lain.

"Eric lo juga..." Siswi itu kelihatan takut bicara pada Eric. Tidak hanya dia tapi semua siswa di sekolah ini takut pada Eric. Saudara kembar Aline itu pernah dikaitkan dengan rumor pembunuhan seorang siswi senior. Menurut kabar burung yang beredar, Ericlah dalang dari pembunuhan itu.

Eric berjalan melewati teman temannya yang memandangnya sampai keluar dari kelas. Wajahnya tampan dan kharismatik tapi sayangnya berandalan. Dan juga kabarnya otak dari pembunuhan sadis.

Bel masuk sudah berbunyi, tanda waktu pelajaran pertama. Wali kelas mulai masuk ke kelas ajarnya masing masing, mengecek daftar hadir siswa dan memberi arahan yang akan dilakukan hari ini.

Bu Rini, wali kelas 1-2 memandang ke seluruh penjuru kelas. "Karina, dibelakang kamu itu apa?"

Yaampun, hanya sepucuk kertas saja bisa menarik perhatian ya, batin Karina. Kemudian  mengambilnya dan membuang ke tempat sampah.

"Kalo gitu kan enak diliat. Lain kali kalau ada sampah langsung dibuang, jangan dicuekin. Sekian dari saya, tunggu gurunya ya, jangan ramai." Bu Rini mengambil berkas absensi dan meninggalkan kelas.

Kebalikannya Aline dan Eric masuk ke kelas menarik perhatian semua orang.

"Gausah liat liat." Kata Aline menatap teman temannya sinis. Dia termasuk orang yang suka membully adik kelas dan memerintah teman sekelasnya. Tidak ada yang berani dekat kecuali teman yang sama kastanya, saudara laki laki kembarnya, Eric Reynand. Dan...

"San besok kamu ada waktu nggak," Aline duduk didepan meja juara satu ekspresi terdingin yang pernah ada, Sanjaya Darelano. Seluruh sekolah tau San sangat tidak mudah di dekati bahkan orang terdekatnya sekalipun.

San hanya melihat Aline kemudian kembali mengacuhkannya. Aline terus merengek menanyakan apakah ada waktu luang untuknya, sedangkan San hanya diam menggulirkan sesuatu di handphone nya. Lama Aline duduk disana sambil tetap kukuh pada pendiriannya. Aline tidak bisa diganggu bahkan oleh Eric sekalipun. San menatap mata jernih Aline.

"Lin. Ada guru." Lalu atensinya kembali pada handphone.

Aline kesal dan kembali dengan terpaksa ke tempat duduknya. Sebelum duduk Aline melihat ke daerah pojok kelas. Dia melihat Karina dengan tak suka. Menurutnya semua ini gara gara Karina. Harusnya Eric membunuh perempuan brengsek itu saja. Dia sudah merebut apa yang harusnya menjadi miliknya. Ini tentu tidak adil dan harus direbut kembali bagaimanapun caranya.

> istirahat makan siang <

Ada pembagian kasta di wilayah cafetaria sekolah. Kasta pertama boleh memilih tempat duduk mereka dan menentukan wilayah mana yang tidak boleh ditempati. Kasta kedua yaitu terhitung yang jago bertarung. Bebas memilih makanan dan tempat duduk. Lalu kasta terakhir, atau bisa dibilang kelas pecundang. Mereka sering diperintah untuk membeli makanan, tidak bisa duduk di beberapa tempat, dan tidak boleh makan sebelum semua orang kasta pertama datang.

Karina sebenarnya masuk pada kasta pertama, karena papanya seorang direktur perusahaan. Ibu Karina aktif dalam kegiatan masyarakat dan pemimpin para aktivis lingkungan. Keluarga kecil yang harmonis dan bahagia sebelum Karina masuk ke sekolah ini.

Karina keluar dari kelasnya, menyusuri lorong dan berencana menuju cafetaria membeli beberapa snack yang mengenyangkan dan minuman dingin. Sialnya dia dicegat beberapa anak kasta dua, kelas 2. Karina tidak takut hanya saja malas. Pasti akan diminta uang jajannya lagi kali ini.

KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang