San

31 2 0
                                    

"Lu bisa bantuin kita nggak?" Eric menatap lurus ke arah Karina. Ada sedikit harapan dimatanya berharap Karina sekali saja menerima tawarannya.

"Bantu... apa?" Sedikit takut, itu yang Karina rasakan. Ingin sekali Karina meninggalkan mereka secepatnya. Mendengar rumor tentang mereka saja sudah membuat dirinya merinding.

"Nggak susah kok, lo pasti bisa." Timpal Aline memaksa.

Karina tersenyum tipis. Ada firasat tidak enak yang menyelimutinya – apalagi mengingat Eric pernah terlibat masalah yang menyangkut nyawa seseorang.

"Sorry..tapi aku gabisa." Karina menggeleng, kemudian meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan.

Aneh juga sebenarnya, Karina bahkan tidak tau apa permasalahan mereka sampai meminta bantuan padanya. Tapi anehnya lagi ia juga tidak tau kenapa begitu merasa tak nyaman di dekat mereka. Terutama pada si kembar.




"Iya, iya saya lagi mau pulang. Iya, hm. Iya." Setelah menjawab sekenanya. San mengakhiri panggilan. Ia berbohong, kenyataannya dia duduk di depan toserba, tempat Karina bekerja. San juga tidak tau kenapa dia bisa ada disini.

"Emang... harus banget bohong gitu ke ayah kamu?"

"Saya masih mau disini. Ngomong ngomong ayah kamu, direktur kan? Kenapa kerja disini?" San enggan bicara soal keluarganya, maka ia akan langsung merubah topik. San sangat tertutup soal keluarga. Bahkan satu satunya teman di sekolah, si kembar Aline dan Eric juga tidak pernah tau kehidupan pribadi San. 

"Kenapa penasaran?" Karina justru bertanya balik.

"Saya cuma heran, biasanya cewek modelan kamu nggak mau kerja di tempat seperti ini. Maksudnya tidak mau kerja paruh waktu. Mereka lebih bergantung dengan orang tuanya yang kaya. Dan diusia seperti kita mereka lebih banyak bermain."

 San melayangkan pandangannya pada Karina setelah mengamati sekitar sembari bicara.

"Apa ada yang lucu?" San mengerutkan kening, kebingungan kenapa opininya tiba tiba ditertawakan. Bukankah hal itu sudah umum di telinga masyarakat?

"Ha..habisnya lucu aja," Karina masih saja terbahak merasa kalimat yang itu sangat lucu sampai dia tidak bisa bernapas. 

"Aku ga bergantung sama orang tua San, lagian ibuku juga udah gaada." Lanjut Karina santai tapi tidak dengan San. Ia terlihat sangat terkejut.

"Maaf! Saya gatau ibu kamu sudah tidak ada." Perlahan suara San seakan menghilang. Tentu ia merasa bersalah.

"Gapapa, kalem aja kali. Terus ngomongnya gausah kaku gitu, kayak orang tua aja haha."

"Tidak ada yang mau seperti ini." San terdiam sebentar kemudian melanjutkan perkataannya. "Alasan saya jarang bicara sama yang lain, karena saya takut teman teman lain bakal ilfeel sama saya. Saat, dengar teman teman lain bicara nonformal seperti kamu saya juga ingin tapi saya ngga mau melanggar aturan ayah."

Mendadak atmosfer diantara mereka berdua terasa aneh. San memeras kaleng cola miliknya dengan kuat. Hal paling sederhana dan mendasar yang paling dia inginkan tapi dia tidak bisa melakukannya, semua ini atas perintah dari ayahnya. Agak lucu memang tapi disaat yang sama juga menyedihkan.

"Aneh banget ayah kamu."

Satu kalimat pendek yang membuat San kagum. Kebanyakan orang mungkin hanya menetralkan sikap ayahnya yang aneh dan tidak masuk di akal. Tapi gadis ini berbeda.

"Kalau begitu saya permisi. Nanti saya hubungi kamu lagi." San berpamitan dengan Karina segera takut keberadaannya disini akan cepat atau lambat diketahui ayahnya.

KarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang