8

15.7K 1.5K 203
                                    

Apa kabar readers tersayangku? Semoga kita selalu sehat dan selalu dalam lindungan-Nya. Amin...

Pov-nya Paman Richard lagi ya, soalnya tanggung kalo kubuat pov-nya Sera.

Selamat membaca...

Aku membaringkan Sera dengan hati-hati di brankar pasien miliknya. Tanganku terulur merapikan helaian rambut yang menutupi wajahnya. Aku tidak suka gaya dan warna rambut barunya tapi bukan waktunya untuk mengurusi hal remeh seperti itu. Wajahnya yang sepucat kapas membuatku cemas.

"Permisi, Tuan. Saya mau menjahit lukanya."

"Jahit? Luka?"

Aku masih belum mengerti sampai akhirnya kurasakan Dimitry menarikku menjauh. Memberi ruang pada perawat jaga untuk menjahit luka Sera. Menjahit? Seketika pandanganku terfokus pada betis Sera yang terluka dan kalau Dimitry tak menahanku, aku pasti sudah jatuh terduduk.

"Kenapa dia?!"

"Kendalikan dirmu, Ric! Yang penting Sera sudah ketemu."

Aku memejamkan mata dan berusaha menahan emosiku. Dimitry benar, aku tidak boleh mengganggu perawat yang tengah memgobati luka Sera. Tapi, demi Tuhan! Kenapa Sera sampai terluka? Aku baik-baik saja saat tanganku terluka dan dijahit tapi kenapa seluruh permukaan kulitku serasa ditusuk ribuan jarum saat melihat betis Sera dijahit.

Saat perawat itu selesai dan membalut luka di betisnya aku langsung mendekat dan menggenggam tangannya. Kubelai wajahnya dengan perasaan haru yang tak mampu kusembunyikan. Dimitry menepuk bahuku tanpa mengatakan apapun.

"Kalian siapa?"

"Sepertinya itu juga pertanyaan yang ingin kuajukan padamu, Nona."

Bukan aku yang menjawab tapi Dimitry.

"Ck! Aku yang lebih dulu bertanya."

"Hhh, aku Dimitry. Dan dia Richard, kekasih Sera."

"Ternyata R untuk Richard."

Aku mengalihkan perhatianku saat mendengar gumaman wanita itu. R untuk Richard? Ah, kalung itu. Saat kuperhatikan lagi ternyata Sera tidak memakainya.

"Dimana kalung itu? Kenapa dia lepas?"

"Sera menyimpannya termasuk jas yang dia pakai malam itu."

Aku menghela nafas sejenak dan pandanganku terhenti pada perutnya yang rata. Hantaman sakit melanda hatiku dan dengan tangan gemetar tanganku terulur mengelus perutnya.

"Dia keguguran."

Dengan cepat aku menatap wanita itu yang seolah mengerti arti tatapanku ke perut Sera.

"A..apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu apa yang dialaminya. Aku menemukannya di tengah jalan, nyaris tertabrak taksi yang kutumpangi."

Kepalaku serasa mau pecah saat wanita yang akhirnya kutahu bernama Leandra itu menceritakan semuanya termasuk amnesia yang Sera derita.

"Amnesia disosiatif."

Aku mengucapkan lagi dua kata itu. Ya, Sera mengalami amnesia disosiatif. Dia melupakan semua kenangan 2 tahun terakhir sebelum dia kehilangan kesadarannya. Dia juga mengalami keguguran karena kekerasan seksual yang kulakukan. Satu fakta lagi yang semakin membuat rasa bersalahku menggunung. Akulah yang sudah menyebabkan Sera keguguran. Akulah yang sudah membunuh calon anak kami. Aku!

Kata Leandra, Sera juga sering bermimpi buruk tapi lupa setelah terbangun dari tidurnya. Aku hanya mampu mengepalkan tanganku menahan segala penyesalan yang semakin mencekikku. Apalagi saat Leandra mengatakan berbagai dugaan negatif tentang masa dua tahun yang dia lupakan. Mulai dari korban perdagangan manusia sampai wanita penghibur yang mendapatkan pelanggan gila.

JUST YOU AND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang