Sekitar pukul satu dini hari Vanya baru keluar dari kamar. Sekarang ia sudah merasa lebih tenang dan mudah-mudahan tidak akan menangis lagi.
Ngomong-ngomong usaha Arsen yang membujuk Vanya untuk membukakan pintu hanya bertahan beberapa menit saja. Vanya kira suaminya itu akan berusaha keras, ternyata diluar dugaan. Mungkin Arsen asyik bertelepon sampai ketiduran dengan Elisa atau mungkin saja Arsen memanfaatkan kesempatan ini untuk keluar dengan Elisa. Lebih parahnya lagi Arsen bisa saja menginap di tempat wanita itu. Begini sekali nasibnya Vanya? Kenapa cerita cintanya tidak selalu seperti yang ia inginkan. Kalau untuk masalah pacaran, gagal itu wajar. Tapi ini sudah masuk dalam pernikahan, dan gagal itu tidak diinginkan.
Tapi............
Kenyataannya semua yang ada dipikiran Vanya tentang Arsen salah besar. Begitu Vanya keluar dari kamar, Ia melihat Arsen duduk bersandar di tembok dan matanya terpejam. Apakah suaminya itu tertidur? Terlihat jelas sekali raut wajah yang lelah pada Arsen. Sekarang Vanya jadi merasa bersalah, Ia tidak seharusnya bersikap begini.
"Arsen!" Vanya berusaha membangunkan Arsen dengan cara mengelus pipinya sayang.
Pria itu sedikit menggeliat, perlahan membuka matanya dan mengerjap beberapa kali. Setelah kesadarannya kembali, Arsen langsung berhambur memeluk Vanya sambil mengucapkan kata maaf berulang kali. Terdengar sangat tulus.
"Aku minta maaf Va, aku minta maaf udah bentak kamu, aku minta maaf udah bikin kamu sakit, maaf udah bikin kamu nangis." Nada bicara Arsen terdengar sangat lirih seperti orang yang akan menangis.
Merasa tidak tega, Vanya ikut memeluk Arsen dan kembali menangis. Mungkin kalau air matanya dihitung sudah menghasilkan beberapa liter.
Arsen menyembunyikan kepalanya di ceruk leher istrinya. Menghirup banyak aroma vanilla pada tubuh Vanya. Wangi ini yang daritadi Arsen rindukan.
"Va aku sama Elisa nggak ada hubungan apa-apa. Dulu iya kita memang pacaran, tapi...." Arsen menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Elisa. Ia menghapus bulir-bulir air mata pada pipi istrinya yang sedikit berisi itu.
"Tapi kamu masih cinta kan sama Elisa?" Tanya Vanya setelah Arsen selesai berbicara. Suara Vanya juga masih terdengar lirih.
Arsen langsung menggeleng cepat, "Nggak lah sayang, aku udah punya kamu. Ngapain cinta sama orang lain?" Bahkan ketika pacaran saja mencintai dua orang itu tidak boleh, apalagi sudah menikah.
"Tapi tadi kamu bilang cintanya sama dia!"
Arsen terkekeh geli, Vanya kesal melihatnya. Bisa-bisanya disaat ia sedang menangis, Arsen malah terkekeh seperti itu. "Ih kamu mah malah ketawa."
"Lagian kamu... Makanya kalo nguping itu jangan setengah-setengah, biar nggak salah informasi."
"Emang apa?"
"Ya aku cinta sama Elisa kan dulu, sekarang udah nggak."
Vanya mengangguk tersenyum, syukurlah sekarang ia sudah kembali lega. Suaminya tidak mencintai wanita lain.
"Va, you trust me?" Tanya Arsen.
Vanya mengangguk, "Yes, I trust you."
Arsen langsung melumat bibir Vanya lembut sekali dan Vanya juga ikut membalasnya. Ini juga salah satu yang Arsen rindukan sejak tadi.
Kruyuk.... kruyukkk
Bunyi perut Arsen menghentikan aksi ciuman mereka. Dasar perut sialan, kenapa harus berbunyi di waktu yang tidak tepat. Padahal sebentar lagi pasti mereka akan lebih dari sekedar ciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Couple
FanfictionGracia Vanya Altezza seorang penulis novel best seller yang identitas aslinya selalu dirahasiakan harus menerima perjodohan konyol yang dijanjikan oleh kakeknya. Perjodohannya enggak masalah kalau calonnya seperti oppa-oppa Korea. Tapi ini calonnya...