two

10 1 0
                                    

"Al, kalo dipikir pikir lucu juga ya awal kita ketemu. Pas itu gue kesel banget sama lo. Tibatiba nunjuk gue, gimana ga kaget. Untung aja kita menang." Aku tersenyum. "lagian juga bisa-bisanya ada orang yang ngeliat gue main gitar sendiri di ruang musik. Lo stalker?" aku pun tertawa kecil. "Al. udah lama ya kita nggak ketemu. 2 tahun ya? Nggak berasa." Aku menghela nafas sebentar. "lo tau nggak Al? lo adalah satu satunya perempuan yang bisa ngerubah sifat gue. Lo juga perempuan yang paling kuat yang pernah gue kenal. Gue jadi inget di rooftop sekolah kita dulu. Itu momen yang paling gue suka dan paling gue benci." Senyumku berubah menjadi ketir.


Saat itu kami sudah menjadi dekat. Setelah kami menang lomba, kami sering bertemu dan mengobrol bersama. Suatu hari, tiba-tiba ia mengajakku ke rooftop sekolah. dengan senang, aku pun menerima ajakannya. Kami duduk berdua dan melihat langit dan pemandangan jalanan Jakarta. Sekolah kami 4 lantai. Jadi cukup bisa untuk melihat pemandangan tersebut.

Setelah lama hening, ia pun membuka suara. "Sandyakala". Itulah kata pertama yang terlontar darinya. Aku menoleh dan menatap bingung ke arahnya. Ia pun menatapku dan tersenyum "artinya senja." Ia melihat langit kembali. "lo tau kan gue suka banget sama langit senja. Makanya gue ngajak lo kesini. Buat nemenin gue" ia pun tersenyum dan tertawa kecil. "Nggak kerasa udah 6 bulan sejak kita debat gara gara lomba duet. Eh besok udah mau UN aja." Katanya. Ia tersenyum dan menunduk. Aku yang melihatnya sedikit bingung. Aku pun mengelus punggungnya dan bertanya "kenapa Al? mau cerita nggak? Lo keliatan sedih sekaligus takut gitu. Kenapa? Kan ada gue, Raka Althaya yang selalu nemenin lo." Senyumku kepadanya. Ia terus menunduk dan tiba-tiba ada tetes air mata jatuh dari matanya. Aku kaget dan membiarkannya tenang dahulu.

Beberapa menit kemudian. Ia memegang tanganku. "Rak, maafin gue. Maafin gue, tolong jangan potong omongan gue." Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum ketir. "gue suka lo." Ia kembali menunduk. Jeda beberapa detik kemudian ia berkata lagi, "makasih lo udah mau jadi temen gue ya, Rak. Pertama kali gue liat lo main gitar, hati gue ngerasa tenang. Salah satu keinginan gue itu bisa nyanyi bareng lo dan itu udah tercapai. Gue makasih banget." Tiba-tiba dada ku sesak. Ia pun melanjutkan berbicara. "keinginan gue kedua bisa ngeliat langit senja buat terakhir kalinya. Dan gue seneng banget yang terakhir nemenin gue itu lo, Rak. Keinginan ketiga gue, gue mau ngeliat lo senyum dan ga dingin lagi sama orang. Tapi kayanya gue gabisa terus ngeliat lo lagi ya." Ia tersenyum ketir. Air mataku menetes, dan aku pun langsung memeluknya. Setelah itu, ia berkata lembut, "Raka, janji sama gue, lo jangan berubah ya. Gue seneng ngeliat lo senyum, ngeliat lo bahagia. Ngeliat kebaikan lo buat nolong orang lain, kalo gue udah ga bareng sama lo lagi, jangan nangis! Masa Raka Althaya yang terkenal dingin jadi cowo cengeng." Katanya sambil tersenyum paksa. 

SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang