Bab 3

67 18 27
                                    

Laura melangkahkan kaki dengan cepat tanpa melihat sekelilingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laura melangkahkan kaki dengan cepat tanpa melihat sekelilingnya. Beberapa kali ia mendapat seruan kesal karena dengan cuek menabrak orang-orang yang ia lewati. Tujuannya hanya satu, pergi secepat mungkin dari tempatnya berada.

"Kamu kenapa, Ra?" Seseorang menahan langkahnya, namun gadis itu masih bersikeras melangkah, bahkan kini ia berlari keluar areal sekolahnya dengan air mata yang berderai.

***

"Duh, kok mati sih ponselnya. Kemana lagi perginya." Alena kembali mencoba menghubungi Laura yang sempat ia lihat berlari keluar areal sekolah, tapi hasilnya tetap sama. Ponsel yang ia hubungi berada di luar jangkauan.

Di tengah situasi itu, kekesalannya timbul saat melihat Arga dan Andin yang tengah berjalan mesra sambil bergandengan tangan.

"Lo bener-bener cowok gak punya perasaan! Bisanya sih lo jalan mesra gitu, sementara Laura menghilang?" Alena meluapkan kekesalannya pada Arga.

Arga dengan santai berujar, "Gue sudah gak ada hubungan lagi sama dia, karena Andin lebih bisa ngertiin gue daripada sahabat lo itu."

"Gue pastiin, kalau lo berani datang memohon untuk kembali pada Laura, gue orang pertama yang akan menendang lo!" Gadis itu segera berpaling meninggalkan pasangan yang ia anggap tidak tahu malu itu.

Keduanya tertawa melihat kepergian Alena. "Yuk kita ke tempat anak-anak Ips. Mereka kayaknya lagi party di tempat rahasia," ajak Arga.

***

Laura sesenggukan di kursi panjang sebuah taman, sembari mendekap tubuhnya sendiri. Diliputi kesedihan saat menyaksikan Arga dan Andin berciuman, gadis itu berlari tanpa tujuan, hingga dirinya tiba di taman yang keberadaannya cukup jauh dari sekolah. Perih di kakinya akibat gesekan dengan sepatu, tidak ia rasa, karena perih hatinya lebih membuatnya merana.

Sebuah jas tiba-tiba tersampir di bahunya, membuat gadis itu terlonjak kaget. Ia segera berpaling dan mendapati senyum lebar Davian menyapanya hangat.

"Lo kenapa lari begitu?" Davian duduk di samping Laura sambil menggulung lengan bajunya.

Laura masih terdiam, sementara butiran-butiran bening masih mengalir di kedua pipinya.

"Lo lihat Arga ya?" tebak pemuda itu sambil menyandarkan tubuh jangkungnya ke sandaran kursi. Sementara Laura masih membisu.

"Yuk!" ajaknya sambil bangkit dari duduknya.

Laura menatap Davian keheranan, "Kemana?" tanyanya masih enggan menyambut uluran tangan pemuda berwajah tegas itu.

Davian hanya tersenyum. "Nanti juga lo bakalan tahu."

Laura memutuskan untuk menuruti kemauan Davian. Mengalihkan pikirannya dari Arga adalah prioritasnya saat ini. Ia mulai mengerti, kenapa Arga selalu mengacuhkannya. Gadis yang ia temui di cafe itu, ternyata menjadi alasan mengapa Arga berpaling darinya. Laura merasa menjadi orang terbodoh di dunia karena percaya begitu saja pada ucapan manis Arga. Dan ia memastikan, tidak akan ada lagi kesempatan buat cowok itu.

"Ngapain kita ke sini Vian?" Laura menatap sebuah cafe yang tidak begitu ramai dan berlokasi di daerah dekat pantai. Sayup-sayup suara deburan ombak terdengar di kejauhan.

"Lo belum makan kan?" tebaknya sambil turun dari mobil.
Laura nampak ragu. Namun, akhirnya gadis itu mengikuti langkah Davian ke arah cafe yang bernama Ocean Mermaid itu.

Suasana cafe cukup nyaman, dan tidak begitu dipenuhi pengunjung. Aroma makanan khas laut menguar memenuhi ruangan cafe, membuat siapa pun tidak sabar ingin segera mencicipinya.

Keduanya memilih duduk di areal rooftop cafe. Nampak, beberapa pasangan di areal yang sesuai namanya, berada di atap cafe Ocean Mermaid. Pemandangan kerlap-kerlip bintang yang terhampar memberi kesan romantis pada pasangan yang sedang dimabuk asmara. Sementara, dari kejauhan pelita kapal nelayan, atau perahu kecil pencari ikan, nampak menari-nari di permukaan laut yang gelap.

"Lo mau mesen apa?" Davian menatap Laura saat seorang pelayan mendatangi mereka.

"Gue, enggak begitu lapar Vian." Laura meletakkan daftar makanannya di atas meja.

"Kalau begitu, saya pesan satu
tempura ala Mermaid, tom yam goong, dan satu nasi goreng seafood ya Mbak?" ujar Davian pada pelayan yang dengan sigap mencatat pesanannya.
"Minumannya satu fruit punch dan virgin choco latte." Davian mengakhiri pesanannya.

"Terima kasih, mohon ditunggu pesanannya." Pelayan itu menjawab ramah sambil berlalu.

"Gue bilang, gue gak laper. Ngapain lo mesen banyak gitu?" Laura merapatkan jas Davian ke tubuhnya saat angin laut yang dingin menerpa tubuhnya.

Davian hanya tersenyum sebelum menjawab, "Gue bertaruh, saat pesanan datang lo pasti akan memakannya. Makanan di sini nomer wahid Ra." Davian membanggakan pilihannya.

"Lo bener Vian, makanannya enak banget." Laura kembali menyuapkan nasi goreng
Seafood yang tadi dipesankan Davian ke mulutnya.

Pemuda di hadapannya hanya tersenyum, sambil memandangi Laura yang menikmati makanannya dengan lahap.

"Pilihan Davian memang gak pernah mengecewakan," sahutnya menyombong.

"Makasi ya Vian," ujar Laura tiba-tiba.

Davian menghentikan kegiatannya menikmati choco latte di tangannya. "Kenapa lo bicara begitu?" tanyanya heran.

Manik keduanya beradu sekilas, sebelum gadis di hadapannya menundukkan wajahnya kembali. "Jujur, gue masih cinta dan berharap bisa kembali sama Arga," ungkap Laura di luar dugaan.

Davian menyandarkan tubuh di kursi sambil bersidekap. "Lalu?" tanyanya singkat.

Laura menggeleng. "Entahlah, gue gak tahu apa yang gue inginkan. Di satu sisi, gue berharap masih bisa bersama dia. Di sisi lain, gue muak diperlakukan seenaknya." Jemari Laura mencengkram taplak meja merah marun di hadapannya dengan kuat.

Davian mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari gadis itu lembut. Laura kaget, namun tidak menolak perlakuan pemuda itu.

"Lo terlalu fokus dengan cinta yang selama ini selalu menyakiti lo, sampai gak sadar kalau ada hati lain yang ikut terluka saat loe tersakiti," ujar Davian sambil memandang lekat mata Laura.

"Ma--maksud lo, Vian?" Laura menaikkan alisnya tanda tidak memahami ucapan Davian.

"Gue, cinta sama lo," akunya mengejutkan gadis itu, "Dan lo gak pernah menyadari itu."




KISAH CINTA LAURA (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang