Seorang pemuda nampak berdiri mematung di tepian pantai senja itu. Netra hitamnya memandang lurus deburan ombak yang tiada henti menghempas tempatnya berdiri.Matahari senja yang nyaris mengecup tapal batas cakrawala, melukiskan guratan warna sarat makna, tidak serta merta membuat pemuda itu mengalihkan pandangannya. Rambut hitam kusut masainya dibiarkan terombang-ambing angin pantai, selaras dengan rasa yang dipendamnya kini.
"Benar-benar merindukanmu," bisiknya pelan.
***
"Arga?" sapa Laura begitu dirinya berada di dekat keduanya.
Pemuda dengan balutan jas hitam itu, nampak kaget melihat gadis yang menyapanya. Secara naluriah, ia melepaskan genggamannya pada tangan gadis di hadapannya.
"H--hai Ra," sapanya gugup.
Sementara, gadis di hadapannya memandang Laura dan Arga bergantian. Sorot matanya penuh dengan rasa menyelidik dan ketidaksukaan.
"Gue rasa, lo enggak ada sedih-sedihnya pisah sama gue. Buktinya lo sudah celamitan sama yang lain," ketus Laura dengan tatapan sinis.
"Lo salah paham, Ra. Gue sama Andin gak ada hubungan apa-apa," sangkal pemuda berambut klimis itu.
Gadis bernama Andin nampak ingin bicara, tapi Laura lebih cepat menjawab perkataan Arga.
"Masih bisa ngeles lo!" Laura langsung berbalik dan meninggalkan kedua orang yang mulai beradu mulut karena kehadirannya.
"Ra! Ra! Tungguin gue!" Kejar Alena yang menyusul langkah Laura ke aula. Dalam diam, Laura meneteskan air matanya. Hanya dalam hitungan hari, Arga telah menduakan cinta yang sudah mereka jalin hampir 3 tahun lamanya.
***
Beberapa hari yang lalu...
"Lo gak bisa giniin gue Ga! Gue butuh perhatian lo. Setidaknya, lo ada waktu buat gue. Jangan hanya mementingkan permainan online!" gerutu Laura.
Saat itu keduanya tengah berada di sebuah cafe dekat komplek rumah Arga. Dua porsi spaghetti dan lemon tea yang terhidang di meja, tidak terjamah karena keduanya terlihat asyik berdebat.
"Lo jangan egois dong Ra, gue juga butuh waktu buat diri gue sendiri!" cetus Arga sambil menyilangkan tangannya di dada.
"Apa?! Jadi selama ini lo pikir, gue ngekang lo, begitu?" Laura tanpa sadar menggebrak meja, membuat beberapa pengunjung melirik mereka sinis.
Arga nampak kaget melihat reaksi kekasihnya yang di luar dugaan. "Hei, tenang dong Ra. Malu dilihat orang," bisik pemuda itu mendekatkan wajah tampannya ke arah Laura yang merah padam menahan amarah.
Laura mendudukkan tubuhnya kasar ke kursi, sementara Arga mulai menyeruput lemon tea nya untuk memperlihatkan pada pengunjung cafe yang mencuri pandang ke arah keduanya, bahwa mereka baik-baik saja.
"Percaya sama gue, gue gak pernah mengabaikan lo." Arga meraih jemari gadis di hadapannya dan memulai aksi rayuannya.
Laura masih tidak bergeming. Wajahnya ia palingkan menatap lalu lalang kendaraan di luar cafe.
"Arga?" Sebuah suara sukses mengalihkan pandangan Laura yang menerawang entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH CINTA LAURA (SUDAH TERBIT)
Chick-LitTidak pernah terbayangkan oleh seorang Laura Marcella, hidupnya akan berubah 180° setelah peristiwa di sebuah parkiran taman. Peristiwa yang mengharuskannya pergi dari rumah, hingga ia memutuskan untuk melarikan diri ke pulau Dewata Bali. Di tempat...