15.

151K 7.6K 637
                                    

Hari terakhir MOS dan seperti kebanyakan sekolah lainnya, sekolah Anna dan Adrian juga melakukan ritual meminta tanda tangan anggota osis.

Seperti sekarang, Anna, Adrian, dan satu teman baru, Viola, sedang berlarian kesana kemari dan tertawa~

Gadeng.

Mereka memang berlarian kesana dan kemari tapi tidak sambil tertawa, melainkan sambil memasang raut kesal.

"Ribet banget si osis." kesal Viola ketika kakak osis yang mereka incar malah kabur.

Adrian hanya diam begitu juga dengan Anna yang sedang menghapus keringatnya. Mereka tinggal mendapatkan tanda tangan satu anggota osis lagi dan ketua osis.

"Istirahat dulu yuk." ajak Anna.

"Tinggal lima belas menit lagi waktunya, An." kata Viola lelah.

"Tuh ke kakak yang itu mau ga?" Adrian menunjuk anggota osis yang terlihat menganggur. Mereka bertiga akhirnya menghampiri laki-laki tersebut.

"Kak boleh minta tanda tangannya ga?" tanya Viola dengan wajah memelas.

Laki-laki itu terdiam sambil menatap salah satu diantara mereka. Gadis yang berdiri di tengah-tengah temannya dan memiliki pipi berisi.

"Nama lo?" tanyanya sambil menatap Anna.

"Anna." jawab Adrian malas.

Adrian sebenarnya kesal sekali dengan anggota osis laki-laki yang menatap Anna seakan-akan gadisnya itu adalah emas batangan. Bahkan ada yang terang-terangan menggodanya membuat Adrian ingin sekali memberikan kepalan tangannya dengan senang hati.

"Nama lo Anna?" tanya laki-laki itu setelah sempat melirik ke arah Adrian sekilas. Anna mengangguk kecil membuat rambutnya yang dikuncir bergoyang.

"Gue bakal ngasih kalian bertiga tanda tangan tapi ada syaratnya."

Viola dan Anna langsung berbinar. "Iya, Kak! Apa syaratnya?!" seru mereka hampir bersamaan.

"Gampang kok. Gue cuma pengen cubit pipi lo."

Anna melirik ke kanan, dimana Adrian berdiri dan laki-laki itu sedang mengepalkan tangannya. Gadis di sebelah Anna pun sama, ia juga melirik Adrian yang wajahnya mengeras.

"Gak." kata Adrian singkat, datar dan dingin.

Si kakak osis mengangkat bahunya sekilas. "Yaudah, gue ga rugi. Waktu kalian kurang lebih sepuluh menit lagi, yakin mau nyari kakel laen?"

"Dia cewek gue, sat!" seru Adrian.

"Gue cuma mau nyubit pipinya, bukan merawanin dia." katanya santai.

Hampir saja kepalan tangan Adrian melayang ke wajah songong kakak kelasnya, kalau saja Anna tidak menahannya. Gadis itu mengisyaratkan Adrian untuk diam.

"Cubit doang kan, Kak?"

"An—" Anna mendorong Adrian ke belakangnya.

"Iya, cubit doang."

"Yaudah." Anna menyodorkan pipinya.

Kakak kelasnya dengan senang hati mencubit gemas pipi Anna. Setelah itu ia menandatangani satu persatu buku mereka, meskipun sempat mendapat tatapan menusuk dari Adrian.

"Gila, An. Lo bisa diamuk sama Adrian abis ini." bisik Viola sambil menatap Adrian yang berjalan di depan mereka dengan tergesa.

"Ya gimana, udah mepet." kata Anna lesu. "Lagian cuma dicubit doang."

Setelah mereka sampai di aula, Adrian langsung meminta tanda tangan ketua osis mereka yang kebetulan sedang menganggur.

Deo langsung memberikan tanda tangannya. Namun, ketika menatap Anna ia terdiam. Pesona Anna memang tidak main-main. Bahkan ketika wajahnya kucel pun masih menarik perhatian kaum Adam.

Anna and AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang