[BEAUTY & BEAST Pt.3]

1.5K 200 49
                                    

.

.

.

.

Di dunia yang indah ini tak ada satu hal pun yang berjalan seiring dengan apa yang kau ingini. Bisa saja kau sekarat hari ini dan berlari di hari berikutnya, bisa saja kau menangis seolah ingin mati namun tertawa layaknya orang paling bahagia detik berikutnya. Bisa saja kau menyesali apapun yang tengah kau jalani namun bersyukur satu kedip berikutnya...

.

Bisa saja..

.

Bisa saja Metawin memperingatkan hatinya, namun tetap saja. Dia sang pemilik raga tak akan pernah membiarkan dia lolos dan mengecap rasa bahagia. Ada begitu banyak alasan mengapa, untuk tak berharap banyak tentang manis perhatian dari sang kakak yang begitu disayangi dan perih perlakuan Bright yang harus dia terima dalam geram serta desah tak beraga. Semua hanya harus Metawin jalani tanpa banyak bicara agar dia bisa kembali pulang, menemu Joss yang mungkin tengah mencarinya dalam rintik salju yang berderap jatuh dalam rengkuhan ranting-rating kering kerontang.

.

"Phi..." Metawin berbicara, matanya menatap cemas Bright yang seolah memaksanya bungkam dalam satu sorot mata tajam yang penuh otoritas tak terbantahkan. "Heum, apa yang ingin kau katakan Metawin?" masih selembut kelopak bunga sakura yang berjatuhan, luruh di terpa angin hangat yang begitu menenangkan. Namtarn masih begitu tampak baik baginya, dan Metawin kembali bersuara mengabaikan tatapan Bright yang semakin tajam.

.

"Bolehkan aku pulang?" Metawin terlanjur putus asa, ia hanya meminta satu hal kecil untuk bertemu dengan Joss yang menyelamatkannya. Metawin ingin menemuinya dan sekarang dia tak mampu lagi menahan desak keinginan yang memenuhi gemuruh hatinya.

.

Namtarn menatap Metawin iba, ia menyapukan pandang pada Bright yang kini tengah mengusap sisa makanan di mulut dengan serbet lantas bersuara. "Aku akan mengantarmu." Putusnya, dingin dan penuh kekuasaan mutlak yang seolah tak bisa dibantah. Namtarn coba mengirimkan senyum menenangkan pada Metawin namun Metawin hanya menunduk, tangan itu bertaut bimbang, lalu detik di mana Metawin mengangguk patuh kembali mengingatkannya betapa Metawin tersiksa oleh perlakukan ayah padanya. Metawin selalu begitu, diam tak bersuara menerima apapun dan mengabaikan raung jerit kesakitan yang mendera dirinya. Metawin selalu begitu bahkan setelah Namtarn coba memberi naungan teraman yang dia punya.

.

.

.

.

.

Bright, Metawin tak pernah coba memahami bagaimana perangai pemuda itu. Entah sebagai suami Namtarn kakaknya ataupun sebagai suaminya. Suami? Metawin bahkan masih tak memahami untuk apa status itu dibutuhkan jika dia masih tak ubahnya jalang yang mendesah tiap kali Bright menyetubuhinya tiap malam. Namtarn mungkin masih coba meyakinkan Metawin jika semua itu untuk kebaikannya, untuk keamanannya, namun toh dia mendengar sendiri dari mulut yang tiap kali menggeram keras saat cairan hangat itu memenuhi dirinya jika dia hanya alat, dia hanya akan dibutuhkan sementara dan terbuang kemudian.

.

Sekali lagi, Metawin tak mengapa. Dia benar-benar tak mengapa karena terlalu kebas merasakan semua sakit yang mendera tubuh juga batinnya. Tak mengapa, dia tak mempersalahkan perlakukan Bright padanya. Namun, dia tidak akan menganggap itu tak apa-apa ketika Bright menodongkan selaras revolver tepat di dahi Joss.

.

Tidak, Joss tidak boleh terluka karenanya...

.

BEAUTY & BEAST ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang