4. a short fuse

338 39 8
                                    

'Jaemin....'

Ada suara lembut yang memanggil.

'Jaemin....'

Suara yang cantik. Itu pasti suara Luna, ibunya tercinta.

Jaemin merasakan dirinya dengan senyuman mengembang kala diperdengarkan suara wanitanya terkasih. Bahkan dalam mimpi, suaranya masih sama lembut dan sama mempesona.

'Jaemin, mama kesepian tanpamu, sayang....'

'Pulanglah ke rumah. Mama telah salah membiarkanmu pergi....'

Rasanya ingin sekali Jaemin tertawa keras-keras mendengar ibunya penuh penyesalan karena telah membiarkannya pergi jauh dari rumah hanya demi bisa hidup berdua dengan pria tua bernama Mark sialan itu.

Luna lah yang dulu selalu meminta Jaemin untuk tidak pernah pergi meninggalkan. Luna yang selalu lemah sendirian. Untuk Luna yang seperti itulah Jaemin juga selalu menjaga cincinnya terus tersemat indah pada jari manisnya.

'...Jaemin sayang....'

'Bangunlah. Matahari sudah tinggi....'

Ah, kali ini dia memintanya bangun ya? Boleh, asalkan.... "Cium aku dulu, Luna...?"




"PFFT!!"

...Pfft? Luna tertawa karena Jaemin meminta ciuman selamat pagi yang selalu diberikannya tiap pagi? Luna, baru hitungan hari sejak Jaemin pergi dari Koeln, kenapa dia tiba-tiba jadi—....

"AHAHAHA!!! JAEMIN MINTA CIUM!!! JAEMIN MINTA CIUM MAMANYA!!!"

Tunggu. Itu bukan suara Luna. Jaemin membuka matanya lebar-lebar dan dia lihat wajah Sungchan bersama teman-teman sekamarnya yang lain pun tertawa terbahak-bahak. Tak butuh waktu lama bagi Jaemin untuk mengerti apa yang sedang terjadi. Mereka mengerjainya!!

Sungchan, Shotaro, Renjun, dan Yangyang langsung berlarian keluar dari kamar setelah Jaemin mulai menimpuki mereka dengan bantal. Apakah tawa mereka berhenti sedikitpun? Ah, jangan kira.

"Jam berapa ini—... Ah! Aku telat ibadah!!" Dia merutuk ketika dia ingat teman-temannya tadi memang terlihat sudah rapi semua. Pasti! Pasti mereka sengaja membangunkannya telat!

Jaemin kemudian bergegas ke kamar mandi untuk bebersih, tapi dia teringat dengan omongan Renjun malam sebelumnya. Air panas adalah kemewahan yang akan Jaemin sadari keesokan paginya. Dan itu memang benar. Jaemin bahkan sama sekali tidak bisa untuk lama-lama menyentuh permukaan dari air dingin yang dia tampung dalam baskomnya. Menyentuh saja dia tidak bisa, apalagi untuk digunakannya cuci muka?

"Hmm...," Jaemin melihat wajahnya di cermin, lalu membuang air yang sudah ditampungnya dalam baskom begitu saja. "Tidak usah deh. Mukaku tidak terlihat kotor kok." Begitu katanya, sebelum lanjut berganti pakaian dan akhirnya mulai berlari keluar.

Jaemin sama sekali belum begitu tau gedung-gedung sekolahnya. Dia hanya asal melangkah mengikuti suara doa-doa yang terdengar. Begitu dia berhasil menemukan pintu yang suara doanya paling terdengar keras, tanpa pikir panjang  lagi dibukanya pintu itu untuk diintip sedikit dalamnya. Dia lihat ada barisan orang berseragam sepertinya di sana, tapi badannya jauh lebih besar dari para temannya yang seangkatan.

"Kamu telat! Sini, cepat masuk!" Kata salah satu dari barisan berbadan besar itu yang menyadari keberadaan Jaemin di ambang pintu. Dia tarik tangan Jaemin masuk ke dalam. Barulah setelahnya dia menyadari sesuatu soal Jaemin, "Lho? Kamu anak baru yang dibicarakan itu ya? Barisan anak kelas 2 bukan di sini."

"Aku tidak tau! Aku ditinggal teman kamarku jadi aku—...."

"Ya sudah, membaur sajalah di sini!" Dia bekap mulut Jaemin dengan bukunya. Mungkin itu karena suara Jaemin barusan terlalu kencang. Jadilah sampai akhir ibadah pun Jaemin berada di barisan kelas 3.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

heart of nana // lumarkminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang