Aren berguling di tempat tidurnya. Ia masih sulit tidur, matanya tiba-tiba terasa segar susah terpejam. Bukan tanpa sebab ia seperti itu, melainkan karena kamar di sebelahnya yang biasanya dibiarkan kosong sekarang menjadi kamar seorang gadis yang baru beberapa hari lalu bermalam dengannya. Lebih sial nya lagi dia adalah target nya di misi kali ini.
Aren menghembuskan napasnya kasar. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan menerawang.
"Bagai mana bisa ini terjadi, bagaimana gadis bodoh itu bisa di sini sekarang!" Serunya sambil menjambak rambutnya.ia merasa ini jauh lebih berbahaya dari tugasnya yang biasanya. dengan malas ia bangun dari tidurnya lalu melangkah keluar dari kamarnya, pandangan nya terarah pada sebuah pintu di sebelah pintu kamarnya.
"apa yang kau lakukan disitu, Nak?" ujar seseorang mengejutkannya.
"ah.. kau mengagetkan ku saja, dan apa barusan kau bilang aku apa?" balasnya melangkah kearah Tomas yang menahan sebuah kekehan di bibirnya.
"Nak... kau kan jauh lebih muda dari ku jadi, panggil aku ayah mulai dari sekarang." ucap Tomas yang sudah duduk di sebuah sofa di ruangan kerja mereka yang selalu terkunci otomatis dan di lengkapi kedap suara.
Aren duduk dihadapan Thomas dengan sekaleng beer di tangannya, ia menatap seorang Jendral di depannya itu dengan tajam. "apa kau tidak merasa ini terlalu jauh? kita bisa saja ketahuan dan dia bisa saja membocorkan ini semua," ujarnya penuh penekanan.
"ini akan menjadi berbahaya jika kau tidak berhati-hati seperti hari ini."
Aren merutukki kebodohannya hari ini, "baiklah itu memang kesalahanku, oke?"
"memang begitu," ujar Tomas acuh.
"jadi sampai kapan dia harus tinggal disini?" tanya Aren.
"sampai misi selesai, sudah aku akan istirahat." Tomas berlalu keluar dari ruangan itu meninggalkan Aren sendirian. namun sebelum itu, "kau tahu bagai mana gadis seperti Raya bisa masuk lelang itu?" Tanya nya. Aren terdiam memikirkan kemungkinan yang ada.
"karena dia butuh uang, itu tandanya tidak menutup kemungkinan hal seperti ini akan terjadi lagi." ucap Tomas lalu menutup pintu ruangan itu.
^^^^
keesokan paginya, Raya mengetuk pintu kamar Aren dengan takut-takut. ia berniat membangunkan Aren untuk sekolah karena ia sudah tidak melihat Tuan Tomas di rumah ini dan berpikir jika Aren pastilah belum bangun. Walaupun dengan rasa canggung yang di sebabkan kejadian malam dimana mereka mabuk terjadi, tapi Raya tidak mau menjadi gadis yang tidak tahu diri dengan bersikap acuh pada anak seseorang yang sudah menolongnya. Alis Raya berkerut karena sudah beberapa kali mengetuk pintu kamar itu, namun belum ada tanda-tanda jika pintu akan di buka. dengan sedikit keberanian Raya memukul pintu itu lebih keras dari sebelumnya.
Brak!!
"gak usah gedor-gedor gitu, saya udah dengar." seru Aren yang dengan tiba-tiba membuka pintu kamarnya.
"maaf, aku pikir kamu masih tidur," jelas Raya dengan takut-takut.
tanpa membalas ucapan Raya Aren memilih berlalu begitu saja membawa tas sekolahnya yang paling ia benci kearah ruang makan. Aren menatap beberapa hidangan dia atas meja makannya lalu berbalik menatap Raya yang berdiri di belakangnya. "ini kamu yang buat?" tanyanya.
"iya, itu buat kamu sarapan."
"besok-besok nggak usah begini, kamu harus ingat kalo kamu nggak selamanya tinggal disini." ucap Aren dingin.
"aku tahu kok, ini cuma sebagai ucapan terimakasih aku atas bantuan ayah kamu," Aren yang mendengarnya hanya bisa memutar bola matanya malas. 'dia bukan ayah ku!' serunya dalam hati.
Dia memilih langsung duduk dan memakan makanan yang sudah di siapkan oleh Raya."ini, untukmu." Aren memberikan tiga lembar uang pada Raya yang membuat gadis itu mengernyit bingung, "kamu kan naik bus, saya nggak mau berangkat bareng kamu."
Raya mendengus pelan melihat tingkah Aren, ia masih merasa sebal dengan tingkah anak ini. jika bukan karena ayahnya yang baik sudah aku tonjok kamu, ucap Raya dalam hati.
"kenapa, gak suka ? gak terima ? Atau sakit hati? Ini!!" seru Aren yang membuat Raya terkejut.
"aku masih punya uang kok, kamu simpan ajah buat kamu sendiri itu uang jajan kamu kan? kasian ayah kamu cari uang buat kamu, jangan boros."balas Raya sebelum beranjak pergi meninggalkan Aren yang melongo menatap tidak percaya punggung Raya yang perlahan menghilang di balik pintu keluar rumah.
sadar akan situasi yang dialaminya Aren tertawa sarkas, "uang jajan? ayolah... bahkan rumah ini milikku! aku lebih kaya dari orang tua itu, sial!" makinya.
^^^^
diperjalanan menuju sekolah Aren mengendarai mobilnya dengan wajah yang terkesan malas. bagai mana tidak, sudah lebih dari lima tahun lalu dia bersekolah dengan seragam seperti saat ini dan sekarang ia harus melakukan ini lagi. sungguh sial.
saat mobilnya melintasi halte bus, tidak sengaja matanya melihat Raya yang sedang menunggu bus sambil berdesakan dengan beberapa orang lainnya. Aren memutar matanya jengah saat ia melihat Raya nyaris jatuh saat salah seorang laki-laki menabrak tubuh kecil Raya hingga terdorong, namun gadis itu tidak menyerah begitu saja ia terlihat ikut berdesakan sampai tubuh kecilnya masuk kedalam bus itu.
Bus berjalan dan perlahan mobil Aren pun mengikuti dari belakang. Sesekali Aren mengeraskan rahangnya saat melihat beberapa anak dari sekolah lain berdiri terlalu dekat dengan Raya padahal di sisi lain mereka masih sangat kosong.
"Anak-anak itu mau mati atau apa? Ayolah Raya.. harus nya kamu sadar," gumamnya sambil menatap sebal, "dasar bodoh!" Serunya makin sebal saja saat salah satu dari mereka terlihat berbicara dengan Raya.
Meski begitu mobil Aren tetap membuntuti Bis itu sampai halte di depan gerbang sekolah mereka. Aren terus memperhatikan Raya yang sekarang sudah berjalan bersama beberapa teman mereka yang baru saja turun dari mobil jemputan mereka.
"Apa yang sedang kau lakukan Aren? Kau membuntuti dia tanpa perintah? Rajin sekali." Ucapnya pada dirinya sendiri lalu menginjak gas mobilnya memasuki sekolah.
Aren keluar dari mobilnya dengan diikuti tatapan banyak siswi perempuan. Bagai mana tidak, Aren dengan rambutnya yang terlihat rapih, wajah campurannya memang menjadi daya pikat sejak pertama kali dia masuk sekolah itu, walaupun sudah banyak siswa blasteran di dalam sekolah mereka entah kenapa mereka tidak seperti Aren yang seperti mengeluarkan aura misterius dan terlihat begitu memikat.
"Aren!" panggil seorang siswi yang terkenal dengan bentuk tubuhnya yang aduhai, namanya Melodi. Aren menatapnya dengan santai namun hal itu justru membuat Melodi tersipu dan terlihat gugup.
"Aren minggu depan aku mengadakan pesta dirumah ku, apa kau bisa datang?" tanyanya.
"apa kau mengundang semua orang, kita bahkan berbeda kelas." ucap Aren dengan sedikit kekehan agar terlihat ramah.
"ya. semua anak kelas tiga dan alumni aku mengundangnya, apa kau bisa datang?" jelasnya dengan penuh harapan.
"baiklah," jawab Aren dengan santai.
Melodi terlihat sangat bahagia mendengar jawaban Aren yang bukan sebuah penolakan, ia yakin Aren pasti tertarik padanya dan dia sudah menyiapkan sebuah permainan untuk mendapatkan Aren.
"baik kalau begitu aku ke kelas sekarang," ujar Aren yang di balas anggukan Melodi.
Apa yang akan mereka lakukan padaku kali ini, anak jaman sekarang memang otak kriminal semua. ujar Aren dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET
General FictionDewasa (18+) bagai mana jadinya jika, Raya seorang gadis penerima beasiswa di sekolahnya harus terjebak sebuah kasus perebutan kekuasaan politik bersama, Aren seorang most wanted yang terkenal sangat dingin dan tak tersentuh. Awalau terhalang sebua...