3. Raped

3.7K 477 21
                                    


PERHATIAN!

TERDAPAT KONTEN DEWASA!

YANG MASIH DI BAWAH UMUR JANGAN BACA!

Vote dan comment!!!!!!











Pukul empat dini hari, Tamara terbangun dan merasakan sesuatu yang berat menindih tubuhnya. Saat membuka mata, ia nyaris teriak karena ternyata Jazlan tidur di atas dirinya dalam posisi tengkurap. Tubuh Tamara sampai tidak bisa bergerak, ia berusaha mendorong tubuh yang lebih besar itu, namun tidak berhasil.

Akhirnya, Tamara memberanikan diri menepuk-nepuk bahu Jazlan agar pria itu bangun dan segera menyingkir dari atas tubuhnya.

Jazlan yang terusik akhirnya bangun dan mengangkat kepala, menatap Tamara yang sudah lebih dulu bangun. Jazlan mendengkus, lalu kembali ke posisi semula dan hendak tidur lagi.

"Izinkan saya pergi, Tuan. Saya harus salat Subuh," ujar Tamara.

"Shut up!" sahut Jazlan acuh.

"Saya mohon," pinta Tamara. Tidak ada sahutan, namun pria itu langsung berpindah posisi menjadi terlentang di samping Tamara. Tamara langsung bangun dari pembaringan dan bergegas keluar dari kamar tersebut.

Di kamarnya sendiri, Tamara segera melepas seragam maidnya karena ada darah yang mengering di bagian dada. Keningnya mengernyit melihat luka yang sudah ditutup oleh kain kasa dan plester. Seketika matanya membulat, apakah Jazlan yang mengobatinya? Kalau iya, berarti pria itu membuka bajunya.

Tamara mengusap kasar wajahnya, rasanya ingin menangis lagi. Padahal belum sebulan ia bekerja, tapi sudah tidak betah. Namun, ingin kabur pun tidak bisa karena Jazlan pasti akan menangkapnya lagi seperti waktu itu.

***

Sarapan pagi sedang berlangsung di meja makan. Para pelayan silih berganti membawakan makanan untuk Jazlan dan kedua kawannya, Yoka dan Jethro. Terakhir, Tamara datang membawa minuman yang tertata dalam nampan. Saat menuang minuman, seseorang tiba-tiba memegang pantatnya. Ia menoleh ke samping, Yoka tengah menatapnya dengan seringai di bibir. Tamara yang sedang memegang gelas berisi air refleks menyiram wajah Yoka karena emosi.

"How dare you!" geram Yoka, tak terima dengan apa yang baru saja Tamara lakukan.

Tamara meletakkan gelasnya di meja dengan kasar, lalu pergi begitu saja. Yoka yang masih emosi hendak mengejar, namun Jazlan lebih dulu berdiri dari tempat duduknya. "Biar aku yang mengurusnya." Lalu bergegas menyusul Tamara.

Sementara di kamarnya sendiri, Tamara duduk di tepi kasur dan menangis sambil mengepal tangannya kuat-kuat. Ia bahkan belum sebulan berada di mansion tersebut, tapi sudah beberapa kali mendapatkan pelecehan. Entah bagaimana nasib kehormatannya jika ia terus menetap di mansion itu lebih lama lagi.

Tamara langsung berdiri saat pintu kamarnya dibuka tanpa permisi. Jazlan tiba-tiba masuk dengan wajah emosi. Tamara sudah menduga pria itu akan marah karena kejadian tadi. Namun, Tamara tidak akan mengalah karena Yoka lah yang memulai permasalahan.

Satu tamparan keras di pipinya membuat tubuh Tamara terhuyung ke samping. Ia sampai mematung sejenak usai menerima tamparan tersebut. Sambil memegang pipinya yang kini memerah, ia kembali menatap tuannya tanpa berkata apa-apa. Bahkan saat tangan besar itu menamparnya lagi, Tamara tetap tidak bersuara dan hanya menatap Jazlan dengan mata yang sudah merah dan berair. Kedua pipinya terasa panas usai ditampar, sudut bibirnya pun terluka dan berdarah.

"Minta maaf pada Yoka sekarang!" Jazlan memerintah.

"Kenapa harus saya yang meminta maaf?" tanya Tamara. "Saya hanya membalas perbuatannya yang tidak sopan."

RUDE MAFIA : HIS MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang