1.

7 1 0
                                    

Happy reading.

•••

Seperti hari-hari biasa, Hellice mengawali pagi hari dengan bekerja. Walaupun kebanyakan remaja di usianya bersekolah. Ada rasa iri di rongga hatinya jika melihat remaja di usianya tertawa lepas tanpa memikirkan beras,biaya listrik, tagihan rumah, dan kebutuhan lainnya.

Miris. Hellice hanya bisa tersenyum miring menertawai nasibnya.

Hellice berjalan menuju cafe dengan berwajah datar, tak ada eskpresi apapun yang menghiasi wajah cantiknya. Ia selalu merenung akan masa depannya.

Sampainya di cafe.

"Hell, tumben berangkat agak siang?" Tanya Rere.

Hellice hanya mengangguk.

"Hell!" Teriak Asep.

"Nih ngepel! Enak aja gue terus yang ngepel" Ucapnya sambil memberikan lap pel.

Dion mendekat dan merebut lap pel di tangan Asep "Gue aja. Lo buang aja tuh sampah"

Lagi-lagi Hellice hanya mengangguk.

Asep menyipitkan matanya curiga "Perasaan lo baik terus sama tuh anak-"

Asep melanjutkan ucapannya dan melebarkan matanya "Apa jangan-jangan lo suka?!"

Dion yang sudah jengah menjawab dengan ketus "Apa banget lo."

Hari semakin siang, pelanggan mulai berdatangan.

"Hell, tolong ini anterin ke kursi 20 ya" Ucap Rere lalu di iyakan oleh Hellice.

Hellice berjalan dan membawa nampan yang berisi pesanan.

"Silahkan dinikmati" Ucap Hellice dengan wajah datarnya. Lalu membungkuk dan pergi.

"Ehh tunggu!" Sentaknya. Hellice membalikan badannya dan menatap wanita cantik dengan wajah yang di riasi make up yang super tebal.

"Sini lo!"

Hellce mendekat.

"Nama lo?!"

"Hellice." Jawab Hellice bingung.

Wanita itu berdiri dan menggebrak meja.

"Bos lo mana!!"

Pria yang baru saja masuk cafe mendekat saat dirinya di sebut-sebut.

"Ada apa ini?" Tanya Bos. Hellice menegang saat tau Bosnya disini.

"Anda Bos disini?"

"Saya mau dia di pecat dari sini. Saya pelanggan setia disini, seharusnya Bapak memperkerjakan pelayan yang prefisional. Apa pantas pelayan menyajikan makanan kepada pelanggan dengan memasang wajah datar?! Saya merasa terhina!." Jelasnya dengan muka memerah menahan amarah.

Hellice hanya diam tetap menampilkan wajah datarnya. Mengontrol emosi.

Pria itu tersenyum "Baik nona, saya akan mengurusnya. Silahkan di nikmati makanannya anda tidak usah membayar makanan ini"

Pelanggan itu duduk dan memakan makanannya kembali. Bosnya kini menarik tangan Hellice menuju dapur.

"Saya anak dari Pak Andre. Dan mulai hari ini saya yang memegang kendali cafe ini, apa kalian sudah tau nama saya?"

Hellvin [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang