Sikap Agus memang baik dan akrab padaku selama ini. Namun, dia belum menyatakan apa-apa, sinyal cinta dari dirinya masih lemot sehingga sulit untuk dijangkau. Meskipun Suk Mini atau teman lain menjodohkan kami, tetap saja hati ini gengsi untuk memulai terlebih dahulu. Biarlah waktu yang akan menjawab.
Sehingga penantian selama setahun, masih tak kunjung ada jawaban. Padahal baru kali ini aku merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Seandainya Agus menjadi pacar, dialah cinta pertama dalam hidupku.
"Juw, nanti malam nonton bioskop yuk? Mau, gak?"
Tiba-tiba saja cowok yang sedang dipikirkan tadi, muncul. Agus duduk di sampingku yang tengah menyalin catatan matematika.
Aku langsung menoleh padanya dengan mengerutkan alis. "Lho kok, aku? Bukannya kamu sudah mengajak Yuni?"
"Lho, kok kamu tau?!"
Agus tampak heran, dia memandang serius.
"Ya tau lah. Aku kan anak dukun," ujarku asal ceplos. Agus tertawa kecil dan menoel pipi.
"Bisa aja kamu. Pasti kamu mencuri dengar tadi pagi, ya?"
Aku hanya melengos kembali pada catatan dan menyembunyikan senyuman.
"Ayo lah ..., mau kan?" rengek cowok yang selalu bisa membuat jantung ini berdebar indah. Senang banget rasanya diajak nonton film di bioskop dengan orang yang kita dambakan. Namun, tidak segampang itu Samiun! Aku harus menguji dulu perasaannya.
"Duh, bagaimana ya? Aku sudah mau pergi malam ini sama Ridwan. Dia juga ngajak nonton film TITANIC. Memangnya kenapa dengan Yuni? Kok, kamu berubah pikiran mengajak aku?"
"Dia gak bisa, katanya ada acara keluarga. Padahal aku ingin nonton film yang diperankan oleh Leonardo Decaprio itu, dia kan idola aku. Tapi, kalau kamu gak bisa ... Ya udah gak apa-apa."
Agus beranjak meninggalkan bangku yang biasa diduduki Irwansyah. Karena melihat teman sebangku aku itu datang bersamaan dengan masuknya guru matematika yaitu pak Riswanto S.
---+++----
Malam minggu ini aku dijemput Ridwan untuk nonton bioskop yang akan menayangkan film TITANIC. Cowok itu mengendarai motor bebek, setelah pamitan pada emak dan bapak, kami langsung berangkat. Tiba di bioskop kami berjumpa Agus dan Heri Yanto. Ternyata tidak bisa mengajak cewek akhirnya datang bersama sohibnya. Aku hanya bisa tertawa dalam hati.
Karena kami datang bersamaan mau tidak mau kami masuk berempat dan mencari kursi bersama dalam satu barisan. Bagai sudah diatur aku duduk di samping Agus sebelah kanan dan Ridwan sebelah kiri, sementara Heri duduk paling pinggir dekat Agus.
Bagaimana aku ingin membuat Agus cemburu? Yang ada hati jadi tidak nyaman. Ridwan memang tidak tahu jika aku suka pada Agus. Pikirnya kami biasa aja karena teman satu kelas dan Agus pun tidak tahu bila Ridwan hanya jadi kambing hitam.
Akhirnya sepanjang film berputar, kami biasa saja. Hingga film usai.Keesokan siangnya, Agus datang ke rumah bersama cowok kulit putih, berwajah dingin dan matanya sipit siapa lagi bila bukan Heri Yanto.
"Eh, tumben kalian kemari. Ada apa ni? Kalian tahu alamat gue dari mana?" tanyaku saat kami sudah duduk di teras rumah.
"Kebetulan lewat aja, Juw. Kami habis dari rumah Slamet. Ternyata lu tetanggaan ya sama dia?" jawab Agus, tapi matanya tak berani memandangku lama. Ia alihkan tatapannya pada Heri Yanto.
"Iya, gue sejak kecil udah tetanggaan ama Slamet. Pasti dia yang kasih tahu, ya?"
"Iya, Juw. Itu Yuni, Sapnah dan Dewi Sinta masih di rumah Slamet," terang Heri.
"Ada apaan, sih? Kalian ada acara enggak ngajak gue lagi?" tanyaku penasaran.
"Ya, ngumpul aja lah Juwita. Biar tahu rumah kalian," jawab Agus.
Sungguh jika tidak pakai serangan putih abu-abu, penampilan Agus dan Heri sangat tampan dan keren dengan gaya remaja 90-an menuju era milenium.
"Hari selasa besok kan tanggal merah, nah kita mau ngadain acara ke pulau Mutun. Lu mau ikut gak?" kata Agus.
"Bawa pasangan?" tanyaku bagai orang bodoh.
"Ya, kalau lu punya pacar ajak aja, gak apa-apa."
Ekspresi wajah Agus datar saja.
"Kalau gitu, gua ajak Ridwan ya?"
"Kenapa sih harus ngajak dia. Nanti gang-nya pada ikutan. Lu tau kan, jika teman cewek kelas kita banyak yang gak suka sama gang Ridwan." Agus menjelaskan.
"Lagian, Ridwan juga lagi pedekate sama Lamtana tau." Heri menimpali.
"Ah, masa sih?" Aku bagai tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My love never die
RomanceKisah romance horor yang akan membawa kita ke nuansa tahun 90-an. Di mana sepasang remaja sedang di mabuk cinta, akan tetapi nasib cintanya bagai Romeo dan Juliet. Cinta mereka terpisah kan oleh maut yang menjemput. Hanya sang wanita yang masih ber...