PROLOG

1.2K 188 81
                                    

Ia tertawa di seberang sana. Tawa yang akan kupatri seumur hidup dalam sebuah kotak kecil di sudut hatiku. Tawanya saat itu justru membuatku yang sudah menunggu dua minggu semakin jengkel.

Bagi sebagian orang menunggu kekasih  selama dua minggu adalah persoalan kecil yang tak perlu dibesar-besarkan, tetap bagiku tidak. Aku tidak suka menunggunya berlama-lama. Aku tidak suka berpisah jauh darinya.

Sejak dua bulan yang lalu, malam di mana ia menyelipkan cincin perak di jariku, aku semakin enggan membiarkannya berjauhan denganku. Aku ingin dia di sampingku. Utuh. Aku ingin kami mulai merancang masa depan dengan hal-hal manis. Aku ingin kami mulai menyibukkan diri mencari gaun dan jas pengantin, desain kartu undangan, atau mencari tempat berbulan madu yang tepat.

"Aku akan kembali sebentar lagi." Ucapan penuh penenangan itu malah semakin membuatku gelisah.

"Minggu lalu kau juga bilang seperti itu," balasku seraya memberengut, meski aku tahu dia tidak bisa melihat rupaku saat ini, tapi setidaknya nada bicaraku pasti bisa dipahami olehnya.

"Kita baru dua minggu tidak berjumpa, Cheonsa. Sabarlah...." Dia menjeda sejenak. "Kau tahu... kesabaran selalu membuahkan hasil yang manis."

Kesabaran selalu membuahkan hasil yang manis.

Mulai saat itu, aku juga mematri kalimat itu di benakku.

Manis.

"Selesaikan pekerjaanmu dengan cepat lalu kembalilah ke Seoul. Segera," sahutku.

"Baik. Apa ada hadiah jika aku datang tepat waktu?"

Aku merotasikan mata. "Bukankah seharusnya kau yang memberikanku hadiah?"

"Lalu kau tidak mau memberikanku hadiah?" Suara berat dan seraknya kini bernada seperti sedang menggodaku. "Seperti... mengulang malam dua minggu yang lalu sebelum aku terbang ke Hongkong, misalnya?"

Aku menggigit bibir, Yoongi berhasil menarikku ke malam itu. Malam di mana aku seutuhnya milik seorang Shin Yoongi.

"Aku merindukanmu." Yoongi menginterupsi lamunanku tentang malam itu. Suaranya terdengar lebih berat dan sendu. "Aku rindu menciummu. Aku rindu harummu. Aku rindu memelukmu."

Seketika kehangatannya menyergap seluruh tubuhku. Pelukannya malam itu, serta caranya menghidu aroma tubuhku seolah masih terpeta di tiap inchi tubuh ini.

"Percayalah aku juga merasakan hal yang sama," lanjutnya. "Aku akan segera kembali dan kau harus ada saat itu. Untukku."

Yoongi berhasil menaklukkan separuh kegelisahanku. Dengan kesabaran dan ketenangannya ia selalu berhasil merengkuhku.

Aku mencintainya. Dan akan terus begitu.

"Aku akan menunggumu."

"Kita akan membicarakan pernikahan kita setelah aku pulang. Kupastikan tidak akan lama. Berjanjilah padaku kau akan ada saat itu."

"Kapan? Tidak bisakah hari ini?"

"Kau yakin ingin bertemu denganku hari ini?" Tawa renyahnya mengiringi ucapannya aku selalu menyukai caranya tertawa. Tawanya memancing senyuman di wajahku.

Aku menyukai semua yang ada di diri pria ini. Setiap detail dari dirinya melengkapiku. Dia sempurna dan menyempurnakanku. Yoongi adalah milkku dan aku adalah milik Yoongi. Aku sangat bersedia jika mengabdi untuk hidup bersamanya seumur hidupku dan aku juga amat yakin dia pun demikian.

"Tentu saja!" jawabku.

"Akan kuusahakan, Sayang."

Senyumanku semakin lebar.

• WHO ARE YOU •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang