Date

711 108 37
                                    

Pukul 7 hanya tinggal 15 menit lagi, tapi Johnny sama sekali belum bersiap. Dia masih dengan kaos oblong dan celana boxernya. Dia berbaring di sofa di depan televisi, memainkan remote. Memindah-mindahkan channel, sementara pikirannya tidak ada di sana. Dia jelas tidak lupa dengan janjinya pada Jeffrey beberapa hari yang lalu tentang acara menonton mereka malam ini, tapi masalahnya, mendadak saja Johnny seperti disadarkan. Dia seolah menolak untuk pergi, mengutuki dirinya sendiri kenapa mau-maunya membuat janji dengan seorang laki-laki untuk berkencan di malam minggu.

Am I that desperate?

Apa Johnny sangat menyedihkan sampai benar-benar harus keluar malam minggu dengan laki-laki walau secara sadar dia tahu kalau Jeffrey bukan laki-laki biasa. Jeffrey orang yang sudah Johnny akui sendiri sebagai pacarnya. Ini gila, tapi kenapa Johnny baru menyadarinya. Lalu yang kemarin-kemarin itu, di kampus─apa yang sudah aku lakukan?!

"Ck!" Johnny berdecak keras sambil melempar remote ke atas bantal besar di lantai. Kemudian mengambil bantal yang menyangga kepalanya dan menutupkannya ke wajahnya.

Johnny bingung. Di antara ingin dan tak ingin.

"Kau kenapa, sih?" sebuah bantal terasa terlempar lagi ke wajahnya. Johnny dengan cepat menyingkirkan bantal itu dan melihat senyum meledek dari wajah Irene.

Bae Irene adalah kakak sepupu Johnny, yang tinggal bersamanya di Daejeon. Sementara orangtuanya tinggal di Seoul, lalu karena kebetulan Irene juga mendapat pekerjaan di Daejeon, akhirnya mereka disuruh tinggal bersama di sebuah rumah milik kedua orangtua Johnny. Terlebih, ibu Johnny tidak memercayai putera semata wayangnya tinggal sendiri, padahal usianya sudah menginjak 20 tahun dan Johnny juga seorang laki-laki tapi bagi ibunya, Johnny adalah manusia paling ceroboh sedunia dan selalu membuat wanita paruh baya itu khawatir. Kalau menurut kenarsisan seorang Johnny, ibunya paling terlalu sayang pada putera satu-satunya yang super tampan itu.

"Kau yang kenapa?" gerutu Johnny sambil membetulkan posisinya dan duduk di sana.

"Aku memerhatikanmu, sedari tadi kau ribut sendiri," ujar Irene sambil tersenyum lucu. Wanita cantik itu mengambil remote yang tari dilempar Johnny ke atas bantal besar di lantai, lalu mulai memindah-mindahkan channel televisi.

"Kau tidak pergi, noona?" tanya Johnny, tak menggubris ucapannya barusan.

"Tidak," jawab Irene, tanpa melepaskan matanya dari layar televisi. "Mino dan anak-anak kantor mau ke sini, kita akan membuat barbeque. Kau tidak pergi, kan?" Irene akhirnya menoleh ke arah Johnny.

"Wow sepertinya akan menyenangkan..." komentar Johnny.

"Iya makanya, kau tidak usah pergi kemana-mana. Ikut makan bersama kita." Irene tersenyum manis, tampak sekali berusaha membujuk Johnny─tapi Johnny tersenyum kecut. Johnny tahu akal bulus kakak sepupunya itu.

"Kau melarangku pergi supaya aku bisa membantumu untuk memanggang, kan?" cetus Johnny.

Senyum Irene jadi terlihat lebih malu. "Eh tapi kita bersenang-senang bersama, John," katanya, berkelit.

Johnny menghela napas, dan terpaku begitu melihat jarum jam dinding yang terpasang di tembok atas di belakamg televisi, sudah menunjukkan angka 6. Pukul 7 lewat 30 menit.

Johnny sudah terlambat setengah jam dari waktu yang dijanjikan dengan Jeffrey. Dadanya berdebar kencang, Johnny makin tak keruan.

Apa Johnny lebih baik benar-benar tak pergi dan menjebak dirinya bersama teman-teman kantor Irene... lagi? Sudah beberapa bulan ini, malam minggunya memang hanya diisi dengan acara barbeque bersama teman-teman kakak sepupunya, bermain komputer sendiri di kamar, atau sekadar hang-out bersama anak-anak basket.

If I Love You Too? [JOHNJAE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang