Namaku Lee Juyeon, 18 tahun. Berada di tahun ketiga sekolah menengah atas.
Aku memiliki tiga orang sahabat, dan di antara mereka akulah yang paling jarang bicara. Mungkin karena hal itu juga yang membuatku harus mengalami situasi ini.
Situasi yang membuatku harus bersembunyi di balik rak buku, dan itu seolah menjadi rutinitasku hampir satu bulan ini. Hanya berdiri, diam, dan mengamati.
Mataku bahkan tak mampu lagi berpaling dari orang itu. Gadis yang belum lama ini masuk sebagai siswi baru di dalam kelasku. Gadis pendiam yang belum pernah aku dengar gema suaranya. Tak pernah berbicara, tak pernah pergi kemana-mana. Eksistensinya hanya mampu aku temui saat di kelas dan perpustakaan. Tak memiliki teman meski hanya sekedar untuk pengobat rasa bosan akan suntuknya pelajaran yang membebani mereka setiap harinya.
Jika bisa aku katakan, mungkin buku adalah satu-satunya sahabat yang gadis itu miliki.
Gadis itu bernama Choi Chanhee. Gadis biasa yang tinggal di salah satu apartemen kumuh kota Seoul. Tinggal sendiri, entah kemana orang tuanya pergi.
Penyebab semua sikap Chanhee yang begitu pasif itu, sedikit banyak aku bisa memahami.
Seorang yang lugu, tanpa orang tua yang mendampingi, memiliki nilai yang tinggi pun tak menjamin bagi dirinya untuk tetap aman dari para pembully.
Belum lagi sikap dinginnya yang bisa memancing kemarahan. Dicaci, dimaki, dikatai... Chanhee tetap setia diam tak menanggapi.
Terkadang aku berpikir, Chanhee itu batu atau apa? Apa ia tidak merasakan apa-apa? Apa semua perlakuan buruk itu tidak menyakiti dirinya? Tidak menyakiti hatinya?
Bahkan hanya melihat saja sudah mampu membuatku mengepalkan tangan ingin membalas. Lalu, aku teringat bahwa sama seperti mereka, aku tak ada bedanya.
Meski banyak hal tentang dirinya yang kuketahui, pada akhirnya... mengikuti gadis baik ini adalah sesuatu yang mungkin akan menjadi sebuah penyesalan yang akan mengikutiku sampai mati.
Satu kata yang selalu ingin kugaungkan agar ia mendengarnya adalah, "Maaf."
Maafkan aku untuk segalanya, Chanhee....
*
"Kenapa kau mengikutiku?"
Juyeon terkesiap, dengan canggung ia pun mengembalikan buku yang sedari tadi menemaninya menjadi penguntit. Di hadapannya, yang hanya terpisah rak berisi jajaran buku-buku usang, wajah cantik Chanhee terlihat sedikit mengintip.
Mengumpulkan keberaniannya, Juyeon berjalan memutar, dan begitu tiba di depan Chanhee tanpa penghalang, ia segera mengulurkan tangan.
Chanhee hanya melirik sebelum kembali membuka suaranya. Suara khas anak gadis yang halus dan lembut. Suara yang membuat Juyeon menyesali, mengapa tak sedari dulu ia mendengar alunan merdu ini.
"Apa yang kau inginkan dariku?"
Sebuah pertanyaan aneh yang membuat dahi Juyeon berkerut karena bingung. Seakan-akan siapapun yang mendatanginya pasti karena sebuah tujuan dan bukan karena ketulusan.
Menyimpulkan begitu, Juyeon berharap bahwa asumsinya tidaklah benar.
Chanhee... tidak semenyedihkan itu, 'kan?
Uluran tangannya tak berbalas, namun Juyeon tak merasa sedikitpun sakit hati. Dengan gerakan canggung, ia pun menarik tangannya dan mengusap tengkuknya. Setelah itu, tentu saja ia mencoba peruntungannya.
"Chanhee-ssi, apa kau... mau berkencan denganku?"
Juyeon memandang Chanhee, menanti. Raut dingin dan datar itu tidak berubah. Begitupun dengan tatapan sendunya. Aura yang dingin, namun menyedihkan. Perasaan itulah yang selalu Juyeon rasakan setiap kali ia berada dekat dengan Chanhee.
Mungkin Chanhee bersikap seperti ini bukan karena hidupnya tak terasa berat... tapi, mati rasa. Terlalu banyak sakit yang mendera hingga tak lagi mengerti luka bagian mana yang tengah ia rasa.
Benarkah itu yang terjadi pada gadis ini?
Lalu, haruskah ia mencari tahu? Apakah itu akan membantu mendapatkan hati gadis ini? Atau justru membuatnya semakin dibenci?
Tak ingin mengambil risiko yang terakhir, Juyeon akhirnya mengurungkan niat dan hanya akan berjalan sesuai batasan.
Bukankah mendapatkan hati Chanhee adalah tujuannya?
"Apa yang kau sukai dari diriku, Juyeon-ssi?"
Juyeon menunduk. Bukan karena malu atau ragu, ia hanya tengah mencari. Dipandanginya Chanhee dengan dalam. Hanya butuh waktu sepuluh detik baginya untuk mengerti.
"Wajahmu dan matamu, Chanhee-ssi." Untuk hal ini, Juyeon berani berkata yang sejujurnya.
Tanpa senyum, Chanhee berbalik.
"Tunggu! Jadi, apa kau menerimaku?"
Entah bagaimana ekspresi Chanhee saat ini, namun begitu suaranya mengalun, Juyeon tak mampu menghilangkan senyum di wajahnya hingga hari berikutnya tiba.
"Besok... kau bisa menjemputku, 'kan?"
Note: Jika saat kalian baca cerita ini dan kalian mikir mirip sama cerita seseorang. jawabannya ya bener karena aku remake cerita ini dari NoonaMVP dengan judul yang sama yaitu 'Love Story'
Kalian bisa langsung baca juga cerita aslinya disana, aku hanya merubah nama cast nya dan ini cerita aslinya adalah BxB aku ubah menjadi BxG tapi gender switch.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story - JuNew [✓]
Horror"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Juyeon meraih tubuh Chanhee, membawanya ke dalam dekapannya. Dipeluknya erat, diciuminya dahi juga surai kelam milik Chanhee. Lembut dan penuh kehangatan. Semua perlakuan manis yang selalu berakhir dengan...