Kencan & Bencana

257 30 5
                                    

Setelah pertemuan kami di perpustakaan waktu itu, hubunganku dengan Chanhee berkembang cukup signifikan.

Berangkat dan pulang bersama, belajar bersama, bahkan melakukan hal-hal menyenangkan bersama.

Chanhee... tidak sepolos yang aku pikirkan sebelumnya.

"Ahh... Juyeon, jangan-"

"Hm?"

Chanhee mendorong kepalaku yang sejak tadi mengendusi lehernya. Sungguh, Chanhee memiliki aroma khas yang membuatku tak mampu menahan diri setiap kali berdekatan seperti ini. Aku bahkan tak peduli jika kami masih berada di sudut perpustakaan sekolah yang sudah sepi.

Kedua telapak tangan halusnya menangkup kedua pipiku sebelum mencium bibirku dalam.

Manis.

Bibirnya begitu lembut, begitupun dengan perlakuannya padaku. Jika saja aku tidak ingat teman-temanku, mungkin aku akan berani mengakui jika aku sungguh jatuh cinta pada gadis ini.

Ciumannya bisa kurasakan perlahan berhenti, dan rasa manis yang mengecap di indera perasaku semakin memudar. Aku tak ingin berakhir secepat ini.

"Juyeon-ssi, ayo pulang."

Aku melihat sekeliling yang sudah sepi. Tak ingin terkunci di dalam sini -meskipun terdengar menyenangkan membayangkan memiliki waktu berdua dengan Chanhee, tetap saja aku tidak ingin terjebak semalaman di tempat yang penuh dengan buku yang sudah usang.

"Chanhee, liburan besok... bagaimana jika kita pergi berdua?"

Dengan rona merah di wajahnya, Chanhee mengangguk.

.

.

.

Dan... di sinilah kami saat ini.

Aku tak menyangka jika ternyata begitu mudah. Benar-benar tak menyangka jika semudah ini membuat Chanhee tertawa.

Aku sempat berpikir bahwa Chanhee berbeda, namun rupanya ia sama saja dengan wanita yang pernah kukencani sebelumnya.

Chanhee menyukai kemewahan yang kutawarkan. Kencan di dalam restoran bintang lima, berjalan-jalan dengan mobil mewah, dan berakhir dengan menginap di villa milikku.

Meski begitu, aku tak masalah. Karena kupikir, ini sepadan dengan apa yang aku dapatkan setelahnya.

Tawa indah yang hanya diperlihatkan untukku. Juga berbagai ekspresi saat aku mulai mencumbu dan menggagahinya di atas ranjangku.

Awal liburan yang menyenangkan bersama seseorang yang sulit untuk didapatkan.

"Chanhee, terima kasih?"

Kupandangi wajah letih yang masih berbalut peluh itu dengan raut puas yang entah mengapa sulit sekali untuk aku tutupi. Chanhee sangat menakjubkan, harus kuakui itu.

"Tidak perlu."

Ekspresi yang tadi aku lihat kini sirna. Padahal, aku sangat menyukainya. Bagaimana dia yang memerah, mendesah, dan berteriak menyebut namaku, aku tak bisa melupakannya.

Wajah dingin itu sudah kembali. Kenapa? Kenapa ia harus menunjukkan wajah itu lagi padaku? Haruskah aku menyetubuhinya lagi agar ia kembali menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya?

"Aku tidak melakukannya dengan percuma, Juyeon-ssi. Jadi, sebelum malam berakhir-" Chanhee menatap tepat ke mata ku, membuat perasaan bersalah tiba-tiba memenuhi dadaku,

"-jika malam berakhir, kau harus melupakanku, melupakan semua ini, melupakan semua waktu yang sudah terlewati antara kau dan aku..."

"Chanhee-"

Chanhee tertawa, dan di telingaku itu lebih terdengar seperti dengusan meremehkan sebenarnya. "Sejak kau mengatakan suka pada wajahku, sejujurnya aku sangat bersyukur untuk itu-"

Ingin aku menyela, namun lidahku pun mendadak kelu. Jadi, kuputuskan untuk menunggu.

"-karena itu artinya aku tak perlu menggantungkan harapanku terlalu tinggi padamu. Sejak awal, ini kan yang kau inginkan? Seks denganku... apa kau senang sudah mendapatkannya?"

Seperti tertusuk sebilah pedang tajam, kata-kata itu mengenai tepat di ulu hatiku. Tempat dimana nuraniku berada. Dan sekarang ia tengah terluka. Hati kecilku menderita.

"Chanhee-ah..."

Hanya saja, otakku tidak mampu merespon teriakan hati kecilku. Karena begitu Chanhee selesai mengatakan semua itu, aku justru semakin ingin menghabisinya malam ini. Menikmati apa yang ia miliki untuk diriku sendiri. Semua yang ada pada dirinya membuatku tak bisa berhenti.

Aku kehilangan akal, dan begitu fajar tiba, barulah aku tersadar bahwa hanya butuh waktu satu malam bagiku untuk menghancurkan masa depan Chanhee. Seseorang yang tanpa aku tahu sudah melekat erat di dalam hatiku.

*


Juyeon memejamkan mata. Sungguh ia tak sanggup melihat betapa bejat dirinya malam itu.

Di bawahnya Chanhee sudah kepayahan, dan seolah tuli ia tetap meneruskan nafsu sesatnya.

Suara merdu yang seharusnya hanya menjadi miliknya kini memenuhi kamar Kevin. Desahan dan teriakan malam itu, kini dilihat oleh semua teman-temannya sebagai bukti.

Kevin menggeleng pelan sebelum mematikan televisi berukuran besar yang sedari tadi menunjukkan video dirinya dengan Chanhee malam itu.

Decakan Kevin terdengar. Sementara Younghoon dan Sunwoo hanya bisa menatap Juyeon tak percaya.

"Tentu saja, hanya kau yang bisa menaklukkannya."

Kemenangan yang terasa seperti sebuah kekalahan, baru kali ini Juyeon rasakan. Ia melihat Kevin mengambil salah satu kunci mobil mewah yang menjadi koleksinya dan memberi secara percuma pada Juyeon.

"Selamat ya, Juyeon-ssi." Kevin tertawa setelah menirukan suara Chanhee yang membuat Juyeon ingin sekali menghajarnya. Namun, ia tersadar bahwa disini... dia lah bajingannya.

Tentu saja, tubuh Chanhee hanya seharga dengan mobil mewah koleksi milik Kevin, yang sebenarnya mampu ia beli sendiri.

"Juyeon, kau... benar-benar seorang bajingan."

Love Story - JuNew [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang