12. Na Jaemin

1.3K 215 3
                                    

Renjun tersenyum getir kala melihat Jaemin berlari dengan tergesa meninggalkan kelas saat bel istirahat baru saja berbunyi. Ia pikir, inilah saatnya. Saat di mana semua orang meninggalkannya, termasuk Na Jaemin. Tidak apa, Renjun sudah terlalu terbiasa dengan ini semua.

Menghela napas dalam, pemuda Huang tersebut mengambil bekalnya, lalu berjalan dengan cepat menuju tempat favoritnya — halaman belakang sekolah.

Duduk di kursi panjang yang ada di sana, air matanya menerobos keluar tanpa di minta.

Ada pepatah yang mengatakan jika semua yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya hanya bersifat sementara. Ya, Renjun tahu itu. Tapi, tidak bisakah dirinya mengecap kebahagiaan walau hanya sekejap? Rasanya, waktu dua bulan ini terlalu singkat, dan ia ingin memiliki waktu lebih banyak bersama orang yang di sayanginya — Na Jaemin.

Jemari lentik itu mengusap kotak bekalnya pelan. Niat awalnya, Renjun ingin sekali membagi makanan ini dengan Jaemin, tapi tidak bisa karena si bungsu Na tersebut meninggalkannya.

Baru saja Renjun akan menyuapkan tteok (kue beras) ke dalam mulutnya, saat pundaknya di tepuk oleh seseorang dari belakang.

"Kenapa meninggalkan ku lagi, Njun?"

Renjun kaget. Jaemin ada di sana, di belakangnya dengan bibir mengerucut sebal yang terlihat begitu lucu di matanya. Tapi, kenapa Jaemin ada di sana? Bukankah... Anak itu juga meninggalkannya?

Mencoba menghilangkan ekspresi terkejutnya, Renjun menaikan sebelah alisnya. "Na, sedang apa kau di sini?"

Kini, giliran Jaemin yang menaikan alisnya. "Apa maksudmu? Tentu saja aku ke sini karena kau juga ada di sini," jawabnya. "Njun, dengar. Di mana ada Huang Renjun, maka di situ juga ada Na Jaemin."

Kalimat sederhana yang berhasil membuat sudut bibir Renjun tertarik ke atas.

Jaemin duduk di samping Renjun, hingga sekotak tteok tersodor tepat di depan wajahnya.

"Terima kasih," ucapnya sebelumnya mengambil satu butir tteok dari tangan Renjun, lalu memakannya dengan lahap.

"Njun, besok, ayo makan siang di sini lagi. Aku akan meminta mama untuk membuat bekal untuk kita berdua."

Yang bisa Renjun lakukan hanya tersenyum. Entah harus dengan cara apa lagi ia bersyukur pada Yang Maha Kuasa karena telah mempertemukannya dengan sosok Jaemin yang begitu baik. Namun, senyum manis itu sirna saat ucapan Haechan tempo hari terngiang di kepalanya. Renjun menunduk dalam. Ia bahagia karena Jaemin selalu ada bersamanya, tapi di balik kebahagiaannya, ada orang lain yang menderita karena seseorang telah mengambil sahabat mereka.

Renjun tahu bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang yang disayangi karena ia sudah sering mengalaminya. Dan sekarang, dirinya malah berperan menjadi orang yang merebut seseorang dari orang lain dengan begitu kejamnya. Sungguh, ia tidak bermaksud seperti itu. Yang diinginkan hanyalah berteman dan hidup dalam keramaian, tapi kenapa begitu sulit?

"Njun? You okay?"

Jemari mungil itu di sentuh oleh jemari milik Jaemin.

"Na," begitu sulit untuk mengatakan ini semua karena jujur saja, Renjun masih belum siap dan tidak akan pernah siap untuk kehilangan Na Jaemin dalam hidupnya.

"Kenapa?"

"Sepertinya... Mulai sekarang kita harus menjaga jarak."

Di tempatnya, Jaemin terkesiap. Tidak terlalu mengerti dengan penuturan Renjun barusan. "M-maksudnya?"

Renjun bungkam, tidak tahu harus bagaimana mengatakannya pada Jaemin. Ia tidak ingin menjadi seorang pengadu, namun juga tak bisa menahan ini terus menerus seorang diri.

Precious✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang