1| Gerimis

152 14 0
                                    

             "Sampai ketemu besok," seru gadis itu sambil melambaikan tangan ke arah rekan satu kerja yang telah duduk manis di atas motor. Siap meluncur meninggalkan pelataran parkir Grand Mall Palu.

Baiklah, sekarang gadis itu berdiri sendiri di luar gedung mall masih mengenakan seragam salah-satu toko kosmetik tempat ia bekerja sambil menatap sekitar. Lalu menghela napas panjang.

"Gerimis lagi. Padahal hujannya baru redah sebentar," gumam gadis itu, bernada mengeluh.

Trotoar tempat gadis itu berpijak basah oleh sisa hujan sejak pagi tadi, pantas saja ia merasa atmosfir di sekitarnya sedikit berbeda dari biasanya. Di seberang jalan pedagang kaki lima mulai menyalakan lampu di gerobak mereka. Sementara mobil-mobil yang memadati badan jalan membunyikan klakson ketika lampu berubah hijau.

Gadis itu merapatkan cardikan rajut dengan bahan tebal di tubuh sambil berdiri di tepi zebra cross menunggu lampu merah menyala--agar ia bisa segera berlari ke seberang--ke arah halte bus di mana beberapa orang telah lebih dulu mengisi bangku besi di sana.

Dia Putri Ayara Sari. Biasa disapa Ayara dan orang yang telah akrab akan memanggilnya dengan sapaan ...

"Ara!"

Nah, seperti cowok yang baru saja menghentikan laju motor maticnya di depan halte.

"Ayo naik!" Cowok itu mengedikkan dagu--isyarat agar Ayara mendekat--sambil melempar helm ke arah gadis itu.

"Refleks yang bagus. Mungkin kamu bisa ganti profesi jadi kiper kalau bosan kerja jadi karyawan toko make up!" Cowok itu mulai berceloteh setelah Ayara dengan sigap menangkap helm yang dia oper dengan cara melempar.

"Toko kosmetik, bukan make up!" Ayara meralat dengan raut kesal sambil mengenakan helm.

Oh, ayolah. Ayara paling benci menjadi pusat perhatian. Dan sekarang ia tidak bisa menghentikan orang-orang di halte ini agar berhenti menatapnya dengan raut terkejut, tatapan aneh, heran, terpukau atau apalah itu--karena menyaksikan interaksi ia dan cowok ini.

"Kamu bisa memberikan helmnya tanpa harus melempar seperti itu!" Ayara mulai mengomel. Tentu saja Alfa--sepupunya itu tidak peduli.

Baru saja pinggul mendarat di jok belakang, Alfa lantas tancap gas. Hari ini terhitung sudah dua kali Ayara mengumpat dalam hati karena ulah Alfa. Bagaimana tidak, cowok itu mengendarai motor maticnya dengan kecepatan penuh. Menyelip gesit di sela-sela kendaraan lain dengan lincah. Namun, yang dirasakan Ayara bahwa ia akan mengalami kecelakan. Jantung gadis itu berdebar kencang tiap kali Alfa membelokan motornya ke kiri--lalu kanan dan parahnya lagi Ayara merasa bahwa motor matic Alfa hampir tanpa jarak dengan mobil yang disalipnya.

"Ya Allah, selamatkan aku kali ini." Ayara berdoa dalam hati sambil menarik kuat hoodie abu-abu bagian pinggang yang dikenakan Alfa.

Hingga akhirnya motor matic yang diberi nama Bang Jago oleh pemiliknya--yang ditumpangi Ayara pulang berhasil terbebas dari jerat kemacetan. Alfa mendesah panjang ketika motor matic tercintanya meluncur mulus di jalanan yang lumayan lengang.

Duk!

Ayara menggetok helm Alfa dengan tinju. "Kita hampir saja ketemu Malaikat Maut ... sialan!" Kali ini gadis itu tidak bisa menahan hasratnya untuk memaki.

Seperti biasa, Alfa tidak peduli. Ia malah mengeluarkan derai tawa. Tetapi berkat cowok ini pula Ayara bersyukur dalam hati karena sampai rumah belum sampai tiga puluh menit.

-

       Seperti malam sebelumnya sejak saat Ayara beranjak remaja. Gadis itu hanyalah manusia biasa dengan kepribadian introvert yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah--jangan sebut Ayara anti sosial karena buktinya ia masih mau bersosialisai dengan berangkat bekerja dan mempunyai beberapa teman. Ya, hanya beberapa. Tidak banyak.

Menjadi pegawai di sebuah toko kosmetik yang berdomisili di salah satu mall kota Palu sejak lulus SMK. Rutinitas? Tentu saja sepulang bekerja Ayara akan istirahat di dalam kamarnya setelah makan malam dan tidak akan keluar ke mana-mana lagi--kecuali Ayahnya dengan iseng memutuskan sambungan wi-fi. Maka dengan sangat terpaksa Ayara akan keluar dari tempat semedinya dan memperbaiki yang salah.

Membaca buku sambil mendengarkan musik melepas penat, itu yang biasa Ayara lakukan sampai larut malam. Dan akan tertidur jika pelupuk matanya terasa berat. Lalu besok pagi, ia kembali terjaga dan berangkat bekerja. Begitu setiap harinya.

Tidak ada yang istimewa, bahkan semuanya terasa datar dan membosankan. Tetapi mau bagaimana lagi? Bagi Ayara, inilah hidup, semua akan terasa membosankan pada waktunya.

Dia hanya perlu menjalani, menikmati dan mensyukurinya.

***

       Malam ini setelah puas menonton sebuah film bergenre thiller di notebook Ayara memilih berselancar di sosial media. Tepatnya facebook-- sosmed yang jika wujudnya adalah sebuah ruangan mungkin sudah berdebu karena lama terbengkalai. Terhitung sudah sekitar lima bulan sejak Ayara terakhir membukanya. Setelah memasukkan email, password dan berhasil login, satu pesan masuk ke massenger.

Gita Utari, nama akun seorang teman yang mengirimkan chat. Dia teman lama. Dan Ayara merasa agak aneh karena tiba-tiba dia dihubungi setelah lost contat dan tak bertemu  bertahun-tahun sejak lulus SMP.

Gita Utari : 'Boleh kirimkan nomor WhatsAppmu? Kamu belum  bergabung di grup Alumni 9B.' Isi chat yang dikirim sekitar dua bulan yang lalu.

Grup Alumni 9B? Ayara mengernyitkan kening.

Agak berat hati gadis itu saat mengetik dua belas digit kontak WhatsApp. Masalahnya adalah, ia tidak sembarangan memberikan nomor teleponnya kepada orang lain. Hanya keluarga yang tahu nomor WhatsApp gadis itu serta dua teman satu kerja yang akrab dengannya. Itu saja.

Namun, tidak apalah.

Setelah membalas chat dari Gita, Ayara segera offline dari facebook. Gadis itu menoleh ke arah jarum pendek jam beker berbentuk kucing di atas meja. Tepat di pukul 22. 30.

Rasa kantuk pun mulai menyerang, mendorong Ayara untuk segera naik ke tempat tidur dan memejamkan mata rapat-rapat setelah hangat selimut mendekapnya.

***

         Ayara mematut diri di cermin. Setelah memastikan rambut panjangnya telah terkuncir rapi gadis itu segera berlari keluar kamar.

"Pergi dulu, Mah." Tak lupa ia pamit kepada sang Mama sambil mencium punggung tangannya.

Sementara di depan pagar rumah, Alfa sudah membunyikan klakson motor matic andalannya--Bang Jago-- berulang kali. Seolah ia tengah memainkan alat musik piano dan membuat nada tak beraturan-- menyiksa pendengaran.

"Berisik!" Ayara refleks memukul helm yang melindungi kepala Alfa. Lalu naik ke jok belakang dan secepat itu pula cowok itu tancap gas dengan kecepatan penuh.

Di perjalanan, Ayara mengaktifkan ponsel yang sudah mati sejak semalaman. Layar kemudian menyala selang beberapa detik disusul denting notifikasi dari aplikasi WhatsApp.

Tumben sepagi ini ada yang mengirim chat kepada Ayara. Setelah dibuka, ternyata notifikasi dari sebuah grup.

Gita Utari telah menambahkan anda.

Ayara telah bergabung di grup Alumni 9B. Pesan di sana sudah bertumpuk hingga ribuan. Dan Ayara tipe orang yang terlalu malas untuk membuang waktu membuka dan memanjat chat dari awal. Juga dia merasa terusik oleh denting notifikasi yang membuat ponselnya menjadi benda paling berisik. Hingga tanpa pikir panjang gadis itu memilih
membisukan pesan.

Lalu ponsel Ayara tenang seperti biasanya.

***

To Bee Continued ...

Ayara STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang