2| Perahu Kertas

69 13 1
                                    

           

                          Tanpa Ayara ketahui di grup alumni 9B yang ia bisukan, teman-temannya sibuk membahas banyak hal. Salah-satunya Almarhum teman sekelas bernama Okta Aditya yang menjadi korban bencana gempa dan tsunami Palu 28 september 2018 lalu.

Ayara cukup mengenal sosok Adit--begitu biasa Ayara menyapanya. Mereka beberapa kali bergabung dalam satu kelompok belajar. Dan yang paling berkesan dari Adit seratus perahu kertas warna-warni yang ia buat saat mereka praktek mapel kesenian---saat itu Ayara dan Adit satu kelompok dalam pelajaran tataboga.

Bagi Ayara sosok Adit adalah salah-satu nama murid laki-laki di kelas yang tidak perlu ia hindari atau takuti--mungkin lebih tepatnya 'tak suka'--karena Adit bukan murid badung yang banyak tingkah. Bahkan ia sering dijadikan bahan olok-olokan karena penampilannya culun.

'Al-fatiha untuk Adit. Semoga tenang di sana.'

'Aamiin. Kasian banget dia, sampe sekarang jasadnya belum ditemukan.'

Lalu disusul ucapan bela sungkawa dari seisi grup yang malam itu teringat akan sosok Adit dan segala kenangannya semasa SMP dulu.

Tiba saat pergantian topik di mana seisi grup membahas tentang rencana reuni yang akan diadakan dalam waktu dekat. Semua orang bersuara, kecuali Ayara. Jangankan ikut nimbrung membahas reuni atau memberikan usul masukan tentang tempat--di mana baiknya reuni diadakan--bahkan gadis itu tidak mengetahui bahwa teman-temannya sedang membahas hal itu.

Ayara terlonjak kaget ketika seseorang dari arah belakang menepuk sebelah pundaknya pelan. Gadis itu menoleh dan mendapati Aliya telah berdiri di sampingnya.

"Kamu nggak mau ikut? Kita makan dulu terus ke tempat karaoke, malam minggu loh ini Ra. Waktu yang tepat untuk anak muda kayak kita cari hiburan, siapa tahu nemu cogan atau duda kaya." ajak Aliya.

Ayara mengulas segarias senyum sambil menggeleng pelan sebagai tanda penolakan halus. "Maaf, hari ini aku capek. Lain kali saja deh." Gadis itu lalu mengenakan cardigan dan menyampirkan tas selempang, sebelum akhirnya mengikuti teman seprofesinya turun ke lantai dasar Mall.

Teman-temannya membelokan kaki ke sebuah kafe. Dan Ayara melangkah keluar gedung Mall, lalu menyetop sebuah angkot tak selang beberapa menit setelah ia berdiri di trotoar seorang diri.

***

         Ayara menduduki kursi di balik meja yang menghadap langsung ke jendela kamar. Ia memusatkan perhatiannya untuk menikmati pemandangan malam hari di luar rumah--di mana lampu dari rumah para penduduk Desa terlihat seperti hamparan kunang-kunang, atau kendaraan yang melintasi jalan poros, atau juga perahu nelayan yang terlihat tengah melaut dan memancarkan cahaya terang dari lampu pijar, pemandangan kota seberang di mana lampu dari gedung berkerlap-kerlip seperti bintang. Sayang sekali, semua pemandangan ini tidak disempurnakan oleh langit yang malah tampil polos tanpa bintang dan bulan. Hampa.

Ayara bersyukur sekali, sebab rumah sederhananya di bangun di Desa bagian ujung di belakang di mana lingkungannya lumayan lengang dan tak banyak tetangga. Rumahnya terlihat paling mencolok jika diamati dari jalanan--tentu saja bukan karena rumah itu berlantai dua dengan loteng berdinding papan kayu jati hingga sekilas terlihat mirip rumah orang Jepang--yang dialih fungsikan sebagai kamar tidur. Atau halaman hingga tembok bagian depan yang dijalari bunga hias aneka warna, bukan. Semua itu karena rumahnya terlihat paling tinggi bahkan mengalahkan rumah tiga lantai Kepala Desa--sebab rumah Ayara berdiri di atas dataran tinggi.

Ayara nengembuskan napas--jenuh. Ditariknya tangan kanan yang semula menopang dagu lalu melakukan peregangan sebentar, sebelum akhirnya meraih ponsel yang tergeletak tak jauh darinya.

Menonton story WhatsApp yang tak sampai dua puluh kontak dan mayoritas isinya adalah keluarga. Ayara kemudian iseng membuka grup alumni 9B yang sempat dibisukan dan ia agak terkejut ketika salah satu penghuni grup mengirimkan foto kebersamaan di acara reuni yang baru diadakan ... Ayara kembali memanjat pesan beberapa jam lalu. Tepatnya sekitar pukul setengah tujuh malam--di grup teman sekelasnya telah bersiap mengunjungi sebuah Cafè di daerah Donggala.

Baiklah, silakan salahkan Ayara karena kurang update dan sangat malas memantau grup hingga ia tidak tahu bahwa hari ini--tepatnya malam minggu--teman-temannya mengadakan reuni. Disamping itu Ayara bersyukur atas ketidaktahuannya, karena ia tidak perlu mencari alasan untuk menolak ajakan reuni. Sejak awal memang gadis itu tidak tertarik. Baginya percuma reuni, jika sahabatnya semasa SMP dulu tidak ikut. Hana kuliah di luar kota--tepatnya di Makasar. Dan Lita yang sudah berumah tangga.

Mata jeli Ayara yang masih men-scrol chat di grup tidak sengaja membaca satu chat singkat yang lantas membuat jantung gadis itu berdegup keras.

Deg.

'Save WA saya teman-teman. Semua harus save yah! Nggak ada yang boleh nolak!'

Lalu respons penghuni grup beragam, pastinya tidak ada yang menolak karena hampir semua membalas.

'Iya.'

'Oke.'

'Baiklah sayang.'

'Yoi brother!'

Dan Ayara baru menyadari, hanya ia satu-satunya penghuni grup yang tidak merespons. Bagus, perasaan Ayara mulai tidak enak!

Satu notifikasi chat masuk dari nomor tidak dikenal.

'Save Danudara Renjana.' Isi chat tersebut. Ponsel Ayara tergelincir dari genggaman tangannya. Beruntung saja karena hanya terbentur meja yang tak seberapa jauh jaraknya.

Ayara bereaksi seperti orang yang baru saja disambar petir siang bolong. Ia lantas terpaku di tempat duduknya selama beberapa detik. Gadis itu butuh waktu untuk meredam jantungnya yang berdetak bertalu-talu.

Danudara Renjana.

Ayara mengulang-ulang nama itu di kepalanya. Hanya butuh tiga detik sampai ia mengingat siapa sosok Danudara ini.

Dengan tangan gemetar Ayara mengetik balasan.

'Oke.' Singkat, padat dan terkesan jutek.

Ayara menunggu chat-nya dibaca dengan gelisah. Namun, setelah centang abu-abu dipojok kanan menjadi biru, tidak ada tanda-tanda chatnya akan dibalas karena tidak ada kalimat 'sedang mengetik' tertera di layar. Dengan kata lain, hanya diread.

Perasaan aneh itu muncul di hati Ayara. Ia kecewa. Sementara sisi lain di lubuk hatinya menepis setengah mati, bahwa ia tidak berharap lebih dari orang itu.

Setelah itu penonton story Ayara bertambah satu. Begitu pun sebaliknya, ada dua puluh satu story yang ditonton Ayara setiap malamnya. Dan kalian tahu bagian teranehnya?

Ayara merasa bahwa Danudara Renjana memantaunya, karena nama itu selalu muncul pertamakali selang beberapa detik ia membuat story.

Seperti tengah malam pada 01. 30. sekarang ini. Ayara memposting story WhatsApp berupa video penggalan lirik lagu dari Pastlives-sapientdream.

'Don't wake me up i'am not dreaming.'

'Past lives could'nt ever hold me down.'

'Lost love is sweeter when it's finally found.'

'I've got the strangest feeling'

***

Ayara STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang