Terulang dan Berulang

11 2 0
                                    

"kenapa tuhan berlaku tidak adil? Kenapa kesialan ini datangnya harus kepadaku? Seburuk itukah hidupku?"

---------------------------------------------------------

Aktivitas kota Singapura yang tetap begitu sibuk dan ramai meskipun waktu sudah menunjukan pukul 23.37, dengan lelahnya seorang pria muda berjalan dengan tertatih dan seperti sudah ingin pingsan sambil menggendong tas yang sangat berat, untuk pulang ke apartemennya. Banyak hal yang terjadi pada Aiden hari ini, baik saat ia kuliah maupun kerja sambilannya.

"Ya ampun, makin kacau saja hari ini. Pertama aku terlambat naik bus kampus, jadinya aku harus jalan dan berlari karena sudah sangat terlambat. Kedua gara-gara itu aku terlambat masuk kelas pagi, walaupun hanya terlambat 17 menit tapi tetap saja, itu sudah sama dengan seperempat jam."gumamnya.

"Ditambah lagi kenapa hari ini banyak sekali pembeli di toko?, mana hari ini Lei dan Evan tidak bekerja. Mana bisa aku merangkap pekerjaan 2 orang sekaligus, pekerjaanku sendiri saja sudah kesusahan, sekarang kesialan apa lagi? Tak bisa lebih buruk lagi kah?." sambungnya dengan kesal.

Memang sulit hidup di negeri orang, apa lagi hidup sendiri, tidak ada sanak keluarga di sana. Aiden terus berjalan terus hingga hampir mendekati rumahnya yang berada di salah satu apartemen mahasiswa di kawasan West. Setelah sampai di depan rumahnya, ia merogoh sakunya dan mencari kunci rumahnya, tetapi ia tak menemukannya. Kemudian, ia menurunkan tasnya yang sangat berat untuk mecari kunci apartemennya, tetapi sama saja hasilnya nihil.

"Kemana benda itu? mana mungkin juga ak meletakkannya di tas ini" sambil merogoh tasnya
"Kenapa tidak ada sih? bagaimana aku masuk ke apartemen kalau tidak ada benda payah itu, mana hari sudah malam?" gumamnya dengan nada sedikit kesal sambil terus mencari kunci yang hilang entah kemana.

Tak lama datang lah seorang ibu tua yang berpakaian piyama berwarna biru dan memakai sandal merah jambu. Rupanya ia adalah pemilik apartemen-apartemen, termasuk yang ditinggali oleh Aiden.

"Kenapa nak? ada masalah dengan pintu itu?" tanya si ibu tua itu.

"Ah.. Tidak kok, hanya saja saya lupa menaruh kunci apartemen dimana." jawab Aiden.

"Berapa nomor apartemenmu, nak?" tanya si ibu tua lagi.

"Ehm... 159" jawabnya dengan sedikit ragu dan takut.

"Oh... Begitu, ini kunci apartemenmu, kau meninggalkannya. Tadi pagi kau kelihatan terburu-buru sampai-sampai lupa mencabut kunci dari gagang pintu." jelasnya si ibu tua sambil memberikan kunci yang memiliki gantungan kunci boneka seekor kucing tabby.

"Ah.. Baiklah, terima kasih bu, maaf sudah merepotkan." jawabnya sambil menerima kuncinya.

"Iya nak berhati-hatilah dan jangan sampai lalai seperti tadi." pinta ibu tua dan pergi ke arah lift.

Aiden lalu masuk ke apartemennya dan langsung menuju kamarnya dan berganti pakaian, lalu membantingkan dirinya ke tempat tidurnya yang sangat nyaman baginya, dan bersiap untuk tidur.

"Semoga, tidak ada lagi kejadian hari ini atau jika bisa tidak ada lagi hari ini." Aiden berharap dengan sedikit jengkel.

Belum sempat pandangan Aiden gelap karena terpejam, ponselnya berdering sangat keras sampai-sampai rasa kantuknya buyar begitu saja.

"Ya, Hallo?" Aiden menjawab panggilan telepon itu dengan agak sedikit marah karena mengganggu tidurnya.

"Aiden, kamu itu bekerja sambilan bukan?, jam berapa masuk kerjanya?" tanya seseorang di telepon itu.

"Iya, jam 4 sore." jawab Aiden.

"Kalau begitu datang lah ke kampus jam 8 pagi, saya ingin bertemu denganmu." kata seseorang di telepon itu

"Baiklah." jawab Aiden.

Kemudian nomor yang sama mengirim pesan "Auditorium utama 8.00 Pagi."

Kemudian Aiden menutup telepon dan mencabut baterai ponsel nya, agar tidak ada panggilan yang masuk dan ia bisa tidur nyenyak. Tetapi ia baru menyadari bahwa yang menelepon tadi adalah orang yang tidak ia kenal terlebih lagi suara penelepon tadi seperti suara perempuan yang masih berusia remaja awal, tapi kenapa perempuan itu meneleponnya saat tengah malam, dan bagaimana bisa ia tahu nomor telepon Aiden.

Aiden pun merasa sangat curiga akan hal tersebut terlebih lagi, Aiden adalah orang yang pendiam dan merupakan mahasiswa pertukaran pelajar dari Indonesia.

Sampai pagi ia masih dihantui oleh rasa penasaran bercampur aduk dengan was-was dan curiga, karena ia masih belum tahu apa-apa tentang negara yang ia tinggali terlebih lagi ia merupakan pendatang.

Paginya ia bangkit dari tempat tidur, kemudian ia mandi dan membuat sarapan. Ia masih kebingungan dengan telepon semalam, tak lama ponselnya berbunyi lagi dan membuatnya terkejut.

"Halo? Ibu apa kabar" Aiden mengangkat telepon yang ternyata dari ibunya.

"Baik nak, kamu sehatkan? Bagaimana kehidupan disana?" tanya ibunya.

"Baik ibu, kehidupan di sini lumayan menyenangkan." jawab Aiden walaupun kenyataanya berbeda jauh.

"Oh, ya sudah kalau begitu, sehat terus ya anakku, belajarnya sungguh-sungguh dan adikmu titip salam, dia sering menangis ingin bermain bersamamu sejak kamu pergi 4 bulan yang lalu." pinta ibu.

"Iya bu, ibu juga jaga kesehatan, dan bilang kepada adik bu, bahwa ia juga harus terbiasa hidup mandiri." jawab Aiden.

Aiden menutup ponsel dan melihat jam nya sudah tepat pada pukul 7.51, ia harus berangkat dan bergegas untuk mencari tahu siapa yang menelponnya pada malam dan dari mana ia dapatkan nomor telepon Aiden.

I'm a child of the worldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang