0.1 Gombalan Bina

23 5 0
                                    

"Lo kenapa selalu ngikutin gue, sih?" tanya Erlan kesal seraya menghentikan langkahnya dan menatap gadis yang sedari tadi mengikutinya dengan tatapan datar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo kenapa selalu ngikutin gue, sih?" tanya Erlan kesal seraya menghentikan langkahnya dan menatap gadis yang sedari tadi mengikutinya dengan tatapan datar.

"Karena gue mau," jawab Bina dengan entengnya.

Erlan kembali melangkah tanpa mempedulikan Bina yang terus mengajaknya berbicara. Ia tak habis pikir, kenapa gadis ini selalu saja mengganggunya.

***

Ini adalah flashback dari kejadian beberapa hari yang lalu. Hari ini, SMA Garuda digegerkan dengan kepindahan seorang gadis dari SMA Bakti. Bukan apa-apa, gadis itu cukup terkenal di beberapa sekolah di Jakarta karena kepintarannya dalam menulis. Ia bahkan berkali-kali menjuarai lomba puisi, menulis puisi, dan lomba-lomba lain yang berkaitan dengan menulis.

"Silakan perkenalkan dirimu!" titah Bu Tria—wali kelas XI Ipa 2—dengan tegas tetapi terkesan lembut.

"Perkenalkan nama saya Bina Anastasya, kalian bisa panggil saya Bina." Gadis berambut lurus tersebut memperkenalkan dirinya.

"Baik, Bina. Silakan kamu duduk di bangku kosong," ucap Bu Tria.

Bina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Ia tersenyum ketika menemukan sebuah bangku kosong di samping seorang siswa yang sedari tadi membaca buku.

Seluruh siswa menatap aneh ke arah Bina, ketika mereka menyadari bahwa meja yang Bina tuju adalah di samping Erlan, siswa yang dikenal culun di SMA Garuda.

"Jangan duduk di sana, mending di samping gue aja." Seorang siswa dengan name tag Rio.

Bina hanya melirik Rio sekilas, lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk menghampiri meja Erlan. Ia pun duduk setelah sebelumnya meletakkan tasnya di meja.

"Hai," sapa Bina seraya mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas.

Erlan hanya melirik Bina lalu kembali fokus pada bukunya. "Lo mending pindah tempat duduk," ujarnya pelan.

"Gue gak mau." Bina bersikeras. Gadis tersebut terus menatap ke arah Erlan. Ia tersenyum seraya berkata, "Gue suka deh sama lo. Lo dingin-dingin gimana gitu."

***

"Ngapain lo ngelamun?" tegur Erlan. Mereka berdua saat ini tengah berada di rooftop.

"Gue lagi bayangin awal kita ketemu. Lucu aja," jawab Bina seraya tersenyum kecil.

Erlan mengangkat satu alisnya. "Gak lucu sama sekali. Gue bahkan berharap pertemuan itu gak ada," ucapnya sinis.

"Kakanda jangan mendzolimi adinda." Bina memegang dadanya, membuat gestur melankolis.

"Sebenarnya lo siapa, sih? Main dateng ke hidup gue, nyusahin."

Bina mendekat ke arah wajah Erlan. Bahkan Erlan sampai harus menahan napas, mengingat jarak wajah mereka yang sangat dekat. "Gue adalah tulang rusuk lo. Mau lihat tulang rusuk gue gak? Biar lo tahu kalau tulang rusuk kita sama."

Erlan kembali bernapas ketika Bina menjauhkan wajahnya. "Lo gila."

"Lan, kenapa sih lo suka ke rooftop?" tanya Bina.

"Di sini gak ada satu murid pun. Tempat paling aman biar gue gak dibully." Erlan menjawab pertanyaan Bina dengan pandangan mata tetap lurus ke depan.

"Kenapa lo gak lawan mereka, sih? Lo harusnya berontak, Lan. Apa lo gak capek dibully terus?" tanya Bina beruntun.

"Males," jawabnya singkat.

Bina membuang napasnya kasar. "Padahal 'kan ...." Gadis itu menjada ucapannya.

"Padahal?" tanya Erlan penasaran. Pria itu menatap Bina dengan lekat. Gadis itu berwajah bulat dengan bola mata lebar, ah jangan lupakan hidung mancung dan rambut hitam yang semakin menambah kecantikannya.

Lamunan Erlan buyar ketika Bina menjentikan jarinya di depan wajah Erlan. "Cie, ngelamun. Pasti ngelamunin gue 'kan?" tebak Bina.

Erlan segera mengalihkan pandangannya seraya berdehem pelan. "Lo belum ngelanjutin ucapan lo." Erlan mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Padahal lo manis."

***

"Erlan, gue nebeng dong. Sopir gue belum jemput." Bina mengimbangi langkah Erlan.

"Nebeng? Gue aja pulang pergi ke sekolah naik angkot, bukan kendaraan pribadi." Erlan tetap melanjutkan langkahnya.

"Ya gue ikut lo naik angkot!"

Erlan tak menjawab ucapan Bina lagi. Percuma ia berdebat dengan gadis berambut sebahu tersebut. Bukan kemenangan yang ia dapat, melainkan tenaganya yang habis. Bina mengekori Erlan dari belakang.

Di dalam angkot, Bina tak henti-hentinya menatap Erlan dengan sebuah senyum. Karena risih, Erlan pun menegurnya. "Lo ngapain senyum-senyum sendiri dari tadi?"

"Menikmati ciptaan Tuhan." Bina menjawab dengan mata yang menatap lekat ke arah Erlan. Erlan yang ditatap demikian pun salah tingkah. Pria itu berpura-pura melihat ke arah jendela.

"Lo tambah manis deh, kalau salting kayak gini."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Fi comeback yuhuuu.
Ada yang kangen ngga?

Jangan bosen nunggu part selanjutnya♡

An: Jangan lupa tekan bintang ya readers FN yang cans dan kyud-kyud ini

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fake NerdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang