TH 05

182 28 0
                                    

Pertemuan

Gun Attaphan menepati janji untuk bertemu dengan Chanya di sebuah restoran pada sore hari.

Akhir-akhir ini Atta merasa badmood, pasalnya kini Perth sudah kerja di tempat teman Napat yang bernama Mean Phiravich. Entahlah, hal itu terasa menyebalkan untuknya, kenapa Perth tidak meminta pekerjaan padanya saja? Kenapa harus pada Mean yang baru saja dia kenal.

"Maaf, apa kau menunggu lama?" Tanya seorang gadis seumurannya.
" Ah tidak, silahkan duduk." Kata Atta ramah.
"Hai sepupu, baru pertama kali kita bertemu." Kata gadis itu.
"Hai juga, aku Gun Attaphan." Kata Atta memperkenalkan dirinya.
"Chanya, aku senang kau tidak menolak untuk kita saling mengenal." Kata gadis itu dengan senyuman.

Di mata Cha, seorang Atta itu sangat mempesona, ia sama sekali tak keberatan dengan rencana perjodohan mereka nantinya.

Sedangkan Atta terlihat sangat menghargai Chanya. Entah dimatanya sosok Cha itu seperti apa, yang jelas ia mungkin tak keberatan jika gadis ini yang akan dijodohkan dengannya.

Setidaknya, keduanya memiliki kesan baik satu sama lainnya di Pertemuan Pertama mereka.

Cukup menjadi alasan untuk mereka bertukar kontak dan merencanakan pertemuan selanjutnya.

...

Di sisi lain, Perth sedang makan malam bersama Mean. Bos barunya menraktirnya, dan itu membuat Perth memiliki kesempatan untuk mengenal lebih dekat Mean si mata bulan Sabit.

Mean itu benar-benar pendiam, tapi entahlah, dia tak menolak keberadaan Perth yang sangat berisik.

Saat keduanya keluar dari tempat makan, Perth melihat seorang gadis kecil yang menyebrang jalan sembarangan, dan secepat nya Perth berlari menyelamatkan gadis itu saat ada Mobip yang hampir menabrak gadis itu.

"Perth." Mean berlari menghampiri bawahannya itu.
"Kalian nggak papa?" Tanya Mean yang masih kaget
Gadis kecil itu menangis karna shock ditambah teriakan Mean yang menakutkan.
"Aku nggak papa, gadis kecilnya juga kayanya gak papa kok." Kata Perth sedikit takut. Karna Mean terlihat marah padanya.

"Om, Ahjin kakinya sakit." Gadis bernama Ahjin itu mengaduh kakinya sakit, Mean pun berlutut untuk mengeceknya. Dan benar saja, lutut gadis itu terluka.

Tanpa pikir panjang, Mean pun menggendong gadis itu.

"Perth, ayo antar gadis ini ke rumah sakit, nanti kita kabari orang tuanya. Kamu yang menyetir." Kata Mean memerintah. Dan Perth pun mengikuti Mean.

Sesampainya dirumah sakit, gadis kecil berumur 12 tahun itu pun ditangani oleh dokter.

Setelah Mean menghubungi orang tua gadis itu, dia duduk di samping Perth.

"Terimakasih, berkat kamu, dia selamat." Kata Mean dengan tulus.
"Aku lega dia baik-baik saja." Kata Perth sembari tersenyum.

Melihat senyum tulus Perth, hati Mean berdesir hangat, membuat ia ikut tersenyum tipis.

"Kamu, serius nggak papa?" Tanya Mean khawatir juga.
Perth menggeleng.
"Aku benar-benar baik kok Phi." Kata Perth.

Mean pun mengacak rambut Perth dengan gemas.
"Syukurlah kalau begitu." Mean tersenyum tulus memandang wajah Perth yang begitu menggemaskan.

Tanpa Mean sadari, kehadiran Perth Tanapon sedikit demi sedikit merubah perasaannya.

Kini Mean bertanya-tanya mengapa seorang Perth bisa membuatnya merasa sehangat ini.

...

Setelah keluarga si gadis kecil berterimakasih pada kedua pemuda itu, mereka pun pamit pergi.

Keduanya pun memutuskan pulang.

"Aku antar ke rumah yah." Tawar Mean.
"Rumahku jauh, kasihan kamu nanti capek." Tolak halus Perth. Tapi Mean tak menerima penolakan, apa salahnya ia hanya ingin tahu tempat tinggal sekretaris barunya itu.

Sepanjang perjalanan, hanya terdengar suara lagu dari radio.

Membuat suasana menjadi canggung.

Perth yang duduk disebelah pengemudi hanya terdiam sambil menatap luar kaca.

Untuk pertama kalinya ia merasa aneh.

Perth pikir, dirinya mulai error.

Sedangkan Mean, entah apa yang terpikir oleh pemuda itu.

...

"Terimakasih Phi sudah mengantarku." kata Perth saat Mean mengantarnya sampai masuk Gerbang.
"Hemb." balas Mean.

Keduanya saling terdiam saat mata mereka bersitatap. Kedua mata hazel milik Perth membuat jantung Mean berdebar tak karuan.

Sedangkan Perth hanya terdiam membiarkan tangan Mean mengusak kepalanya.

"Indah." Gumam Mean tanpa sadar.
"Kamu bicara apa Phi?" Tanya Perth, ia mendengar satu kata yang terucap dari bibir bosnya itu. Namun ia ingin mempertanyakan apa yang indah?

"Ahhh pemandangan malamnya indah, sudah sana masuk, istirahat. Aku pulang." Kata Mean, ia segera menarik tangannya kembali setelah sedikit merapikan poni Perth.

"Hati-hati." Pesan Perth, Mean pun tersenyum lalu masuk ke mobilnya.

Perth masih memperhatikan mobil Mean yang melaju bahkan sampai mobil itu hilang dibelokan.

Perth menyentuh rambut nya yang tadi diacak dan dirapikan Mean. Ia tersenyum mengingat tingkah laku manis Mean padanya tadi.

"Biasanya kalau diperlakukan seperti itu, pasti membuat seseorang merasa soft dan baper. Sayang sekali aku tak bisa merasakannya." Perth menggumam lalu ia pun masuk kedalam Rumah.

Sedangkan diseberang jalan terlihat Mark yang sedari tadi diam memperhatikan interaksi keduanya.

Hatinya berdenyut sakit, ia menyukai Perth, sangat. Tapi baru kali ini Mark merasa cemburu, meski ia juga tahu Perth takkan merasakan apapun.

...

Sedangkan Atta sedang mengobrol bersama papanya.

"Apa kau tak sedih, Perth sekarang jarang ada bersamamu?" Tanya Title penasaran pada Atta yang terlihat murung.
"Entahlah, rasanya memang tak menyenangkan, biasanya dia selalu merepotkan ku, sekarang dia malah jarang memperhatikanku." Kata Atta yang tak mengerti mengapa ia sekesal ini.

Bukannya biasanya juga ia jarang bersama Perth?.

Title menghela nafas panjang.

"Kenapa kau mengijinkannya pergi bekerja jika kau berharap dia selalu bersamamu?" Tanya Title. Ia sendiri tak keberatan Perth kemanapun, asal dia akan kembali pulang.
Toh Perth bukan kucing yang jika kabur akan lupa Rumah.
Dia kan robot yang pandai.

"Dia terlihat sangat ingin aku mengijinkannya." Kata Atta.

Titlr tertawa.

"Sepertinya robot itu mulai berkembang." Kata Title takjub.
Atta melirik ayahnya, menuntut jawaban lebih.
"Robot itu sudah mulai memiliki ambisi dan keinginan. " Kata Title menjelaskan.

Atta terdiam, logikanya sebuah robot mana mungkin akan memiliki sebuah keinginan maupun ambisi.

"Bagaimana mungkin?" Tanya Atta masih menuntut jawaban.
"Entahlah, Ayah juga tak tahu, mungkin saja ada yang mempengaruhinya, membuat dia melakukan apa perintahnya. " Kata Title yang membuat Atta terdiam.

Atta berpikir keras apa penyebab robot yang tak berhati dan hanya bisa dikendalikan ayah maupun dirinya kini mampu melakukan sesuai keinginan robot itu sendiri. Apa benar ada yang mencoba mengendalikan robot itu?

Dan pemikiran Atta buntu pada nama Mean Phiravich.
Sepertinya Atta harus tahu siapa Mean Phiravich itu.

...

...

Tbc

...

Theory (Meanperth) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang