0.1

140 31 16
                                    

sagara biru baru saja menyelesaikan sketsa kasar untuk tugas yang harus dikumpulkan minggu depan. pemuda asli solo itu sesekali mengangguk kecil guna menanggapi apapun yang temannya sampaikan.

"gara, johan ngajak kumpul. kamu bisa po ra?" bagus yang sedari tadi berceloteh tiba-tiba melontarkan tanya. "stres dia jadi penanggung jawab tim-nya buat jogja expo dua minggu lagi."

sagara hela napas, kemudian dengan cekatan merapikan kembali alat gambar miliknya, sesaat setelah lelaki itu membaca deret pesan yang mampir ke ponselnya. "ndak tau e. kayanya aku ada pertemuan sama bu indira. beliau juga udah ngasih tau jam ketemu."

"oh, iya.. seminggu lagi." bagus menepuk keningnya pelan. "terus kamu udah tau belum kalau partnerm-"

"gus, gus.. tak tinggal yo aku musti buru-buru ditungguin mas rendra."

setelah itu tubuh menjulang biru hilang di balik kerumunan. bagus menggelengkan kepalanya, kemudian kembali menikmati semangkuk soto yang sempat dia abaikan demi melepas ocehan-ocehan seputar kejadian yang baru-baru ini terjadi di kampus.

tak lupa putra surabaya itu bergerak cepat untuk membalas pesan salah satu teman yang sayangnya berbeda universitas dengan mereka.

"ohalah sagara nanti kaget ngga ya pas tau partner e siapa?"

doakan saja, gus.

"dirga, bagaimana persiapannya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"dirga, bagaimana persiapannya?"


pertanyaan dari bu indira selaku penanggung jawab atas kegiatan yang berkaitan dengan acara-acara besar yang melibatkan mahasiswanya dan pihak luar membuat empunya nama menghentikan aktivitasnya yang larut dalam penyuntingan proposal. lelaki itu mendongak, kemudian menekuk kedua tangannya saling menumpu. "untuk konsep fotografi sudah mencapai empat puluh lima persen, bu. nanti tinggal penyesuaian konsep dengan interior saja."

wanita dengan aura keibuan itu mengangguk, kemudian tertawa kecil. tak berapa lama, beliau berdiri dan memberi isyarat pada seseorang yang baru saja memasuki area outdoor lantai dua cafe yang mereka tempati.

"selamat siang, bu!"

bu indira tersenyum, "selamat siang. ayo, sini! nah, mumpung sudah ada dua-duanya sekalian ya planning konsep stand nya."

dirgantara mengangguk, sembari mempersilahkan sosok satunya untuk menempati kursi di sebelahnya. awalnya masih terfokus dengan beberapa barang bawaan, begitu netra keduanya beradu pandang,

"lho, sagara/lho, dirgantara?!"

berseru bersamaan dengan raut penuh keterkejutan. berbeda dengan sang dosen pengampu, yang tertawa sambil bertepuk tangan. "bagus kalau kalian saling mengenal."

tegukan saliva dengan pipi merona sari masing-masing mahasiswanya membuat wanita itu kian tertawa.

tegukan saliva dengan pipi merona sari masing-masing mahasiswanya membuat wanita itu kian tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

jam menunjukkan pukul delapan lewat lima menit.

dua tokoh utama kita tengah menikmati keheningan yang menelusup, ditambah sapuan angin malam yang menerbangkan anak rambut masing-masing.

biru tersenyum tipis, sebelum kemudian menyodorkan satu cup berukuran sedang yang berisi coklat panas. "kamu gimana kabarnya?"

dirgantara tersenyum, menggumamkan terima kasih dengan lirih, kemudian pelan-pelan menyesap likuid kental dan keruh yang masih mengepulkan asap tipis. setelahnya, pemuda kelahiran 22 september itu memamerkan senyum lebar. "aku baik, kamu sendiri gimana?"

pemilik nama lengkap sagara biru wilantara tertawa kecil, kemudian menghela napas perlahan. "seperti yang kamu liat," geming merayap sejenak, "kamu nanti aku anter, ya?"

dirgantara mengangguk-angguk, kembali melukis kurva indah yang tanpa sadar mulai mengikis beban dan penat yang menggerogoti sang pemilik nama serupa lautan. senyum manis pun terumbar, kian membuat pipi yang lebih muda terasa terbakar. jantung pun berdegup kencang, berkelakar bersama rasa yang besar.

sebuah rasa yang dulu begitu memenuhi gejolak di dada, dan seakan tergali, muncul kembali. perlahan kepalanya tertunduk, menyembunyikan semburat merah yang mampir dengan tak tahu dirinya di wajah manisnya. "nggak ngerepotin kamu nantinya?"

satu jawaban tegas, kian membuat rasa itu menggelora. "bukan masalah, ra."

selanjutnya jemari keduanya saling bertaut, terayun seiring dengan langkah masing-masing menuju satu-satunya kendaraan roda empat yang terparkir di depan cafe, milik biru tentunya.

lima menit kemudian, mobil tersebut meluncur cepat meninggalkan area cafe. dengan radio yang memainkan lagu yang begitu dikenal keduanya. saling lempar senyum, bilah tanpa tulang masing-masing bergerak, menggumam lirik yang dihapal di luar kepala.

bersamaan dengan debar menggoda juga menyenangkan yang mereka rasakan.

[rambling's area]maaf baru update, dan jelek banget kayanya chapter ini :")

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[rambling's area]
maaf baru update, dan jelek banget kayanya chapter ini :")

oh iya buku ini juga aku jadiin tempat buat nostalgia lagu-lagu lawas yang aku suka. hehe.

krisar diperlukan. terima kasih

sagara dan dirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang