0.3

47 4 0
                                    

cw // harsh word
.
.

"sagara!"

vokal lantang dari bagus membuat empunya nama tersentak dari lamunan. lelaki kelahiran dua puluh maret mengerjapkan matanya kecil, sebelum kemudian memilih untuk menghela napas perlahan. "ngopo, gus?" tanyanya kemudian, abai dengan sagara yang nampak tergopoh.

bagus, sang kawan karib tertawa-tawa, menghampiri si jangkung sembari menyerahkan tabung panjang miliknya. sepertinya berisi rancang bangun sebuah gedung. “malah ngelamun!” arek asli suroboyo menyeletuk santai. “denger-denger partnermu anak fotografi yang famous itu, ya?” usil sudah pasti, tak perlu diragukan lagi.

ndak usah tanya-tanya gitu, lah. kamu wes tau, toh?” sagara sangsi. paham betul betapa tingkah kawannya itu menyebalkan, pantas sebagai ladang untuk ditanami pisuhanㅡsumpah serapahㅡmemang.

“ini tuh konfirmasi, gar. siapa tau kabar burung aja.” wira kekar berkulit khas zamrud khatulistiwa tertawa geli. “eh, dari responmu sih bener ternyata.”

lelaki satunya kedik bahu tegap tak acuh, perlahan meneliti isi benda yang baru diterimanya dari bagus. “wih, bagus juga sketsamu, gus. dak kiro mung iso gambar kartun koe, gus.” (kirain cuma bisa gambar kartun kamu, gus)

bagus yang awalnya berbinar menatap sagara masam, “ancene koyo asu koe!” nah, keluar sudah bahasa yang sebenarnya tidak patut dikeluarkan itu. wajahnya mengerut, dengan mata yang melebar kelopaknya, cukup merasa kesal dengan olok-olok sang sahabat. (emang kaya anjing kamu!)

sagara terbahak, menggulung kembali kertas yang nantinya ia kumpulkan kepada pengampu bersamaan ia yang menyelesaikan proses akhirnya. well, yah memang tugas kelompok, dan kebetulan dirinya satu kelompok dengan yang masih menatapnya sengit sekarang. “yo, wes. aku tak pulang dulu, besok musti balik solo nganterin si bontot.”

bagus menganggukkan kepalanya, melambai malas pada sagara yang masih tertawa-tawa sembari meninggalkannya. “kok iso arek gendeng koyo ngono okeh sek dhemen, yo?” (kok bisa anak gila kaya gitu banyak yang suka, ya?)

ya … kita biarkan bagus larut akan pertanyaan-pertanyaan retorisnya itu.

ya … kita biarkan bagus larut akan pertanyaan-pertanyaan retorisnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kicau burung meramaikan suasana pagi yang asri. sesosok jaka dengan tubuh semampai, serta sabut jelaganya yang berhamburan mengikuti hembusan jumantara. labium serupa apelnya mengembang, mengukir satu kurva manis yang mempertegas betapa rupanya terlihat menawan.

“wih, sagara masih pagi udah senyum-senyum!” celetukan seseorang bertubuh kekar sembari mengeluarkan kuda besi dari garasi rumah mengalihkan atensi yang namanya tersebut.  “koe seneng, tha … ngapelin dirgantara winginan?” (kamu seneng, kan … ngapelin dirgantara kemarin?)

sagara menggelengkan kepala, sedikit heran dengan pemikiran salah satu temannya yang memang luar biasa. selanjutnya yang dilakukan penggemar makanan ringan berbahan dasar tepung itu menggulung selang air yang selesai ia pakai. “johan ki ancene nek ngomong asal crocos wae.” (johan ini memang kalau ngomong asal nyrocos aja). mahasiswa pendidikan desain interior itu selanjutnya mengelap mobilnya hingga kering. “ojo ngono, jo. mbok haruse kamu seng seneng motoran bareng aswa?” (jangan gitu, jo. bukan harusnya kamu yang seneng motoran bareng aswa?)

sagara dan dirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang