10. Before: Sinner - Please, Ignore Him!

2.5K 163 8
                                    

"Ya, melupakan adalah solusi. Dan pergi adalah keputusan terbaik. Seharusnya begitu, tetapi manusia memilih untuk tetap singgah meskipun akhirnya terluka kembali. "

-Sinner-

🍑🍑🍑

Karena Autumn, Austin mendapatkan ceramah dadakan yang sangat panjang dari Xander dan begitu selesai, Austin terlihat menatap tajam Autumn, adiknya itu dan memberi kode seakan, 'kau berurusan denganku'. Saat ini, agenda selanjutnya adalah bakar-bakaran di halaman belakang mansion.

Para pelayan sudah menyiapkan alat pemanggang, sosis, daging sapi yang sudah diiris ukuran sedang, parika, tomat, selada dan masih banyak lainnya. Xander memberi intruksi pada anak-anak lakinya untuk bertugas memanggang, sedangkan para wanita menata meja, kursi dan menyiapkan minuman anggur.

Crystal berniat akan pergi untuk mengambil botol anggur lagi ke tempat penyimpanan, tapi langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya. Lauren. "Crys...."

Crystal berbalik, menaikkan sebelah alisnya menatap Lauren bertanya. "Ya?"

"Mmm, ada yang ingin kubicarakan."

"Tentang?"

"Austin."

"Austin? Ada apa dengan kakakku?" tanya Crystal menulang, berusaha bersikap biasa saja dan tidak merasa terganggu.

"Aku tau, kau dan dia sangat dekat," kata Lauren membuka perbincangan. Crystal masih diam, tidak berniat menanggapi kalimatnya. "Aku pikir, sudah seharusnya kau menjauh dari kehidupannya. Kau tidak mungkin terus bergantung padanya. Lagipula, dia akan menikah denganku. Dan tandanya dia akan memiliki keluarga sendiri. Tidak mungkin, kan, kau akan terus menempel padanya?"

Crystal menaikkan alisnya, tersenyum miring. Tidak merasa tertindas sekalipun dengan kalimat Lauren yang menyindirnya. Kau tidak tau saja aku dan Austin sudah pernah di tahap apa. Batin Crystal terkekeh. "Kau cemburu dengan adik Kak Austin sendiri? Really?" tanyanya ringan membuat Lauren mengepalkan kedua tangannya.

"Aku tidak cemburu, aku hanya mmeperingatkanmu saja," balas Lauren tersenyum. "Aku hanya merasa aneh dengan sikap Austin padamu. Entahlah, apakah kalian memiliki hubungan sehat, aku tidak tau."

Kalimat Lauren selanjutnya membuat Crystal terdiam. Tetapi ia tetap tersenyum, memperlihatkan semua baik-baik saja. Crystal terkekeh. "Oh c'mon apa maksudmu aku memiliki hubungan dengan kakakku sendiri? Itu menggelikan."

Lauren mengedikkan bahunya. "Feeling wanita tidak pernah salah, kan?"

"Karena aku malas berdebat, anggap saja begitu. Lalu intinya, apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Crystal menatap Lauren datar.

"Lupakan Austin dan pergilah jauh darinya."

"Kau belum menjadi bagian keluarga ini saja sudah berani mengusirku, bagaimana jika sudah menjadi bagian dari keluarga Oberoi," sindir Crystal menatap Lauren yang menatapnya geram. "Pergi atau tetap di sini bukan urusanmu."

Setelah mengatakan itu, Crystal memilih pergi menahan gejolak amarah di dalam hatinya. Sedangkan tidak jauh dari tempat Crystal dan Lauren berbincang tadi, Austin berdiri menyaksikan adik dan tunangannya itu berbincang dengan wajah serius dan terlihat sangat sengit.

Di dalam ruangan, di mana tempat penyimpanan stok beraneka ragam minuman anggur berada, yang berada di ruang bawah tanah-Crystal dengan cepat menutup pintunya lalu menuruni tangga sedikit tergesa. Ia menjatuhkan tubuhnya, terduduk di atas lantai, air matanya meluruh seketika. Ia menangis tanpa suara. "Ah, bisa-bisanya dia menggertakku seperti itu! Benar-benar wanita sialan!" rutuk Crystal dengan air mata yang terus terjatuh. Ia merasa kesal dengan kalimat Lauren yang menyuruhnya pergi jauh. Sama saja wanita itu mengusirnya dari mansion ini.

"C'mon ini mansion Daddy dan Mommy. Dia sama sekali tidak berhak mengusirku, sialan!" Lagi, Crystal merutuk dan mengumpat.

Tidak terlihat menyeramkan, malah terlihat lucu ketika Crystal sedang marah. Austin yang berdiri tidak jauh dari posisi Crystal yang membelakanginya itu menggeleng geli. Perlahan, ia menuruni tangga ketika sudah berdiri tepat di belakang gadis itu, Austin tidak langsung bersuara. Ia menunggu kalimat-kalimat umpatan apalagi yang akan dikeluarkannya.

"Dia pikir dia siapa? Belum menjadi istri Austin saja sudah seenaknya, menyebalkan!" Crystal mengusap pipinya yang basah dengan kasar. "Kupastikan jika sudah menjadi bagian keluarga ini, aku tidak akan mengampuninya. Lihat saja. Tidak akan ada Crystal yang pendiam, penurut dan bersikap kalem lagi."

"Oh, jadi adikku tersayang ini akan menjadi gadis bar-bar?" Suara berat milik Austin membuat Crystal terkejut, membuatnya dengan cepat, berdiri, membalikkan badan membuat mereka berhadapan.

"Sejak kapan kau di sini?" tanya Crystal datar.

Austin terkekeh, mengusap kepala Crystal tapi dengan cepat ditepis oleh gadis itu. Karena tidak mendapat balasan dari Austin, Crystal memilih untuk segera pergi dengan mengambil beberapa botol anggur. Baru saja akan beranjak pergi, Austin dengan cepat menghalangi jalannya.

"Apa yang kau bicarakan dengan Lauren?" tanya Austin menaikkan sebelah alisnya, berniat memancing Crystal.

"Apa aku harus mengatakannya? Apa ini sangat penting untukmu? Bukankah kau bisa bertanya langsung pada tunanganmu?" balas Crystal beruntun, bahkan ia tidak sudi menyebut nama tunangan kakaknya itu.

"Aku ingin bertanya padamu? Apakah salah?"

"Tidak ada yang salah. Tapi aku malas untuk menjawab pertanyaan yang tidak penting bagiku," ketus Crytsal. "Minggir aku ingin pergi."

"Crys...."

"Apa?"

"Apa dia bersikap kasar padamu?"

"Siapa yang kau maksud? Tunanganmu?" tanya Crystal menaikkan sebelah alisnya, menghembuskan napasnya-Crystal kembali menatap Austin. "Jika aku mengatakan dia bersikap kasar padaku. Apa kau percaya?"

"Tergantung."

"Dari jawabanmu saja sudah dapat menunjukkan, aku mengatakannya pun kau tidak akan percaya," balas Crystal tersenyum hangat.

"Kupikir, perihal kalimatnya yang mengatakan untuk menyuruhmu pergi adalah solusi. Katanya kau ingin melanjutkan studi ke Paris?"

"Dari mana kau tau dia menyuruhku pergi?"

"Kau menggerutu tadi. Aku mendengarnya."

"Ah, lalu kau setuju dengannya ya?" tanya Crystal pada Austin. "Jadi, kau juga berniat mengusirku? Padahal beberapa minggu lalu kau tidak menyukai keputusanku dan malah menyebutku murahan."

"Bukan begitu...."

"Lalu apa? Bilang saja kau memang membenci dan tidak menyukai dari dulu. Jadi, aku bisa pergi sejak lama! Bahkan tinggal di rumah grandpa pun bukan suatu masalah," ketus Crystal. "Aku benar-benar membencimu!"

"Sudah brengsek, menyebalkan, selalu saja mempermainkan." Lanjut Crystal dengan air mata yang meluruh. "Baiklah jika kau ingin aku pergi. Sesuai permintaan tunangan sialanmu dan kau, aku akan pergi bahkan jika bisa aku tidak akan kembali!" katanya lagi dengan suara bergetar sebelum akhirnya mendorong dada Austin kuat untuk menyingkir.
























Semarang, 07 Februari 2021


Before After: Marriage「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang