#5

35 7 80
                                    

Chapter 5

"Ini surat yang kemarin. Mohon dijaga baik-baik," ujar Bu Lina.

Surat dengan map merah itu diambilnya. Tertulis dengan judul 'Cuti Mahasiswa' dan namanya yang tertera di bawah judul tersebut.

"Terima kasih, Bu Lina. Saya izin dulu," pamit Danil.

Ia keluar setelah mendapat anggukkan dari Bu Lina. Langkahnya agak ringan, karena bebannya untuk kampus sedikit terlepas. Ia bertemu teman-temannya dan juga Nayna yang sempat tersenyum padanya.

"Dan, berapa semester lo cuti?" tanya Michel penasaran.

"Dua tahun."

"Buset! Lama benar? Kenapa emang lo terbebani sama kampus?" Pertanyaan yang dilontarkan Ramadhan mendapat jitakan dari Arsyad.

Lelaki itu meringis karena kesakitan.

"Enggak lama, kok. Ya, seenggaknya gue masih bisa ketemu kalian."

Mereka mengangguk. Benar juga, pikir mereka bersamaan. Danil menghampiri Nayna membuat teman-teman curiga padanya.

"Nay, jangan bosan gue ajak jalan," ucap Danil.

Nayna mengangkat satu alisnya dengan ucapan Danil. Ia seperti berpamitan padanya.

"Gue mana bosan jalan sama lo. Kalau perlu setiap hari juga gue mau," balas Nayna.

Keduanya tertawa. Danil lalu izin pulang, banyak pekerjaan yang belum ia selesaikan.

Rencana hari ini untuk menembak Nayna ia batalkan. Ia masih ingat ucapan Ita yang melarangnya pacaran. Sebagai anak ia harus menuruti semua perkataan Ita dan itu adalah hal wajib yang ia tanamkan pada dirinya.

.

Ia menuju sekolah Agus. Hari ini Agus sedang olimpiade basket melawan sekolah tetangganya. Lawan Agus adalah Iyan anak Arbet yang sangat manja.

"Dek? Gimana lo?" tanya Danil tiba-tiba berada di belakang Agus.

"Bang Danil?!" Agus speechless ia lalu tersenyum senang karena ada seseorang yang mendukungnya.

"Gimana lo? Semangat! Abang dukung," ucap Danil menyemangati adiknya.

"Thanks, Bang."

Agus berjalan memasuki lapangan basket bersama dengan kawan satu timnya. Danil duduk di tribun penonton.

Nampak, Iyan mengacungkan jempol terbalik pada Agus lalu tersenyum remeh. Danil biasa saja melihatnya, ia tahu anak itu tidak pernah memiliki sifat yang enak dipandang atau sama sekali tidak ada.

Agus malah menarik tangan Iyan dan membalas tangan itu dengan jabatan layaknya saudara. Agus tidak ingin bermusuhan dengan saudaranya.

"Semangat ya, Iyan," ucap Agus.

Iyan menghempaskan tangan Agus dengan kasar. Ia tidak ingin berjabat tangan dengan keluarga Efendi.

"Gue pasti ngalahin lo!" ucap Iyan dengan nada sombong.

Kedua tim lalu mulai mengatur posisi. Iyan dan Agus berada di tengah sebagai ketua basket masing-masing tim.

Saat peluit tanda permainan dimulai, bola dilempar ke atas lalu Iyan dengan sengaja mendorong tubuh Agus yang lompat mengambil bola menyebabkan ia terjatuh dengan keras. Iyan tersenyum remeh lalu menggiring bola memasukkannya dengan mudah menuju keranjang lawan hingga mencetak satu poin.

Agus dibantu oleh temannya berdiri dengan tertatih. Danil tidak bisa melakukan apa-apa. Kecurangan memang selalu adiknya dapatkan.

"Semangat, Dek!" teriak Danil dari atas tribun.

Daniel's Story (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang