5 (A). Takdir

1K 320 42
                                    

Voteeee, komen and share.
Ingat, jangan gak VOTE, gak FOLLOW TAPI MALAH BACA CERITA ORANG!! Itu namanya KURANG AJAR.

So, met liburan and Happy Reading



❤❤




Royce sekali lagi mematup penampilannya di depan cermin untuk memastikan penampilannya malam ini sempurna seperti biasa. Bukan karena ingin menarik perhatian para wanita yang nanti akan hadir, tapi karena Royce memang terbiasa berpenampilan rapi dan modis. Ia nyaman dengan cara berpakaian yang rapi dan tidak urakan.

Setelah memastikan penampilannya sempurna, Royce bergegas keluar kamar. Kereta kuda sudah menunggu di depan untuk mengantarnya ke kediaman Lady Olivia yang malam ini akan di datanginya. Dan sepertinya ia akan berada di sana sendirian karena sampai saat ini Matthew belum juga kembali dari mengurus pekerjaannya. Entah pekerjaannya yang terlalu banyak atau memang Matthew yang enggan untuk menghadiri pesta dansa malam ini.

Sesampainya di kediaman Lady Olivia, Royce bergegas turun. Ia menyerahkan kartu undangannya pada penerima tamu, menunggu sebentar sampai kedatangannya di umumkan, barulah Royce melangkah masuk.

Dan apa yang Royce dapatkan masih sama seperti sebelumnya. Hampir semua wanita muda yang hadir menatapnya tanpa berkedip. Tapi Royce tidak tertarik pada salah satu diantara mereka. Pikirannya hanya terisi dengan wanita masa lalunya. Apalagi setelah pertemuan mereka siang tadi, Royce sudah menentukan tujuannya. Karena itu Royce meneruskan langkahnya menuju pemilik acara. Ia mengecup punggung tangan Lady Olivia sebagai bentuk kesopanan.

"Suatu kehormatan menerima kehadiran anda, My Lord," Lady Olivia membungkuk hormat.

"Anda mengundangku. Akan sangat tidak sopan kalau aku sampai tidak datang di pesta indah anda malam ini, My Lady," Royce tersenyum lebar. Senyum yang membuat Lady Olivia merona karenanya.

"Aku berharap anda bisa menemukan wanita yang anda inginkan malam ini," Lady Olivia mendekat. "Aku mengundang banyak wanita muda yang mungkin saja bisa menarik perhatian anda, My Lord."

Royce tersenyum lebar. Ia tahu tujuan Lady Olivia baik, jadi tidak ada bantahan atas apa yang wanita itu katakan. Meskipun sebenarnya Royce sama sekali tidak tertarik pada wanita muda yang berada di ruangan ini karena ia sudah mendapatkan wanita yang diinginkannya.

"Anda memang selalu tahu apa yang dibutuhkan kami, para pria lajang yang belum menikah."

Lady Olivia tersenyum lebar. "Kalau begitu silahkan menikmati pestanya, My Lord. Semoga anda beruntung malam ini."

"Semoga Tuhan mendengar doa anda, My Lady," Royce kembali mengecup punggung tangan Lady Olivia. "Kalau begitu aku permisi dulu," Royce menatap teman-teman Lady Olivia, menganggukkan kepala sebelum melangkah menuju sudut ruangan. Menjauh sedikit dari keramaian yang tidak terlalu di sukainya.

Royce mengambil anggur yang di bawa pelayan dan meminumnya perlahan. Rasa manis dari anggur langsung memenuhi tenggorokannya. Pandangan matanya mengarah pada pintu masuk. Mengamati setiap orang yang datang dengan wajah bosan. Sesaat kemudian Royce tersenyum melihat kedatangan Matthew. Pria itu terlihat mengitari seluruh ruangan untuk mencari keberadaannya. Setelah menemukan Royce, Matthew berjalan ke arah Royce berada.

"Aku pikir kau tidak akan datang."

"Tadinya memang begitu. Meskipun aku tidak menyukai hal ini tapi aku tidak mungkin tidak datang. Mama pasti akan mempertanyakan kenapa aku tidak datang. Kau tahu sendiri kalau Mama mempunyai orang-orang untuk melihat aktiftas kita selama di sini."

"Kau benar," Royce memijit pangkal hidungnya. Terkadang ia tidak habis pikir dengan ketiga mama mereka. Meskipun tidak ada di tempat yang sama, tapi para mama selalu tahu apa saja yang mereka lakukan. Itu sedikit menjengkelkan tapi juga luar biasa. Entah darimana mereka mendapatkan koneksi hingga bisa dengan mudah memata-matai anaknya tanpa diketahui.

"Kau tidak berdansa? Aku lihat banyak wanita yang berusaha menarik perhatianmu dari tadi."

"Aku rasa itu karena kehadiranmu."

"Kau terlalu berlebihan," Matthew menyesap anggurnya. "Sebaiknya kau berdansa, setidaknya satu kali karena aku juga akan melakukan hal yang sama."

Royce menghela napas. Berdansa merupakan salah satu cara untuk menghargai sang tuan rumah. Sayangnya ia belum menemukan wanita yang ingin diajaknya berdansa.

"Aku akan melakukannya, tapi sampai sekarang belum ada yang menarik perhatianku. Aku hanya...." ucapan Royce terhenti ketika manik biru gelapnya menemukan obyek yang sejak siang tadi terus memenuhi pikirannya tengah berjalan memasuki ruangan pesta bersama seorang wanita paruh baya lainnya.

Senyum di bibir Royce tersungging lebar. Ia tidak menyangka akan kembali bertemu wanita itu malam ini. Apakah ini yang dinamakan takdir? Apakah ini jawaban kenapa ia semakin sering memimpikan wanita itu belakangan ini?

Ucapan Matthew terbukti benar. Mimpi itu adalah pertanda kalau ia akan bertemu dengan wanita impiannya dan sekarang semua terbukti. Ia bertemu wanita itu tanpa di duga sebelumnya. Bahkan dalam sehari ia sudah bertemu wanita itu sebanyak dua kali. Kali ini Royce akan memastikan wanita itu mengatakan namanya.

"Ada apa? Apa yang kau lihat?" Matthew mengikuti arah pandang Royce, tapi ia tidak menemukan apapun yang terlihat menarik di sana.

"Wanita itu. Akhirnya aku menemukannya."

"Kapan kau bertemu dengannya?" tanya Matthew. Ia tidak harus bertanya siapa wanita yang tengah Royce bicarakan karena satu-satunya wanita yang sering dibicarakan Royce hanyalah wanita yang pernah menolongnya delapan tahun lalu.

"Siang tadi di taman dan sekarang aku melihatnya lagi," kata Royce tanpa mengalihkan tatapannya dari wanita incarannya. "Kau lihat wanita berambut hitam di antara para orang tua itu?"

Matthew mengikuti arah pandang Royce dan menemukan satu wanita yang cukup dewasa berdiri di antara para wanita paruh baya lainnya.

Dari tempatnya berdiri saat ini, Matthew bisa melihat kalau wanita itu memang sangat cantik. Tidak heran Royce sampai tergila-gila hingga saat ini. Tapi Matthew jelas tahu bahwa bukan penampilan fisik wanita itu yang membuat Royce tergila-gila.

"Jadi dia orangnya?"

Royce mengangguk. Manik biru gelapnya tidak beralih sedikitpun dari wanita itu. Senyumnya. Cara wanita itu bicara dan berinteraksi dengan orang sekitarnya menjadi pemandangan paling indah yang pernah di lihat Royce.

Demi Tuhan... jika tidak mengingat dimana ia berada saat ini, Royce pasti sudah menarik wanita itu bersamanya. Menyembunyikan wanita itu dari tatapan lapar para pria lainnya.

Wanita itu adalah miliknya. Hanya miliknya.

"Kau sudah tahu namanya?"

"Belum. Tapi aku akan mengetahuinya sebentar lagi," Royce meminum anggurnya hingga habis dan menyerahkan gelas kosongnya pada Matthew. "Tolong katakan pada Mamaku kalau aku akan menikah sebentar lagi."

"Akan aku pastikan pesanmu sampai malam ini juga," jawab Matthew sambil terkekeh pelan. Tapi kekehan Matthew langsung terhenti ketika seseorang menumpahkan minuman di atas pakaiannya. Ia sudah ingin memuntahkan amarahnya ketika manik amber wanita itu menatapnya dengan tatapan polos.

Awalnya wanita itu terlihat terkejut dan takut, tapi hanya sebentar karena di detik selanjutnya Matthew bisa melihat tatapan berbinar dari wanita muda itu ketika melihatnya. Dan entah kenapa, tapi Matthew merasa hidupnya tidak akan lagi bisa tenang ketika melihat cara wanita muda itu menatapnya.





❤❤
24122020

(PO) Healer (Season Series #3) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang