Waktu itu, ketika dua insan memutuskan untuk pergi ke taman dekat danau setelah pulang sekolah. Hal seperti inilah, yang sering mereka lakukan untuk sekedar menenangkan pikiran.
"Besok kalau lo dapet nilai 100 di ujian matematika, gue ajak lo jalan-jalan keliling Jakarta" ucap laki-laki itu membuka percakapan dengan semangat.
"Tapi, lo tau sendiri gue bodoh banget di matematika. Mustahil dapet 100, Go", jawab Jilan dengan lesu.
"Ah cemen lo, katanya anggota paskibraka di sekolah. Tapi sama matematika aja takut! Hahahaha" ejek laki-laki itu sambil tertawa.
"Bukannya takut, gue emang males belajar aja." saut Jilan berusaha membela diri.
Hening, tidak ada percakapan di antara keduanya setelah itu. Mereka sibuk menikmati es krim yang ditemani dengan semilir angin di sore hari.
"Jilan..." laki-laki itu mencoba untuk membuka pembicaraan lagi dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya.
Jilan yang merasa terpanggil pun menoleh, mengangkat salah satu alisnya seolah-olah bertanya 'apa?'
"Kalau suatu saat nanti, gue udah nggak ada di sisi lo. Lo harus bisa jaga diri, ya?"
"Maksud lo apa sih, Go? Emang lo mau pergi kemana? Nggak ngerti gue" cetus Jilan sedikit tidak terima atas pertanyaan dari sahabatnya yang menurut dia sangat ngaco.
Sebenarnya Jilan tau arah pembicaraan ini nanti akan kemana, tapi cukup Jilan tidak mau meneruskannya. Jilan tau bahwa sahabatnya, Diego, menderita lemah jantung yang bisa meregangkan nyawanya ketika tidak mendapatkan pendonor.
Laki-laki tersebut menarik dan kemudian menghembuskan nafasnya lesu, mencoba untuk memberikan pengertian kepada wanita kesayangan di hadapannya ini "Umur gue nggak akan lama Jilan, gue mau lo besok bahagia tanpa gue sekalipun di sisi lo." ucap Diego sambil mengelus lembut salah satu pipi Jilan menggunakan tangan kekarnya.
"Gue nggak terlalu banyak berharap akan takdir yang udah digariskan Tuhan buat gue. Gue ikhlas sama semuanya." sambung Diego sambil menurunkan salah satu tangannya yang berada di pipi Jilan.
"Gue sayang sama lo Jilan, sebagai sahabat dan adek gue." ucap Diego tersenyum sambil mengelus puncak kepala Jilan.
Jilan rasanya ingin menangis saja saat ini, ia tidak tega melihat penderitaan sahabatnya atas penyakit yang dideritanya. Jilan benci akan senyum palsu yang selalu ditunjukkan oleh Diego untuknya.
"Gue yakin lo bakal sembuh Diego. Tolong, sembuh, buat gue Diego." ucap Jilan parau penuh harap sambil memeluk Diego, sehingga tanpa disadari setetes air mata mulai mengalir di pipi mulusnya.
-
Perempuan yang tidak merasakan tenangnya tidur, tiba-tiba bangun diikuti dengan nafas yang memburu. Lagi-lagi mimpi itu hadir dalam tidurnya kali ini, entah untuk ke berapa kalinya.
"Huh...huh...huh..." Jilan terbangun dan melihat jam yang menunjukkan pukul 02.00.
"Kenapa sih lo selalu muncul di mimpi gue?"
"Lo kangen sama gue? Gue lebih kangen sama lo Diego!"
"Dengan lo yang terus-terusan hadir di mimpi gue, itu bikin gue susah buat lupa sama lo!" gerutu Jilan bertubi-tubi dengan posisi masih di atas kasurnya.
Tidak lama setelah itu, Jilan mengambil sebuah album di atas meja belajarnya yang berisikan foto-foto kenangan dirinya dengan Diego, sahabatnya yang satu tahun lalu pergi meninggalkan ia untuk selamanya.
Disaat jantung Diego melemah, namun belum ditemukan pendonor jantungnya waktu itu. Hingga Tuhan mengambil Diego untuk ikut bersama-Nya.
"Diego, gue kangen sama lo." gumam Jilan sambil mengelus salah satu foto yang berisikan dirinya dan Diego.
"Besok gue ke makam ya, buat doain lo. Gue tau lo juga kangen sama gue kan? Hahaha, iya sih gue emang ngangenin banget di mata lo." ucap Jilan yang seolah-olah Diego bisa mendengarkan semua yang dia katakan saat ini.
Jilan tidak kembali tidur, setelah meletakkan kembali album itu di atas meja belajarnya, dirinya memutuskan untuk bangun dan melakukan ibadah sunnah untuk menenangkan hati dan pikirannya saat ini.
tbc
-
Halo, gimana bunsay sama prolog di new story kali ini? Udah dapet feel nya belum nih?
Gimme love jika kamuu mulai dapet feel dari prolognya!!
Jangan lupa untuk vote, komen, dan follow akun aku yaaa sebagai bentuk dukungan kalian ke ArdanJe.
With love
❤️❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDANJE [ON GOING]
Novela JuvenilKepergian Diego berhasil membuat sosok Jilan Aninda terpukul. Selama satu tahun setelah kepergiannya, Jilan selalu dihantui perasaan rindu kepada sahabatnya itu. Tak jarang hal itu menjadi alasan seorang Jilan lebih sering menangis dalam kesendirian...