Enam

4.3K 528 65
                                    

  Rafa tersenyum penuh arti kala pandangannya mendapati keempat temannya yang baru datang. Dia menyenggol lengan Mario yang duduk disampingnya yang dibalas gelengan dan senyum kecil kekasihnya.

   Agam duduk tepat dihadapan Rafa, disusul ketiganya yang duduk di samping Agam. Wajahnya saat ini begitu kusut karena menahan kesal sedari pagi.

  “Agam kenapa? Baru datang kok udah kusut gitu mukanya?” Rafa menatap lekat orang dihadapannya. Memberikan 100% perhatiannya pada Agam.

“Huft...” Helaan lelah terdengar. Rafa masih setia menunggu kata yang akan terucap dari bibir seseorang yang telah dianggapnya sebagai sahabat.

“Palingan gara-gara Deon, tuh!” celutuk Yoga yang menyantap buburnya dengan lahap tanpa menoleh sedikitpun kepada dua orang yang sedari tadi menjadi fokus yang lainnya.

Abel yang sudah pindah tempat duduk di samping sang kekasih langsung menyikut perut Yoga. “Awh, yang!”

“Gue mulu perasaan anjir.” Deon memutar bola matanya malas. Adnan terkekeh, sebentar lagi akan ada perang kecil.

Dahi Agam mengkerut mendengar penuturan Deon barusan. Dengusan kesal dengan jelas terdengar darinya. “Ya emang gara-gara lo!”

Deon yang mendengar itu lantas beralih menatap yang lebih kecil lalu tertawa sarkas, “Emang gue ngapain lo? Gak gue hamilin juga kan.”
Mereka tertawa kecuali Agam yang wajahnya sudah memerah menahan kesal. Sungguh ia ingin melenyapkan manusia bernama Deon dari dunia ini.

“Udah-udah, mending kalian sarapan deh. Jangan malah tarik-tarikan urat, masih pagi loh.” Rafa mulai menengahi, agak takut melihat Agam yang sepertinya sudah siap meledak.

Mereka langsung menuruti perkataan Rafa, kebetulan cacing-cacing di perut mereka sudah terlalu berisik didalam sana.

Baru sesuap bubur yang masuk ke mulut Agam, Deon berbisik di samping telinganya, “Atau lo beneran mau gue hamilin?” Deon menarik dirinya dan tersenyum jenaka lalu melanjutkan kegiatan sarapannya.
Agam membatu, agak merinding merasakan hembusan dari bibir Deon. Segera ia mengumpulkan kesadarannya dan menatap Deon bengis,

“DEON!”













***************





  Agam berjalan menyusuri lorong menuju kelasnya. Suasana sekolah sangat sepi. Wajar saja, saat ini sudah pukul 4 sore dan kondisi para siswa sedang libur. Sebenarnya ia akan latihan dengan timnya untuk persiapan lomba nanti. Namun, dia ingat meninggalkan barangnya di kelas beberapa hari yang lalu.

Dengan perlahan Agam membuka pintu kelasnya. Hampir saja ia berteriak saat matanya menangkap kehadiran seseorang di dalam sana. Entah itu orang atau bukan, namun siapa yang akan ke kelas di saat seperti ini?
Perlahan Agam meneliti orang itu, wajahnya tak terlihat karena menelungkupkan kepalanya. Beralih ke bawah, Agam melihat kedua kaki orang itu menapak di lantai. Menghela nafas lega, lantas ia ke bangkunya dan mengambil barang yang ia lupa.

Saat akan meninggalkan kelas, ia melirik orang itu sekali lagi. Oh! Orang itu menghadapkan wajahnya ke kiri. Sungguh wajah yang sangat dikenali oleh Agam. Wajah tampan yang dipenuhi luka lebam. Akhirnya Agam menghampirinya dengan perasaan kesal.

“Heh! Ngapain disini?!” Agam sedikit memukul meja menyebabkan sang empu yang sedang tertidur pulas membuka matanya perlahan.

“Agam?” Orang itu mengucek matanya berkali-kali.

Merasa tidak puas dengan jawaban yang dia beri, Agam mencubit lengan orang di depannya.
“Gue tanya lo ngapaian disini, Deon?” Deon hanya cengengesan melihat wajah kesal Agam.

‘Sabar, Gam. Huffft’ Agam menghela nafas panjang,

“Lo tau kan gak seharusnya lo di sekolah jam segini. Pake tidur segala. Nih lagi muka lo kenapa bisa bonyok, sih? Lo tau kan bentar lagi kita lomba, bukannya latihan malah berantem mulu.” Omel Agam

“Cie cie khawatir, nih?” Goda Deon dengan tampang menyebalkannya. Sungguh Agam ingin menempeleng kepala orang ini sampai lepas.

“Bacot ya, lo.” Agam akhirnya berjalan meninggalkan Deon. Ia harus ke lapangan sebelum latihan dimulai.

Saat akan keluar kelas, tangannya ditahan oleh Deon. Agam berbalik dan mendapati Deon dengan wajah serius. Jarang sekali Deon berwajah serius seperti ini, pikirnya. Biasanya kan dia hanya memasang wajah menyebalkannya di depan Agam.
“Obatin luka gue, ya?” Pinta Deon. Agam mengangguk mengiyakan.












“Sshhh, pelan-pelan!” Deon meringis kesakitan merasakan gesekan kapas di lukanya lumayan kasar.

Dengan wajah jengkel Agam dengan sengaja membersihkan luka Deon dengan kasar, “Diem atau gak gue obatin,”

Deon hanya diam menerima perlakuan Agam dengan bibir yang tak henti-hentinya meringis. Saat ini mereka berdua duduk di pinggir lapangan volly. Para siswa yang sedang latihan sesekali menggoda mereka. Membuat Agam sangat malu!

“Cie cie uhuy! Romantis banget sih kapten kita ini.” Abel bersiul dan tersenyum jenaka.

“ABEL GUE TIMPUK YA, LO?!” Teriak Agam. Ia memasang plester ke hidung Deon setelah membersihkan luka-luka di wajah Deon.

“Dah tuh, gue mau latihan.” Agam berdiri hendak pergi dari sana, namun tangannya dicekal oleh Deon.

Ia berbalik dan mereka saling menatap, “Makasih.” Ucap Deon sambil tersenyum tulus.

Agam membeku disana, merekam baik-baik diingatannya bagaimana eksistensi orang dihadapannya ini terlalu indah untuk menjadi nyata.

“CIEEEE TATAP-TATAPN NIH YEEE, BENTAR LAGI KISSEU KISSEU,” Bian heboh di lapangan sana

“BANGKE, LO!”
































Hai hai :p
Kangen sama cerita ini ya? Atau sama authornya wkwk
Masih heran kenapa ada orang yang nungguin update cerita ini huhu :'
Pokoknya thank u so much buat yang suka sama cerita" aku❤️❤️❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[•] ᴠᴏɢʟɪᴏ ʙᴀᴄɪᴀʀᴛɪ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang