Bagas Marselino

2 1 0
                                    

Jam istirahat sedang berlangsung, semua berjalan menuju kantin atau jajan di pinggir jalan, mereka semua beradu cepat-cepatan. Lapar bukan menjadi alasan kembali, mereka hanya takut para penjual akan di penuhi para siswa yang berujung dengan harus menunggu.

Sila merutuki dirinya sendiri, menyesali karena tidak fokus berjalan sehingga dia salah memilih jalan, harusnya lewat samping perpustakaan malah melalui kelas 12, mampuskan masuk kandang singa.

Karena dirinya sudah sadar 100 persen, dia tidak akan se bar-bar tadi pagi. Kini dia menjadi anjing jinak yang menurut pada pemiliknya.

Sila tersenyum lembut pada yang lebih tua darinya, tidak lupa ia memberi sapaan pada Kaka kelas tersebut itung-itung sebagai bentuk rasa hormat.

Sedangkan ketiga curut tersebut, sedang berada dibelakang langkah Sila, sedang Beradu merebutkan posisi ditengah. Seperti anak kecil!

Jujur saja Sila sangat malu memiliki mereka bertiga yang bersifat kekanak-kanakan, tapi kalo nyaman mau gimana lagi?

Tanpa Sila sadari dia melambatkan langkahnya, membuat tiga curut tersebut mengikuti. Perhatianya tertuju pada Kaka kelas di pojok kolom kelas 12. Kejadian Tempo hari kembali terngiang di otaknya.

Flashback

Kelas 10 sedang melaksanakan MPLSB , judul untuk kegiatan MPLSB mencari tanda tangan Kaka kelas, yang paling banyak akan ada hadiah, yang paling sedikit bakal kena hukuman.

Jujur saja, Sila sebenarnya tidak tertarik dengan kegiatan ini karena hadiahnya pasti bakalan buku tulis tiga, coba aja kalo hadiahnya 1 truk susu rasa pisang pasti dia akan maju garda terdepan. Demi tidak kena hukuman dia harus semangat. Modal malas aku nekat. Sila berhenti untuk menggelung rambutnya agar tidak gerah.

tepat di lorong kelas 10 Sila berhenti di seperkumpulan kelompok Kaka kelas yang mayoritas laki-laki, mereka semua sedang tertawa entah apa yang mereka bicarakan, modal nekat dia maju cuma disini yang ngga harus berdesak-desakan.

"Ka boleh minta tanda tanganya ngga?" Tanya Sila kepada sosok perempuan yang duduk paling dekat dengan posisi Sila.

"Bukanya ngga mau ... Tapi---" ucapan nya terpotong oleh seseorang yang duduk berada di kursi tengah yang nampaknya begitu lusuh "gue bantu ngumpulin tanda tangan ... Lo diem aja duduk di sini" orang tersebut menepuk kursi yang di dudukinya. Keadaan mulai hening, tawa mereka hilang seketika.

"Ehh ngga usah ka, berdiri aja ngga papa ko."

Laki-laki berkulit putih, tubuhnya tinggi, hidupnya mancung, alisnya agak tipis, dan rambutnya agak panjang.

Dia mendekati Sila dengan langkah yang nampak Cool, "Bagas Marselino," bisiknya tepat disamping telinga Sila, tanganya menarik paksa buku yang berada di genggaman Sila dan mengambil bolpoin yang berada di saku baju Sila.

Tangannya membuka buku tersebut dengan santai, tanganya sibuk mencoret-coret lembar tersebut, lalu mengoper kepada 15 anak-anak yang berada di tongkronganya.

Merasa seperti kurang, Bagas bertujuan mengambil langkah untuk mencarikan tanda tangan kembali, dengan cekatan Sila menahan gerakan Bagas, "eee ... Udah ka, segitu juga cukup, waktunya juga terbatas, dah tinggal 5 menit lagi ka."

Sila menjulurkan tangan mungilnya, "Nama aku---" ucapanya terpotong karena ada jari yang mendarat di bibirnya.

"Jangan kenalan sekarang, gue lagi males buat sekedar menghafal nama. Kalo kenalanya sekarang, sayang dong nama secantik lo masa gue lupa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selamat Datang KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang