3

5 1 0
                                    

"Ngga. Gue gamau berangkat--maleslah ngapain gue harus capek-capek sekolah lagi?!"  yuka sontak menggerutu ketika keduanya kini sudah melangkah pergi meninggalkan rumah, setidaknya ia tak harus menjaga sikap dan menahan diri seperti sebelumnya ketika ibu berada di sekitar mereka kan?

Luka tidak menjawab, laki-laki yang kini sudah mengenakan seragam sekolah persis sepertinya itu nampak jauh lebih tenang daripda yang ia kira, bahkan setelah keduanya memahami sedikit saja hal yang tengah terjadi pada mereka kini, luka sama sekali tidak nampak terganggu akan hal itu, "Ka, lo beneran raluka yang gue kenal kann?! Lo juga harusnya ga disini kan?!"

"Ca--gue harus jawab pertanyaan lo sampe berapa kali sih?"

"Yaudah bagus. Seenganya gue ga satu-satunya yang gila disini" yuka mebghela nafasnya, rambut panjangnya yang ia biarkan tergerai pagi itu sesekali beterbangan mengikuti hembusan angin, "lo berangkat sendiri. Gue cabut ya" ungkapnya kemudian yang berhasil membuat luka menghentikan langkahnya tak mengira jika bahkan setelah sekian lama seorang yuka masih saja seperti ini.

"Lo mau kemana?"

"Gatau. Ke rumah bang noa paling. Dia kan kalo kuliah siang. Pokonya gue gamau balik ke sekolah euh" yuka merinding sendiri ketika membayangkan dirinya yang sudah berumur ini masih harus duduk dan menghabiskan kembali waktunya di sekokah seperti sebelum-sebelumnya

"Oke seterah lo. Pantesan aja masa depan lo suram" luka berkomentar yang sontak membuat yuka mengernyitkan dahinya, berusaha menahan diri untuk tidak kesal dengan saudara laki-lakinya itu, "well, rajin sekolah ga menjamin masa depan lo gak suram. Buktinya masa depan lo--oke, thats too much. Lets not meddle into each other bussines. Oke?"

Luka tidak merespon dan kemudian hanya segera kembalu melangkah meninggalkan sosok yuka yang kini lebih memilih untuk fokus pada ponsel jaman dulunya ketika ia masih duduk di bangku sma, dan kala itu semuanya terasa begitu aneh. Hingga kemudian sebuah suara klakson mobil berhasil membuat keduanya baik luka maupun yuka berbalik secara bersamaan, dan pada saat itu pandangan keduanya tertuju pada hal yang sama.

Yuka bagai mematung, seketika pandangannya beralih pada sosok luka seakan wanita itu tengah berusaha mencari sebuah pembelaan akan hal yang seharusnya ia lakukan selanjutnya.

"Hai ca, sorry banget telat. Gue kesiangan hehe" sosok laki-laki berambut oranye tiba-tiba saja muncul dengan sebuah senyum paling indah yang pernah yuka temukan selama ini begitu sebuah porsche berwarna coklat seketika menepi tepat dimana yuka tengah berdiri kala itu.

"A--aldo?" Yuka seakan kembali mendapatkan serangan jantung untuk yang kesekian kalinya sejak pagi tadi, namun kali ini rasanya sedikit berbeda karena bagaimanapun saat ini sosok yang tengah berada dihadapannya dari balik kaca jendela mobil itu adalah aldo--aldo yang selama ini selalu ia rindukan keberadaannya walau ia sama sekali tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun.

"Jangan nangis!" Suara luka tiba-tiba saja terdengar lebih seperti berbisik namun tegas tepat di belakang sosok yuka yang masih mematung seraya menatap aldo lekat-lekat, "hai do, gue nebeng sekalian ya. Lo ga marah kan?" Tambah luka lagi, kedua tangannya kini tengah berusaha mendongakan kepala yuka dengan harapan adik perempuannya itu dapat menahan tangisnya yang mungkin dapat segera pecah dalam hitungan detik.

"Oh? Sure, why not?" Aldo yang masih nampak bingung kemudian hanya kembali mengulas senyumnya dan kala itu yuka sama sekali benar-benar tak mampu menahan tangisnya lagi, tangis bahagia lebih tepatnya karena sungguh kala itu yuka sama sekali tidak menyangka jika kejadian aneh yang tengah terjadi padanya hari ini akan membawanya kembali untuk bertemu dengan aldo seperti saat ini.

.
.
.

"Ca.."

"Hmm?" Yuka merespon seadanya, pandangannya kini seakan tak lagi mampu teralihkan dari sosok aldo yang kini sudah berada di balik kemudi tepat di sebelahnya.  Bagaimana rambut oranyenya yang nyaris panjang itu beterbangan karena hembusan angin, atau bagaimana senyum kecilnya terlukis dengan begitu hangat di wajah tampannya--yuka benar-benar hanya ingin memeluk aldo saat itu, namun ia tidak bisa melakukannya begitu saja kan? Atau jika ya, ia pasti akan dinyatakan gila oleh aldo maupun luka yang sejak tadi sudah tak lagi mau mempedulikan entah hal macam apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

"Seatbelt ca, nanti kita ditilang" aldo melirik yuka lagi sesaat dan ketika lamunan wanita itu buyar, laki-laki itu kembali tertawa kecil, "seem like youre  such in a good mood today"

"Ehem" luka tiba-tiba saja berdeham, dan setelah memastikan yuka mengenakan seatbeltnya aldo dengan segera melajukan mobilnya menuju ke sekolah.

Jika yuka diberi satu kesempatan untuk permintaannya dapat terkabul, maka kala itu satu-satunya hal yang ia inginkan hanyalah menghabiskan waktunya lebih lama lagi dengan aldo. Hanya itu. Namun sayangnya jarak antara rumah dan sekolah nyatanya sama sekali tidak jauh, dan dalam hitungan menit kini ketiganya telah sampai di sekolah.

Aldo menepikan mobilnya di sisi koridor main hall, dan pada saat itu pandangannya kembali menatap yuka heran, sementara luka sudah terlebih dulu turun dari mobil.

"Kenapa?" Tanya yuka setelah menyadari tatapan aneh aldo kepadanya pagi itu.

"Ga turun?"

"Lo parkir di sini?" Ia balik bertanya lagi, yang semakin membuat aldo menatapnya heran, "biasanya lo selalu minta turun disini? Kan kalo jalan dari parkiran lumayan jauh, nanti lo cape" aldo menjelaskan dan pada saat itu yuka seakan siap untuk mengubur dirinya sendiri ke dalam tanah dan tak ingin bangkit lagi.

Damn! Youre such a spoiled brat girl, ayuca. Pikir yuka dalam hati seraya terus menarik sebagian dari rambut panjangnya dengan jemari karena kesal.

"Jangan dijambakin nanti lo sakit" aldo kembali memecah lamunan yuka hingga wanita itu tersentak begitu ia rasakan aldo menyentuh jemarinya, "sorry" aldo ikut terkejut dengan reaksi yang yuka tunjukkan dan seketika suasana di antara keduanya kembali menjadi begitu canggung.

"Gapapa. Gue ikut ke parkiran aja. Nemenin lo, masih untung gue ditebengin, ya kan?" Yuka berusaha mengalihkan kecanggungan keduanya walau pada akhirnya anggukan kepala aldo seakan masih menyisakan perasaan heran dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi pada yuka hari ini.

Yuka kembali mengacak rambutnya frustasi, dan mulai bergumam dalam benaknya. Bagaimana mungkin? Jadi--apa yang sebenarnya terus ia lakukan sejak ia duduk di bangku sma hingga?-- ah sial, inilah salah satu alasan untuknya membenci ide jika ia harus kembali ke sekolah walau ia dapat bertemu aldo namun tetap saja, the younger version of herself  is the only one she hate the most in this lifetime.

"Ca, ayo. Nanti lo telat masuk" aldo memecah lamunannya lagi untuk yang keseratus kali, dan yuka hanya bisa meringis akan kebodohannya sendiri.

"Lo kenapa sih hari ini?" Tanya aldo pada akhirnya setelah berusaha untuk tidak mempermasalahkannya, namun bukankah rasanya aneh jika aldo tidak mempertanyakannya?

Yuka mengerjapkan kedua matanya, berikutnya wanita itu nampak menghela nafas panjang, dan seketika pandangan keduanya saling bertemu satu sama lain, "you dont like it? Another side of me? The awkward one?" Yuka balik bertanya sementara aldo hanya menatapnya kebingungan. how can she resist him? The 17 years old aldo is such an adorable person ever.

"What? No! I think you're kinda cute? Just don't feel familiar--you used to nag or getting annoyed at me all the time. Lol." Aldo tertawa kecil namun hanya sesaat, karena kala itu ia benar-benar tidak dapat menebak entah hal macam apa yang tengah yuka pikirkan mengenainya.

"Really? Do you think so?"

Aldo mengangguk lagi, dan berikutnya hal yang ia dengar baru saja keluar dari mulut yuka seperti hal yang sama sekali tak pernah berani untuk sekedar ia harapkan, "Hah?--ca?"

"Can you give me such a warm hug? Gue gatau lo bakal mikir apa tentang gue atau lo bakal percaya atau ngga but do, i just miss you so much like crazy. Ga pernah sehari aja gue ga kangen sama lo do, so please... can you give me a hug?"--dan tangis yuka kembali pecah sebelum pada saat itu sang laki-laki yang masih sesungguhnya masih cukup bingung dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi mulai menarik sang wanita untuk masuk ke dalam pelukannya, seraya mengusap kepalanya pelan aldo mulai berbisik, "jangan nangis, ca--i tell you, i would believe anything you tell me,  even your lies"

.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Still UndecidedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang