Prologue

9K 696 87
                                    



Prologue

"Jake bisakah kau diam sebentar? Aku pusing mendengar teori konyolmu!" seorang anak laki-laki menatap sebal ke arah saudara tengahnya yang sibuk membicarakan isi buku di dalam pelukannya "Tidak semua orang tergila-gila dengan fisika!" protesnya lagi.

Jake yang masih belum puas memamerkan betapa mudahnya Ia menghapalkan seluruh buku Teori relativitas yang baru semalam diberikan oleh Ayahnya tak kalah sengit membalas yang lebih tua, " Aku diam saja saat kau mulai menyombongkan dirimu kemarin, memang apa bagusnya menghapal semua undang-undang negara?" berbeda dengan Jake, si sulung memang lebih menyukai bidang sosial-hukum seperti Ibu mereka.

Mereka berdua bersitatap dengan ekspresi sama marah Ketika anak laki-laki lainnya menghembuskan nafas, lalu menjauh kearah pintu sambil berguman; "selesaikan pertengkaran kalian sebelum Mama memanggil untuk makan malam dan kalian terlihat jelas akan saling melempar piring didepan Papa dan Dewan Kim."

"Jangan ikut campur Sam! Kau mau kemana? Tebar pesona kepada dayang-dayang baru Ibu Suri?" ejek Jay, sebagai yang lebih tua Ia tahu adik bungsu mereka itu sangat menyukai perhatian berlebih yang akan didapatkan saat keluar dari istana timur menuju pavilion utama.

Belum sempat Sunghoon membuka pintu, tiba-tiba saja seseorang masuk dan mengejutkan mereka.

"Mama?!" Ucap Sunghoon saat melihat seorang omega dengan wajah yang masih sama cantiknya meskipun usianya sudah menginjak tiga puluh delapan tahun.

"Kenapa kalian sangat ribut di perpustakaan? Papa kalian bisa mendengar dari ruang kerjanya." Tegur Ibunya dengan suara berbisik.

"Apa papa marah?" tanya Jake begitu Ia sudah berada didekat Ibunya, lalu mencium pipi omega itu "Mama terlihat sangat cantik hari ini, mau kemana?"

Mencubit hidung mancung anak tengahnya, Omega itu tertawa kecil sebelum berkata "Tidak kemana-mana, Mama dan Papa kalian sengaja mengosongkan jadwal hari ini."

Memeluk Ibunya, Jay terlihat paling bahagia saat mendengar kedua orangtuanya ada Bersama mereka, bukannya sibuk mengurus jadwal kerajaan yang begitu sibuk seperti yang sudah-sudah.

"Apa ada sesuatu Ma? Tidak seperti biasanya kalian tidak sibuk?" Sunghoon menatap Ibunya dengan bingung, " Jay Hyung dan Jake memang bertengkar tapi kami tidak membuat kekacauan lagi di istana selama satu bulan ini?"

"Hanya satu bulan ini?" selidik Ibunya.

Kembar tiga tersebut sontak terdiam, saling melirik untuk mendorong siapa dari mereka yang lebih dahulu mendapatkan alasan.

"Ibu suri sangat marah kemarin." Suara sang Ayah mengejutkan mereka. Membuat Sunghoon secara otomatis mendekat pada tubuh mungil Ibunya, begitu juga dengan Jay dan Jake. Sikap tegas Ayah mereka sangat menakutkan mereka.

Tersenyum menatap suami yang sudah Ia nikahi selama delapan belas tahun itu, Jihoon mendekat lebih dulu lalu berjinjit untuk merapikan kerah kemeja suaminya "Kau menakuti mereka Jeno... wajar jika remaja sedikit nakal." Bujuk istrinya.

"Hmm, darimana datangnya sikap nakal itu? Seingatku aku sangat bijaksana saat muda." Tatapan alpha itu masih sama seperti saat mereka bertemu untuk pertama kalinya.

"sifat keras kepala mereka ada darimu." Bisik Jihoon, saat tangan Jeno meraih pinggangnya "Yang mulia Alexander..." tegur istrinya.

Tersenyum, Jeno nyaris mencium bibir merah Jihoon saat menyadari tiga anak kembarnya menatap mereka dengan pandangan berbeda-beda.

"Apa?" Tanya Jeno kearah Jay yang jelas ingin mencibirnya.

"Aku tidak ingin punya adik lagi saat usiaku sudah enam belas tahun Pa. dua orang bodoh ini sudah membuatku pusing."

"Benar. Aku sangat suka menjadi anak bungsu dan menyiksa dua orang ini." Sunghoon yang memiliki tubuh lebih tinggi menunjuk dua saudara tertua mereka dengan senyum mengejek.

Jake yang sejak tadi tidak mendapatkan kesempatan bicara, hampir saja mendapatkan kesempatannya tapi Ibunya lebih dulu bicara, "Ibu suri sudah menunggu di ruang makan, kali ini tolong jaga sikap kalian." Tegas Ibu mereka.

Kompak mengangguk, mereka ikut keluar dari perpustakaan mengikuti orangtua mereka. Sesekali kembar tiga itu bisa mendengar pembicaraan ayah dan ibu mereka.

"Budak cinta..." desis Jay tanpa suara "Aku tidak ingin menjadi pangeran yang mengejar-ngejar cinta nanti. Aku akan focus untuk bekerja dan menjadi salah satu dewan tertinggi PBB nanti tegasnya.

"Kau tidak ingin jadi pangeran mahkota?" tanya Sunghoon, sebagai yang paling tua tentu saja tahta itu akan dimiliki Jay saat usia mereka dua puluh tahun nanti.

"Tidak. Berikan saja pada penggemar Einstain itu." Jay melirik Jake yang sibuk membaca buku fisika sambil berjalan dan jauh tertinggal dibelakang mereka "Atau kau, kau ingin menjadi pangeran mahkota?" tanya Jay pada Sunghoon.

"hmmm tidak, aku ingin meneruskan karierku."

"Ice skating Sam? For good?" Jake sudah mencapai mereka, Ia menatap si bungsu dengan tatapan bingung "Padahal kau lebih cocok Jadi Idol."

"Memang kenapa?"

"..."

"Kalian sibuk mendiskusikan apa?" tanya Ibu mereka, membuat ketiganya sontak menoleh dan mendapati Ayah dan Ibu mereka sudah menunggu.

"hmmm" Jake sedang berguman sedangkan Jay dan Sunghoon berpura-pura sibuk berpikir.

"Kalian akan dihukum jika tidak bisa memberikan alasan tepat karena sudah membuat Ibu suri menunggu sangat lama." Tegas Ayah mereka, membuat Jay mengerutkan alis dan Sunghoon terbatuk, mengakui jika mereka sudah memikirkan posisi putera mahkota sebelum waktunya pasti akan membuat Dewan Istana senang dan menjadi masalah bagi mereka.

"Tidak Pa, kami hanya..."

"Aku berpikir bagaimana Mama dan Papa bisa bertemu? Ku dengar Mama tidak ada di Korea saat Istana mengumumkan larangan pernikahan saat Papa mendapatkan gelar pangeran mahkota?" tanya Jake dengan wajah polosnya, "Mama benar-benar kabur ya?"

Jeno bisa melihat betapa merah pipi Jihoon saat mendengar pertanyaan tak terduga Jake, membuat alpha itu terkekeh lalu mengusap pinggang istrinya.

"Darimana kalian mendengar itu?" tanya Jeno sambil menahan tawanya. Mengingat peristiwa delapan belas tahun yang lalu.

"Para Dayang suka menceritakannya saat kami masih kecil Papa. Dayang Nam bahkan mengatakan Papa nyaris turun tahta karena tetap ingin menikahi Mama." Aku Jay.

"Wow, aku tidak tahu jika para Dayang suka membicarakan kita." Jeno mencium puncak kepala istrinya, menenangkan omega itu lalu berkata kepada anak-anak mereka.

"Apa yang Dayang Nam ceritakan berakhir Indah?"

Mengangguk cepat Jake langsung membalas "Tentu saja! Aku sangat menyukai cerita Dayang Nam. Jadi itu benar pa?"

Menghela nafas, Jeno tersenyum lega sebelum berkata "Kalian ingin tahu kisah kami yang sebenarnya?"

Kembar tiga itu sontak mengangguk.

"Fine, Papa akan menceritkan awal mulanya begitu selesai makan malam bagaimana?" tanya Jeno, Ia yakin Jihoon sudah lebih tenang saat hazel omega itu menatapnya dengan senyum diwajahnya: pada akhirnya mereka sendiri yang harus menceritakan kisah mereka – awal dan akhir.

"Tentu saja!" 





🔞 The King Mate (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang