Prolog

76.5K 1.5K 37
                                    

Setiap orang pasti pernah bermimpi. Tapi tidak setiap orang dapat mewujudkannya. Setiap orang selalu berusaha, tapi tidak setiap setiap usaha dapat dihargai. Itulah yang Celina alami.

Wanita cantik berusia 20 tahun yang harus bekerja banting tulang untuk menyekolahkan adiknya, serta membiayai ibunya di kampung. Ia pernah bermimpi untuk kuliah, tapi sepertinya harapan itu harus pupus karena perihal biaya.

Ada beberapa alasan kenapa Celina memilih bekerja di Jakarta, di bandingkan di kampungnya sendiri. Pertama gajinya lebih besar. Kedua untuk menghindari ucapan buruk menyakitkan dari para keluarganya, termasuk ibunya sendiri. Seperti yang di katakan di awal, setiap orang sudah berusaha, tapi tidak semua orang bisa menghargainya.

Terkadang perkataan menyakitkan, menjatuhkan, itu datang dari keluarga kita sendiri.

Ibunya selalu membandingkannya dengan si ini dan itu. Ibunya selalu menuntut ini dan itu, dan ibunya selalu merendahkan dirinya karena tidak sukses dan masih banyak lagi. Sejak ayahnya meninggal, ibunya selalu merasa bahwa Celina lah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas semuanya. Dan itu membuat Celina muak.

Maka dari itulah Celina lebih memilih menjauh. Ia tidak mau membenci ibunya sendiri karena kata-katanya yang begitu menyakitkan.

***

Setelah gajian, kini Celina memilih me-time di sebuah mall besar di daerah jakarta barat untuk sekedar menonton dan memakan ice cream. Gajinya sebagai marketing cukup tinggi, sehingga ia bisa menyisikan sedikit uang untuk dirinya bersenang-senang.

Ketika ia berada di sebuah kedai ice cream, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang anak kecil yang tengah menangis. Feeling Celin, pria kecil itu kehilangan jejak orang tuanya.

Celina pun menghampirinya. Celina suka anak-anak, jadi ia tidak tega jika harus membiarkannya menangis seperti itu. Terlebih ia tahu betul, bagaimana rasanya ketika tidak di perhatikan orangtuanya.

"Kenapa menangis sayang? Orangtuamu mana?" Tanya Celine sambil mengusap air mata anak tersebut. Menurut Celina anak tersebut sangat tampan! Dan Celina yakin, ayahnya mungkin akan jauh lebih tampan darinya. Pikirannya berkelana.

"Papa hilang..." Isaknya dengan nafas tersengal.

"Kita cari papa ya? Kakak bantu yuk!" Ucap Celina meyakinkan, dan anak itu hanya mengangguk percaya.

Celina menggendongnya menuju pusat information, supaya mall tersebut bisa memberikan pengumuman anak hilang disana. Semoga saja dengan begitu, ayah anak ini segera menjempunya.

"Sudah diumumkan sayang, sebentar lagi papa kamu disini."

"Aku lapar." Ucap Darren memelas serta mata puppy nya, yang membuat Celina semakin jatuh cinta pada pangeran kecil yang sangat tampan itu.

"Baik sayang, kita cari makan ya? Sambil menunggu papamu."

Celina memberi tahu pusat informasi, bahwa dirinya dan Darren pergi sebentar untuk makan. Ia lalu menggendong Darren menuju sebuah restaurant cepat saji Jepang di tempat tersebut.

Setelah ia memesankan makanan, Celina langsung menyuapinya. Anak itu terlihat sangat menikmati suapan dari Celina. Karena semenjak ibu dan ayahnya bercerai, ia tidak pernah mendapat perhatian itu.

"Kak Celine, aku senang sekali di suapi olehmu."

"O ya?"

"Iya."

Celine tersenyum menatap wajah sendunya. Celine tebak, anak ini pasti tidak pernah mendapat perhatian orang tuanya. Seperti dirinya yang selalu di kucilkan dan di banding-bandingkan.

Mereka bercanda dan tertawa untuk beberapa saat. Bercengkrama dengan akrab, lalu saling menyuapi satu sama lain. Bahkan meski baru mengenal, keduanya sudah terlihat sangat akrab.

Hingga, suara bariton menyapa mereka dengan begitu dingin. Sangat membekukan hati untuk beberapa saat.

"Kau apakan anakku?!"

Celina menatap santai ke arah pria bermata coklat nan indah itu. Sekejap ia merasa terpana akan ketampanannya, yang mungkin akan menyaingi dewa pada abad 100 an. Tapi sayang, sikap dinginnya membuat Celina ilfeel.

"Kau tidak lihat kalau dia sedang makan? Apa matamu yang indah itu buta?" Sarkas Celina.

Pria itu tertawa sinis, "kau tidak punya sopan santun sama yang lebih tua?"

"Kau yang lebih tua juga tidak punya sopan santun. Harusnya kau bertrimakasih padaku!"

Pria berumur 35 tahun itu mengeram, lali menarik anaknya dari sana. Ia juga meninggalkan segebok uang untuk Celina di atas meja, lalu pergi dengan cepat tanpa kata terimakasih.

"Dasar tidak punya ahlak!" Teriak Celina berapi-api sambil meminum soda dari gelasnya. Ia pun mulai menghitung uang yang di berikan pria tersebut.

"Lima juta...???" Pekik Celina dengan mulut menganganya.

Celina berjingkrak kesenangan. Ia mencium uang itu bekali-kali... lalu membawanya untuk berbelanja baju, serta menabungnya sebagian.

"Kebaikan hatimu membawa berkah Celina sayang!" Puji Celina untuk dirinya sendiri.

"Lain kali aku akan menolong 100 anak dalam sehari. Lumayan kan,  lima juta di kali seratus? Aku akan kaya! Aku mungkin bisa membeli mulut keluargaku yang selalu saja meremehkanku!"

***


My Duda My Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang