Satu

3.5K 372 17
                                    


Hogwarts berbenah.

Perang yang memporak-porandakan seluruh sekolah, dan dunia sihir, kini hampir tak tersisa. Meski jelas sekali, memori menyakitkan ramah terpatri di benak tiap orang. Tak terkecuali Hermione Granger. Bagian dari Trio Gryffindor yang kini hanya berdiam diri di tepi Danau Hitam.

Hermione Granger hanya terdiam di sana. Tak lagi mengindahkan air berombak di Danau Hitam. Baginya sekarang, tempat itu tak ubahnya ruang kosong. Tawa sekelompok murid Gryffindor di sisi lain danau, seperti Harry dan Ron yang entah berebut apa, tidak lagi dapat meredam riuhnya isi kepala gadis itu. Hanya gerak napasnya yang nampak. Pelan dan panjang. Gerakan napas panjang dan pelan itu telah lama muncul selepas Hermione mengunjungi Kementrian Sihir.

"Maaf, Hermione." Itu adalah maaf ke sekian kali Kingsley begitu ia memasuki ruangan Menteri Sihir belakangan ini. Satu-satunya tempat yang menjadi tujuannya untuk satu masalah pelik di benak Hermione. Tentang orang tuanya, yang sempat dilemparnya menggunakan Obliviate. Mereka menghilang tanpa satu pun memori tentangnya, atau tentang Inggris. Dan, Hermione baru tahu selepas perang berakhir.

"Kumohon, Kingsley, hanya kau yang bisa membantuku," pintanya lagi. Namun, gelengan kepala Sang Menteri Sihir rasanya cukup memberinya jawaban. Kecuali, aroma apel dan peppermint yang lantas mengusik indra penciumannya. Seiring dengan pintu ruangan itu yang kembali terbuka. Hermione paham benar dengan aroma itu. Terima kasih kepada jabatan Ketua Murid yang resmi disandang mereka.

Draco Malfoy berdiri di ambang pintu. Dan, kedua mata pemuda berambut pirang platina itu tepat terarah ke iris mata Hermione. Tak ada yang lantas terjadi dari pertemuan mata yang hanya butuh waktu sepersekian detik itu. Yang Hermione ingat, ia lantas berjalan berdua dengan Draco selepas keduanya keluar dari ruangan Kingsley. Tidak lama setelah pemuda itu melaporkan beberapa hal, tentang keluarganya, hukuman dari kementrian, serta Hogwarts.

"Aku bisa saja menemukan dan mengembalikan ingatan kedua orang tuamu, Granger." Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Draco di sela-sela perjalanan mereka kembali ke Hogwarts. Ucapan yang terang saja membuat kedua alis Hermione kompak mengernyit.

"Itu hal mudah, kau hanya harus melakukan satu hal untukku."

Dan, mendengar kalimat terakhir itu mampu membuat Hermione tergeli. Yang benar saja, Kingsley saja beberapa kali hanya mengucapkan maaf, dan mustahil menemukan apalagi mengembalikan ingatan kedua orang tuanya, bagaimana mungkin Draco yang dengan terang tak pernah berbuat baik padanya itu mampu? Hermione berhenti. Senyum culas kini terpampang jelas di wajahnya. Seiring dengan langkah kaki Draco yang juga terhenti, dan gerak pelan punggung pemuda itu menghadapnya, Hermione melihat raut kebingungan di wajah pucat itu.

"Malfoy, kukira perang sudah berakhir dan kita semua memutuskan damai, bahkan kau dan Harry juga tak lagi terlibat masalah. Tapi, penawaranmu begitu konyol. Sudahlah, aku―"

"McGonagall tidak bisa menolongmu, Kingsley juga sama. Kupikir kau sudah sangat putus asa agar kedua orang tuamu kembali, Granger," Draco melangkah, mempersempit jaraknya dengan Hermione. Menguarkan aroma apel dan peppermint hingga lagi-lagi mengusik indra penciuman gadis di hadapannya. "Kau tahu kemampuan Malfoy dan masih menyia-nyiakannya?"

Draco hanya mengatakan satu kalimat sebelum lantas kembali melangkah. Meninggalkan Hermione yang masih sibuk mencerna aroma "khas" Draco, sekaligus kalimat terakhir yang diucapkan pemuda itu. Segala keputusan ada di tanganmu, Granger. Sekiranya demikian, kalimat yang lantas membuat Hermione hanya mampu terduduk lemas di tepian Danau Hitam. Tak mengindahkan gelak tawa Ron dan Harry, apa lagi Ginny dan Luna yang entah membicarakan apa.

Hermione bangkit. Tak sempat menyapu roknya yang sedikit kotor dengan rerumputan. Pun tak sibuk berpamitan dengan benar kepada teman-teman se-Gryffindor-nya. Kini, hanya ada satu orang yang ingin dituju oleh gadis itu. Draco Malfoy. Pemuda pucat sekaligus keponakan penyihir yang hampir membunuhnya di salah satu tempat di kediaman Malfoy.

Tak susah bagi Hermione menemukan Draco. Kembali ke Hogwarts dalam keadaan yang, tentu saja tidak sebaik dulu, pemuda itu hanya memiliki tiga tempat favorit. Sebuah pohon rindang dan cabang kuat di bagian terpencil di tepi Danau Hitam, di asrama Ketua Murid yang mereka tempati, atau di bangku paling sepi di perpustakaan Hogwarts. Dan, Hermione menemukan Draco tengah menikmati sebuah apel dengan buku setebal 800 halaman di dahan pohon di bagian terpencil tepi Danau Hitam.

"Malfoy, aku ingin menerima penawaranmu." Hermione masih belum sempat mengatur napasnya dengan benar. Namun, jelas itu mampu membuat Draco memerhatikannya. "Apa syaratnya?"

Draco yang merasa ada seseorang yang mengajaknya berbicara, dengan kecepatan kilat langsung turun dan menghadap Hermione yang setengah tersentak karena ulahnya. Berusaha menyembunyikan ekspresi, toh, nyatakan seringai tetap tercetak di wajah Draco.

"Menikahlah denganku."

Wish You Could Hold Me (DRAMIONE) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang