Prolog

34.2K 1.6K 7
                                    

Buat yang mau baca tulisannya rapih alurnya enak dan jelas. Buka profilku, liat orang-orang yang ku follow atau liat daftar bacaanku. Mereka semua favoritku atau kalian bisa cari sendiri yang sesuai kritea.

Udah ya, jangan terdampar lagi dan memaksa masuk kalo memang ceritaku tidak termasuk kritea kalian mungkin kita belum jodoh.

Cerita ini sudah mengalami beberapa revisi, dan akan terus mengalaminya sampai aku merasa cukup ingat aku bukan kalian, karena kalo mengikuti standar kalian tidak akan pernah habis cerita ini akan tetap cacat dan terus cacat di mata orang yang kurang. Tapi meski begitu aku memang ada niat untuk merevisi tapi nanti kalo ada waktu.

Jadi tolong sekali, tinggalkan jika tidak berkenan.

Dan terakhir.

Bijaklah dalam berkomentar karena aku dan kamu sama-sama manusia.

Salam dan penuh cinta Tazsasza.








———-
Seorang anak laki-laki dengan kemeja hitam dan jeans lusuh menatap lurus kedua orang tuannya yang berada di depannya duduk saling bersebrangan. Sementara dia berada di tengah-tengah didampingi nenek tua pengasuh, yang menggenggam pundaknya dengan erat. Seolah-olah takut jikalau, anak laki-laki itu tidak dapat berdiri dengan tegak bila tidak ia pegang.

Ketika ketuk palu berbunyi, tampak raut lega dari kedua orang dewasa disana yang duduk saling berseberangan. Sementara si anak tadi hanya bisa diam membisu, kelu.

Dan begitu suara hakim menggemakan hak asuh.

Anak itu berbalik dan pergi dari sana,meninggalkan nenek tua yang meneriakkan namanya tanpa berusaha mengejar.

Besoknya, pagi-pagi sekali suara gaduh membangunkan anak lelaki tadi. Sembari masih dengan terkantuk-kantuk dia berjalan keluar kamar.

Yang tak lama tersentak tersadar, begitu melihat sosok bundanya berada di rumah, tidak seperti biasanya.

Anak laki-laki itu pun melangkah mendekat, dan berhenti begitu ia melihat bundanya tengah mengemas barangnya ke dalam koper dengan amat terburu-buru.

Ia lalu menggeleng-geleng kecil, berusaha menghilangkan kantuknya.

Kemudian kembali mendekat sang bunda yang dirindukannya selama seminggu ini.

"Bunda?" Panggil anak laki-laki itu, mencoba mencuri fokus.

Bundanya yang sedang memasukkan sepatu olahraga miliknya itu berhenti sebentar tanpa melirik, dan kembali sibuk mengemas.

"Bunda anterin kamu ke nenek, mulai sekarang kamu tinggalnya sama nenek dulu di kampung." Ujar bunda dengan begitu cepat, dan tanpa memberi kesempatan anaknya untuk menjawab. Ia kembali berujar.

"Bunda gak bisa biayain kamu kalo tinggal di kota, setidaknya kalo kamu tinggal di kampung biaya bisa lebih hemat. Nanti, kalo bunda udah punya uang lebih, bunda jemput kamu lagi. Jangan harapin ayah kamu! Dia sudah punya istri barunya!"

Seharusnya Bunda tak mengatakan itu di pagi hari yang cerah.

Disaat sang anak ingin mendekap tubuhnya, menyalurkan rindu atas kepergian sang Bunda yang tiba-tiba.

*****

7 tahun kemudian.

Suara gemuruh penonton bersorak gembira, begitu seorang pemuda tampan memasuki area lapangan.

Dengan memakai Jersey bewarna merah mencolok dan headband di kepalanya. Dia memasuki lapangan dengan amat gagahnya layaknya seorang pahlawan yang datangnya di tengah-tengah keadaan genting.

Rumah Untuk Lingga (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang