Tara memejamkan matanya, begitu tiba-tiba merasakan rasa ngilu di hatinya.
Padahal Tara yakin dia telah baik-baik saja. Yang Tara lakukan hanya berjalan mendekati pintu yang selama ini selalu tidak pernah dia buka, tapi belum sampai dia buka rasa sakit di hatinya sudah lebih dulu menahannya.
Jadi yang Tara lakukan Hanya berdiri di depan pintu.
Ternyata dirinya masih tidak baik-baik saja.
Tapi tiba-tiba saja tangan mungil mengisi tangan kosongnya. Menyalurkan rasa hangat, membuat Tara tersadar jika dia tidak sendirian.
Mata sendu Tara pun berpaling yang tadinya menghadap ke arah pintu kini ke arah bawah.
Dan tepat disana Tara mendapati putri kecilnya, sedang menatapnya sambil tersenyum lebar.
"Papa mau buka kamal peli?"
Mendengar pertanyaan polos dan cadel anaknya, kedua sudut bibir Tara mau tidak mau ikut tertarik tapi tak ayal juga keheranan menyelimuti dirinya.
Tara pun berjongkok, menyamakan tinggi dengan putri kecilnya lalu menatapnya penasaran.
"Anggi,kenapa bilang ini kamar Peri?"
Anggi putri bungsunya yang tiga tahun lalu, diadopsinya itu. Berbalik menatapnya dengan binar yang tidak hilang sejak awal.
"Doktel Caga, Om Cevan, Pa ustad Iky sama Pa gulu Elang. Celita ke enggi, katanya dulu Papa pelnah punya peli yang tinggal di Kamal ini, tapi kata Om caga pelinya udah pelgi dan juga kata doktel Caga lagi Pelinya sekalang udah bahagia. Jadi enggi gak boleh nanya dimana peli ke papa"
Mendengar penjelasan itu barulah Tara mengerti,teman-temannya ternyata masih begitu menjaganya. Padahal mereka pun sama dengannya sama-sama kehilangan. Tapi bedanya mereka mencoba kuat untuk dirinya. Sedangkan Tara mencoba kuat untuk dirinya sendiri. Sadar akan hal itu Tara menjadi kesal.
Akan tetapi juga dia tidak bisa menampik jika dia sekarang sedikit lebih merasa lapang, lalu Tara pun bangkit mengelus rambut ikal anaknya sebentar sambil menggenggam tangan anaknya erat Tara berujar.
"Anggi, Peri itu gak pergi. Dia selalu ada kok"
Anggi mengedipkan matanya, merasa tidak paham apa yang dikatakan oleh Tara.
Tara yang melihat itu tersenyum maklum.
Sambil menuntun anaknya Tara bergerak maju memutar kunci dengan tangan lainnya, menahan nafas begitu tangannya sudah memegang knop pintu.
Kemudian Tara membuang nafas, mencoba untuk tenang.
Begitu pintu dibuka, Tara dan Anggi langsung disambut dengan kamar yang gelap gulita.
Tara melepaskan genggamannya, meminta Anggi untuk menunggu di luar.
Membiarkan dirinya melangkah lebih dulu untuk masuk ke dalam.
Dan begitu sampai di depan gorden panjang, Tara langsung menyibaknya membiarkan cahaya matahari siang mulai masuk dari jendela kaca yang besar itu. Untuk menerangi kamar. Setelah itu barulah Tara berbalik menghadap putrinya kemudian dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Anggi kemari, biar papa kenalin ke peri"
*****
Suatu Hari di Bulan April Tujuh Tahun Lalu.
Hari ini dia mata semua orang Lingga tampak begitu menyilaukan. Ekspresi bahagianya juga tidak lepas dari wajahnya sejak tadi pagi.
Zevan yang sedari tadi ada di samping Bara, tak tahan untuk menyikut perut temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Untuk Lingga (Completed)
Ficção AdolescenteSegala sesuatu bentuk plagiat ,adalah hal yang paling tidak dibenarkan❗ Mari, biar ku ajak kamu berkenalan dengan Lingga dan lika-liku perjalanannya. Tapi jika kamu tidak sabar. Kamu tidak akan bisa mengerti Lingga. Maka dari itu sebagai seorang pen...