Hari Pertama Sekolah

3 0 0
                                    

Pagi itu, tepat pukul delapan, Eva dan Bibi Gloria sudah berada di kantor administrasi Rose Senior High School. Setelah mengurus semua yang dibutuhkan, Eva resmi bersekolah hari ini.

"Jangan bikin ulah, ingat no magic!" bisik Bibi Glori sambil meremas tangan Eva, gadis itu hanya tersenyum mendengar pesan bibinya.

Seorang guru mengantarnya ke ruang kelas, kehadiran Eva cukup menarik perhatian. Selain karena Ia seorang murid baru, juga karena wajahnya menarik dan rambutnya yang merah menyala.

"Perkenalkan dirimu," ucap Sang Guru.

"Hai, namaku Evanora. Biasa di panggil Eva, aku lahir di kota Hollow. Saat ini aku tinggal di sebuah mobil karavan bersama bibiku. Senang berkenalan dengan kalian."

Ingin sekali Ia menambahkan tidak usah repot-repot berkenalan atau berteman denganku karena aku tidak akan menetap di kota ini, anggap saja aku tidak ada. Tapi demi kesopanan gadis itu mengakhiri perkenalannya dengan senyum.

Beberapa murid laki-laki mulai bertanya macam-macam yang akhirnya perkenalan ini harus di akhiri oleh Sang Guru. Di salah satu sudut sepasang mata menatap tajam ke arah Eva, gadis itu sadar bahwa siswi itu tidak senang melihatnya tapi dia mengacuhkannya.

Eva duduk tepat di belakang seorang murid culun, gadis itu melirik Eva takut-takut.

"Namaku Lili," ucapnya dengan suara berbisik.

"Apa? Kau bilang apa? Aku ga dengar," Tapi gadis itu tidak berani membuka mulut lagi saat melihat sepasang mata melotot padanya.

Saat jam istirahat Eva hanya mengambil sebuah appel dan sekotak susu kemudian duduk di depan satu-satunya murid yang duduk sendiri, Lili mendongakkan kepala, terkejut karena ada yang mau duduk dengannya.

Eva menikmati appelnya dengan tenang, mengacuhkan pandangan berapa pasang mata yang sedang mengamatinya.

"Mengapa kau duduk di sini?" Akhirnya Lili bertanya, tidak tahan dengan sikap cuek Eva.

"Memangnya kenapa? Kursi ini kosong, jadi tidak masalahkan kalau aku duduk di sini," jawab Eva.

"Iya, tapi ...," Lili tidak melanjutkan ucapannya.

Eva menatap gadis di hadapannya sambil mengernyitkan dahi, sepertinya Ia dalam keadaan tertekan. Sangat tidak percaya diri dan ketakutan, semua orang juga tampak menjauhinya. Ahh bodo amat! Aku hanya ingin belajar, bukan mencari teman ucap Eva dalam hati.

Akhirnya bel pulang berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas dan bergegas berjalan pulang. Eva keluar paling akhir. Saat melintasi koridor dekat kantin tak sengaja Ia melihat Lili di kelilingi beberapa gadis lain yang sekelas dengannya. Awalnya Eva tidak mau ambil pusing tapi nuraninya protes, Dia tahu benar apa yang sedang dialami Lili saat ini, Ia harus melakukan sesuatu.

Akhirnya Ia memutuskan mendekati kerumunan itu, Lili memandangi Eva dengan mata melotot, tak percaya ada yang berani mengganggu Claudia dan kelompoknya.

"Hmm ... ada yang sok mau jadi pahlawan rupanya," dengus Claudia dengan senyum sinis memandangi Eva.

Gadis-gadis lain ikut menertawakan Eva. Claudia mengeluarkan sebuah korek api dan mengarahkannya pada Eva.

"Pergi, atau kurusak wajahmu yang sok imut itu!" gertak Claudia. Tapi Eva tidak mundur sedikit pun, malah melangkah makin dekat.

"Hati-hati, jangan suka main api. Nanti kau akan terbakar!" seru Eva balik menantang.

Kedua gadis itu berdiri saling menantang, jarak mereka sudah sangat dekat. Claudia melempari Eva dengan korek api yang ada di tangannya, Eva mengedipkan mata dan tiba-tiba semilir angin berhembus membuat api dari korek itu membesar dan malah berbalik ke arah Claudia. Gadis itu terkejut, api telah menyentuh ujung rambutnya. Ia dan teman-temannya lari meninggalkan Eva dan Lili. Si gadis culun masih tidak percaya apa yang di lihatnya, Ia segera menyusul langkah Eva yang berjalan meninggalkannya.

"Terima kasih," ucap Lili.

"Apanya?"

"Itu yang tadi ... kau telah menolongku,"

"Ahh ... aku tidak melakukan apa-apa. Kau sedang beruntung, dia terbakar api yang dia buat sendiri,"

"Tapi ...,"

"Sudahlah Lili, sebaiknya kau pulang. Lupakan saja kejadian barusan," Eva mempercepat langkah, sungguh dia tidak ingin berteman dengan siapa pun.

Malam ini Eva akan tampil dua kali, untuk itu dia harus mempersiapkan diri, mengatur gerakan-gerakannya. Harus ada perbedaan antara pertunjukan pertama dan kedua agar penonton tidak merasa bosan. Untungnya sejak masuk sekolah, Bibi Gloria memberikan kelonggaran pada Eva untuk tidak melakukan tugas rumah.

Eva sedang berlatih di tenda utama, bergelantungan di antara tali-tali yang terpasang di langit-langit tenda saat Gery memanggilnya.

"Eva, turunlah! Ada seorang gadis yang mencarimu!" serunya.

"Siapa?"

"Entahlah, dia menunggumu di gerbang utara."

Eva kemudian melakukan salto dan mendarat mulus di atas matras yang telah disediakan, Ia bergegas menuju gerbang utara, penasaran siapa yang datang mencarinya. Dari kejauhan tampak seorang gadis mengenakan gaun polkadot berwarna hijau berdiri sambil menenteng keranjang, yup tidak salah lagi, itu Lili si Culun.

"Hai!" seru Lili saat melihat Eva.

"Hei, ada apa?"

"Mmm ... tadi ibuku masak pie blueberry. Aku pikir kau mungkin suka."

Tadinya Eva berniat menyuruh gadis itu pulang tapi saat mendengar kata pie blueberry, terbayang aroma dan lezatnya kue itu di lidah, sepertinya sungguh tidak sopan kalau menolak pemberian Lili. Eva segera membuka pintu samping gerbang dan mengajak Lili duduk santai di pinggir sungai sambil menikmati sinar mentari sore yang indah.

Ternyata Lili adalah pribadi yang berbeda saat di luar lingkungan sekolah. Saat berbicara suaranya terdengar jelas, banyak tertawa, banyak bercerita. Mereka ngobrol cukup lama, Lili menceritakan apa yang telah di bacanya di buku, betapa Ia tertarik dengan dunia seni seperti lagu dan puisi.

"Mengapa kau tidak mencoba menulis?" tanya Eva.

"Dulu aku pernah, tapi sekarang tidak lagi," jawab Lili dengan suara pelan.

"Memangnya kenapa?"

"Claudia dan teman-temannya sering mengejek dan membakar buku catatanku."

Lili kemudian menceritakan perlakuan Claudia, caci maki dan bullying yang menjatuhkan rasa percayanya. Eva merasa salut dengan ketabahan Lili menerima semua perlakuan gadis-gadis nakal itu, mungkin bila Ia yang ada di posisi Lili sudah habis mereka di jadikan barbekyu.

Tak terasa hari sudah menjelang malam saat akhirnya Lili pamit dan meninggalkan area pasar malam, gadis itu cukup manis saat tersenyum, sayangnya di sekolah wajahnya selalu terlihat murung. Lili memperingati Eva agar berhati-hati, Claudia dan teman-temannya pasti akan mencari saat yang tepat untuk membalas kejadian tempo hari. Ahh peduli amat! Pikiran Eva sekarang hanya fokus pada pertunjukannya, masalah Claudia itu urusan nanti.

Seperti biasa, malam ini Eva tampil memukau, di pertunjukan yang kedua Ia berkolaborasi dengan si kembar Gaby dan Gery. Bersama mereka menampilkan adegan pisau api yang mencekam penonton. Gaby berdiri dengan tubuh terikat pada papan target, mata Gery telah di tutup selembar kain. Ia akan melemparkan lima pisau yang terbakar api kearah Gaby, sementara Eva menari, bahkan berlari tak beraturan mengelilingi Gery.

Di butuhkan konsentrasi tinggi untuk adegan ini, agar Gaby ataupun Eva tidak terkena pisau. Para penonton menahan nafas sambil menonton, saat pisau kelima berhasil melayang tanpa melukai Gaby dan Eva mereka bersorak, memberikan tepuk tangan paling meriah yang pernah Eva dengar.

Eva baru saja menyelesaikan pertunjukannya, saat Ia berpapasan dengan David di jalan menuju mobilnya.

"Hai, gadis api," sapa David. Eva hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya, pemuda itu mengikutinya.

"Hei, ayolah. Kita satu sekolah, harusnya kita saling kenalkan?" ujar David. Eva berhenti dan menatap tajam ke arah David.

"Siapa yang mengharuskan?"

"Ga ada sih, tapi bukankah seharusnya seperti itu?" jawabnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Eva bergegas masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan kasar, berharap pemuda itu segera pergi dan tidak lagi mengganggunya.

Evanora, Sang Gadis ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang