Part. 3 : #SELAGI BISA, KENAPA ENGGAK?

71 24 210
                                    

HALLO!

APA KABAR PARA PENDUKUNG BIRU?! SEMOGA SEMUANYA BAIK-BAIK SAJA YA^^

JANGAN LUPA MAKAN, MANDI, SHOLAT BAGI YANG BERAGAMA MUSLIM. JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN KALIAN DI MASA PANDEMI INI^^

WAJIB TINGGALIN VOMENTNYA YA^^ SEPERTI BIASA, RAMEIN SPAM NEXT BIAR AKU BISA LANJUTIN CERITA BIRU SAMPAI TUNTAS. AKU JANJI BAKAL BIKIN SEKUEL BIRU KALO KALIAN DUKUNG AKU TERUS^^

SAYANG KALIAN BANYAK-BANYAK ❤❤

HAPPY READING ❤❤

3. SELAGI BISA, KENAPA ENGGAK?

"Bukan ketidakkesengajaan. Melainkan, sebuah keinginan untuk saling mempertemukan."

-Putih Cry Loova-

_____________________________________________

          SETELAH sekian lama bernegoisasi di café, Putih akhirnya memilih untuk menuruti tawaran Biru yang secara tak langsung, cukup memaksa. Niatnya ingin menghindari pria ini, ternyata gagal.

          Dan ketahuilah sekarang, dengan terpaksa ia diharuskan memegang pundak belakang Biru untuk yang pertama kalinya. Selama di perjalanan Tak ada yang mau membuka suara, keduanya saling terlarut dalam pikiran masing-masing.

Lima belas menit perjalanan...

          Mereka berdua sampai di halaman depan rumah Putih. Gadis ini segera turun dari sepeda milik Biru. Tanpa menatap sang pemilik sepeda, ia mengambil take-away nya yang diletakkan di bagian stang.

          "Lo mabuk perjalanan? Kok pucet gitu mukanya?" tanya Biru begitu menyadari raut wajah Putih berubah pucat pasi bak mayat hidup.

          Putih mendongak, menatap Biru dengan sorot mata elangnya membuat nyali Biru menciut saat itu juga.

          "Makasih buat tumpangannya." Putih berbalik badan, tangan kanannya meraih pegangan pintu gerbang.

           "Tunggu!" cegah Biru membuat Putih kembali menoleh.

           "Ada apa?"

          Biru mengeluarkan handphone dari dalam tasnya, mencari sebuah perangkat bergambar telepon.

          "Minta nomor handphone lo dong," kata Biru menyodorkan benda pipih tersebut pada Putih, meminta gadis ini agar menulis nomornya sendiri.

          Putih tak langsung menerima. Ia tampak menimang-nimang lebih dulu, hingga akhirnya menganggukkan kepala setuju.

          Setelah selesai, Putih mengembalikan handphone tersebut kepada sang pemilik.

          "Lain kali kalo mau nebeng gue bawa kresek," kata Biru memasukkan kembali handphone-nya di dalam tas.

          Putih mengernyit tak paham. "Buat apa?"

          "Buat jaga-jaga kalo elo mabuk perjalanan."

          Putih melongo. Pria ini kelewat bodoh atau memang sengaja bodoh?

          "Gue enggak pernah mabuk perjalanan. Lagian, mana ada sih mabuk perjalanan cuman gara-gara naik sepeda?! Dan satu lagi, buat nebeng yang kedua, gue rasa enggak perlu. Cukup ini yang pertama dan terakhir buat gue," pungkas Putih lantas memasuki gerbang rumahnya begitu saja.

BIRU (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang