Sawadikha broccoli 🙏🥦
🥦
.
🥦
.
🥦
.
🥦
.
🥦
.
🥦
.
🥦
.
🥦
."PHI, CEPAT KE SINI"
Orang yang baru saja memejamkan mata sekitar 2 jam lalu kini membulatkan matanya sampai ke bulatan paling sempurna, pekikan nyaring dari benda yang ia genggam itu berhasil mengembalikan nyawanya secara paksa, seketika ia melihat benda bulat yang terpampang rapi di dinding kamar berwarna hitam putih, perpaduan yang sangat kontras, oh ayolah ini masih jam 6 pagi, dan ia baru bisa tidur tadi jam 4, tidakkah Tuhan berpihak baik kepadanya pagi ini
"Phi, apa kau dengar aku? Cepatlah ke sini, ini gawat"
Layar ponsel itu menyala, menandakan panggilan itu di putuskan secara sepihak
Pria dengan kaos polos warna hitam itu segera bangkit dari tempat tidurnya, roh nya yang tadi belum terkumpul seutuhnya kini sudah kembali dengan sempurna saat mendengar rentetan kalimat seseorang dari seberang telepon tadi
Ia menyambar benda kecil bulat di atas nakasnya, kemudian berlari keluar kamar begitu saja, jangankan mencuci muka terlebih dahulu, bahkan ia pergi tanpa menggunakan alas kaki, pikirannya mendadak tidak normal setelah mendengar kata 'gawat' dari orang tadi, seketika kepanikan menyerangnya, sedangkan benda kecil tadi adalah ikat rambut, ia membutuhkan benda itu karena rambutnya yang lumayan panjang, ia berlari sambil mengikat rambutnya asal, berbeda dengan biasanya yang selalu di ikat dengan rapi
Dia Boun Noppanut Guntachai, pria bertubuh jangkung keturunan Chinese memiliki kulit putih dengan tubuh tinggi sangat pas dengan gaya rambutnya yang dirubah menjadi warna kuning keemasan, membuatnya terlihat lebih mencolok dimanapun dan kapanpun
Boun, mahasiswa arsitektur tahun ketiga di universitas terbaik nomor kesekian di kotanya, sebenarnya bisa saja ia memasuki universitas terbaik urutan ketiga atau kedua, bahkan pertama, sayangnya ada sesuatu hal yang menariknya untuk masuk ke universitas terbaik nomor, ah tunggu apa masih mungkin dibilang terbaik? yang bahkan tidak masuk sepuluh besar
"Brakk...brakkk"
Ia mengetuk pintu dengan tidak santai, mungkin lebih tepatnya menggedor, atau menggebrak?, karena ia mengetuknya bukan dengan punggung jemari jemarinya melainkan dengan telapak tangan
Saat setelah pria lain berdiri di balik pintu berwarna hitam yang barusan bergerak terbuka ia segera memegang kedua pundak pria itu, di pandanginnya dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, saat di rasa tidak menemukan apa-apa ia beralih memutar tubuh pria itu berulang-ulang kali
Sedangkan yang di perlakukan seperti itu hanya diam saja pasrah, raut mukanya terlihat begitu datar
"Nong? apa yang luka? Tanganmu? Dagumu? Dadamu? Atau apa?" Cerocosnya sambil memegang dan mengecek satu persatu bagian tubuh pria itu yang tadi di sebutkan olehnya
Pria tinggi yang biasanya tenang, santai, namun tidak dingin itu akan berubah banyak omong jika dalam keadaan panik seperti ini
Pria itu masih menunjukkan wajah datarnya, namun Boun tidak perduli, itu sudah biasa baginya, ia terlalu panik dengan pikirannya sendiri
"Dadaku phi" ucap pria itu tiba-tiba, ia memegang dadanya sebelah kiri memasang wajah seolah merasakan begitu sakit luar biasa
Boun bertambah panik, ia ikut memegang dada pria itu, dengan cemas ia mengusap-usap nya "kenapa bisa? Sakitnya seperti apa? Mau phi bawa ke dokter apa dokter yang ke sini?"
Ia menatap lekat lekat wajah pria itu, menunggu jawaban yang akan di lontarkan oleh Nong di depannya
"Ah" lenguhnya singkat dengan mata terpejam, bukan jawaban yang di dapat Boun tapi malah satu desahan lolos dari mulut manis bocah itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound
Teen Fiction"Tidak phi, ayo berangkat" "Lima bungkus keripik kentang sepulang dari kampus" "No" "Sepuluh" "No" "Dua puluh" "No, ayo berangkat atau aku tidak mau bertemu denganmu selama satu Minggu" "Prem" nada suara Boun mengecil, ia benar-benar memohon p...