awal mula

2 1 0
                                    

"Hai Bim, gue balik lagi kesini, gue kangen sama lo. Emm, lo kangen juga gak sama gue? Gue harap suatu saat kita bisa ketemu lagi kaya dulu yaa." Terdengar helaan nafas dari Zabeth sesaat setelah selesai berbicara dengan gundukan tanah didepannya yang diatasnya ada nisan bertuliskan Bisma Raganing Mulya.

Hening, tidak ada balasan dari lawan bicaranya.

"Btw gue tadi waktu pensi di sekolah bawain lagu kesukaan lo loh Bim." Bim... Ya, Zabeth sering memanggil Bisma dengan sebutan Bima. Panggilan sayangnya dulu kepada Bisma.

"Gue tadi hampir nangis tau, tiba-tiba keinget sama lo yang sering main piano dirumah gue, dan setiap lo main piano, lagu yang lo bawain itu-itu mulu. Gue tadi hampir aja kelepasan, mau berhenti ditengah-tengah, kalau aja gue ga sadar gue lagi tampil, mungkin gue beneran berhenti, terus nangis lari ke toilet. Hehee..." Zabeth kembali berbicara sambil mengingat kejadian tadi.

"Bim, gue cengeng ya? Gue sekarang nangisan ya? Ya gitu Bim gue sekarang. Semenjak lo pergi, gue jadi lebih cengeng. Lo sih, rese. Main pergi seenaknya, gapake pamit lagi. Tapi, gue sekarang udah lebih baik dari kemarin-kemarin Bim, gue udah gak ngurung diri dikamar lagi. Gue juga udah mulai berinteraksi lagi sama anak-anak disekolah. Ya walaupun masih ada satu dua anak yang sering nyinggung soal lo, tapi gatau kenapa kali ini gue lebih tenang dari sebelumnya.

Bim, gue sampe sekarang masih sayang sama lo kok, tenang aja. Gue bakal jaga diri gue disini baik-baik selama lo pergi. Jadi, gue harap lo disana yang tenang ya. Biar gue disini juga ikut seneng kalo lo nyaman disana." Kembali hening, hingga tiba-tiba setetes air mata Elizabeth turun menetes, jatuh ke tanah dimana Bisma dimakamkan.

"Gue pamit dulu ya Bim, udah sore banget ini, nanti mama nyariin lagi. Tau sendiri kan mama sama gue gimana, besok-besok gue main kesini lagi kok. I love you Bim..." Sebuket bunga lavender diletakkan diatas nisan hitam, kemudian Elizabeth mengusap sebentar nisan tersebut lalu berdiri. Beranjak pergi meninggalkan tempat pemakaman dimana tubuh Bisma tinggal saat ini.

Berjalan pelan menuju keluar area pemakaman sambil melihat keadaan sekitar, pandangan Elizabeth terpaku pada seorang laki-laki yang turun dari Skuter warna putihnya, melepas helm kemudian membuka jok motornya. Mengeluarkan sebuket bunga yang juga merupakan bunga lavender. Bunga kesukaan Bisma.

Elizabeth seperti terhipnotis, ketika sang cowok tersebut mulai berjalan masuk ke area makam, sambil menyugar rambutnya, membuat kesana asal-asalan namun rapi. Lama ia terdiam ditempat dan hanya memandang kedepan. Tiba-tiba Zabeth dikejutkan dengan cowok tersebut yang melambaikan tangan tepat didepan matanya.

"Hei, bengong ya? Jangan bengong. Ini makam, nanti kalo ada apa-apa gimana? Sepi gini gak ada yang bakal nolongin lo ntar." Ujar cowok tersebut.

"E-ehh?" Seketika Elizabeth menegang. Ia melihat wajah cowok didepannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Bulu mata yang lentik layaknya bulu mata seorang wanita, alisnya yang tebal dan tertata rapi, mungkin saja dia sulam? Ah tidak mungkin. Hidungnya juga yang menjulang tinggi, ditambah bibirnya yang mungil, berwarna pink cerah. Dan juga rahang yang keras menampakkan kesan tegas namun penuh dengan kelembutan.

"Hehh, kok lo bengong lagi sih. Jangan bengong mulu napa. Ini di makam loh, tar lo kesambet gue yang repot lagi." Cerocosnya yang bisa mengembalikan kesadaran Zabeth.

"Oh, maaf-maaf. Gue ga sengaja. Maaf ya." Ujar Zabeth buru-buru kemudian pergi berlari meninggalkan area pemakaman, dan juga cowok tersebut.

Kepergiannya diiringi tatapan aneh dari sang cowok, sebelah alisnya terangkat naik, menimbulkan kernyitan didahi mulusnya.

"Aneh. Cewe, kesini sendirian pula. Ga takut apa? Biasanya aja yang paling histeris kalo diajakin ke tempat beginian. Aneh banget si." Ucap sang cowok sambil menatap kepergian Zabeth yang sedikit berlari, kemudian berhenti didepan sebuah mobil pajero hitam, lalu masuk kedalamnya.

GOVHINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang