Diorama
Tentang bagaimana cinta membawa banyak pahat indah kenangan dan pahitnya perpisahan. Diorama; tentang bagaimana segalanya terlupakan karena tidak ada lagi tangis dan tawa yang sudi ditulis di atas lembaran. Dio Rama, bukti bahwa cinta memang bisa padam..
.
.
Dio, Dio Rama namanya. Orang tuanya menyelipkan doa bahwa kelak dirinya akan menjadi bukti cinta keduanya yang penuh dengan berjuta memori tertulis pada lembaran hidup mereka. Dio Rama adalah laki-laki yang pada usia keempatnya memikirkan bagaimana cara mengerjakan tugas pra-sekolahnya sendiri tanpa bertanya. Anak laki-laki berusia enam yang menemukan ibunya meringkuk kedinginan di pojok ruang tamu, sendirian menggenggam botol minuman berwarna gelap dengan bau aneh menyengat dari napasnya—saat itu, Dio menyeret segulung selimut tebal dari kamarnya, menyelimuti sang ibu dengan pelan sebelum kaki-kaki kecilnya berlari masuk kembali untuk selanjutnya terlelap sendirian tanpa selimut yang biasa menghangatkannya.
Dio Rama adalah anak laki-laki berusia tujuh dengan banyak luka gores dikedua lengan hasil angkara sang ayah, menutupinya dengan jaket bergambar Donald Bebek yang belel—yang kemungkinan hanya tiga pekan sekali dicucinya sendiri sembari mandi. Dio Rama adalah anak laki-laki berusia sepuluh yang bangun pukul empat pagi untuk mandi dan segera bergegas menaiki angkutan umum, turun di terminal Kampung Melayu dengan mudah tanpa membayar ongkos karena dirinya mengenal baik paman berkumis tebal yang kini berteriak memberinya semangat. Saat itu Dio Rama menjadi tukang koran keliling di pusat Kota Jakarta, menggunakan sepeda kakek tua yang mempekerjakannya setiap pagi sebelum jam sekolah dimulai. Dio menjaja makanan ringan tepat setelah waktu pulang sekolah yang dibuat oleh tetangganya yang sudah renta, nenek-nenek asli Jawa Tengah yang menganggap Dio adalah cucunya. Ia membanting tulang untuk membiayai sekolah sendiri tanpa ingin tahu bahwa dirinya memiliki hak finansial dari orang tuanya.
Dio Rama berusia sepuluh saat pertama kali melihat ibunya menangis, meraung-raung dengan banyak luka di sudut bibirnya. Wanita cantik itu menggenggam erat kemeja sang suami, mencari kekuatan untuk berpijak di kedua kakinya yang tremor dan terlihat rapuh. Dio berlari sekuat tenaga dari pintu rumahnya, tangannya yang kurus menjadi satu-satunya tameng dari ayunan gagang sapu pada genggaman sang ayah yang kuat. Saat itu Dio berteriak begitu kencang, diselimuti kebingungan dan amarah, serta rasa sakit yang membuat kulitnya memar selama lebih dari dua pekan.
Dio Rama adalah anak laki-laki cerdas dengan begitu banyak masalah di bawah atap yang menaungi malamnya, anak laki-laki yang sungkan berlari dari kerasnya sahutan amarah kedua orang tuanya yang sudah dianggapnya lagu penghantar tidur atas kejamnya dunia. Dio belajar bahwa memang pada dasarnya dirinya memanglah benalu di antara kedua orang tuanya yang selalu ribut sembari menggiring namanya ke dalam sahutan yang memuakkan. Dio belajar bahwa memang mungkin ini adalah salahnya, bahwa ia dilahirkan tidak pada waktu yang tepat, tidak dalam keadaan dimana orang tuanya dengan lapang hati menerima kehadirannya sebagaimana nama indahnya tercipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diorama, Doyu
FanfictionDoyu local au. Tentang bagaimana cinta membawa banyak pahat indah kenangan dan pahitnya perpisahan. Diorama; tentang bagaimana segalanya terlupakan karena tidak ada lagi tangis dan tawa yang sudi ditulis di atas lembaran. Dio Rama, bukti bahwa cinta...