1. Orang sarap

27 1 0
                                    

"Bagaimana pekerjaan mu, Lan?"

Suara dentingan sendok dan percakapan sebuah keluarga terdengar mengisi ruang makan pada malam itu.

"Baik, Yah. Ada beberapa murid baru yang masuk untuk pindah ke sekolah Allan." Balas laki-laki berkaos hitam dengan rambut cepaknya yang selalu terlihat rapi, Dialah Allan.

Ayah nampak mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu, ia mengalihkan pandangannya menuju perempuan cantik berambut panjang. "Kalau Vira? Tugas kuliahnya banyak?"

"Lumayan, tapi sudah Alvira selesaikan, Yah." Balas Alvira disertai dengan senyuman manis.

"Tuh, Ra. Kakak-kakak kamu aja udah bisa buat Ayah dan Mama bangga. Kamu kapan?" Ayah menatap Putri Bungsunya yang fokus menyantap seporsi nasi goreng di hadapannya.

Almira meletakkan sendoknya lalu ia menghembuskan napasnya lelah. "Ini udah ke-38 kalinya Ayah tanya itu ke aku. Apa kali ini, gak ada pertanyaan lain?" Ujar Almira tanpa mengalihkan pandangannya dari nasi goreng di hadapannya.

Tanpa menunggu balasan dari Ayahnya, Almira bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar rumah. Langkah kakinya terhenti di depan gerbang rumahnya. Ia terduduk di depan gerbang sambil menekuk lututnya.

"Dikit-dikit Allan, dikit-dikit Almira. Dibanggain mulu." Gerutu Almira. Bibirnya manyun, alisnya ditekuk, raut wajahnya terlihat sedang kesal.

"Salah siapa coba, waktu bikin gue gak ngucap bismillah dulu, gini kan jadinya." Lanjut Almira.

Almira menghembuskan napasnya kasar, ia menangkup pipinya seraya menatap jalanan di depan rumahnya yang sedang sepi. Matanya terpejam saat angin malam menerpa tubuhnya yang hanya dibalut piyama berwarna merah maroon. Tiba-tiba ia terjingkat saat ia merasakan sesuatu yang hangat menempel di pipinya.

"Anjing! Astaghfirullah!" Pekik Almira seraya berdiri. Ia terkejut saat mendapati seorang pria jangkung berdiri di hadapannya dengan membawa mangkuk berukuran sedang di kedua tangannya.

"Lo siapa, sih?!"

Laki-laki tersebut tersenyum lebar lalu ia menyodorkan mangkuk tersebut ke arah Almira. "Aidan. Anak pertama Bu Ani. Tetangga lo."

Almira mengerutkan keningnya sejenak lalu iya mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh, Iya-iya gue inget. Lo anak Tante Ani yang tinggal di Bali?"

Aidan mengangguk meng-iyakan. Ia tetap tersenyum bahkan saat Almira menerima mangkuk yang dibawa Aidan. "Ini dari Tante  Ani?"

"Bukan. Itu dari gue, mama gue yang masak." Jawab Aidan.

Almira memutar bola matanya malas. "Hm. Itu maksud gue. Makasih ya."

Aidan mengangguk, ia masih mempertahankan senyuman lebarnya hingga Almira menatapnya aneh. "Tuh bibir gak capek ditarik terus?"

Aidan menggeleng dengan cepat. "Lo cantik. Mau gak jadi babu di rumah gue?"

Almira membelalakkan matanya terkejut. "Lo gila ya?"

"Gatau. Gue belum tanya ke mama gue. Kayanya sih, iya."

Almira berbalik meninggalkan Aidan yang masih menatapnya sambil tersenyum lebar. "Tau ah. Sarap lo!"

Almira masuk kembali ke dalam rumah dengan membawa mangkuk pemberian Aidan.

"Ngapain balik lagi? Laper?" Tanya Alvira, kakak kedua Almira sekaligus satu-satunya orang yang Almira ingin hempaskan dari rumah tempat ia tinggal.

"Ngapain nanya-nanya? Peduli?" Balas Almira tanpa menatap Alvira.

Mama yang memang sosok perempuan yang memiliki sifat lemah lembut dan penyayang di rumah tersebut meletakkan sendok makannya lalu menatap masing-masing putrinya.

"Udah. Kalian ini ribut terus setiap hari, Mama capek dengerin kalian ribut."

Almira mendengus sebal. "Aku juga capek hidup bareng alien." Ujar Almira.

"Lo ngatain gue alien?! Gak sopan banget sih?!" Alvira menatap Almira geram.

"Gue gak sebut nama lo, kalau lo ngerasa, ya udah."

Allan berdiri dari duduknya lalu merangkul Almira sembari menariknya ke kamar Almira. "Ra. Kita makan disini aja ya."

"Lo kenapa, Bang? Gue bisa makan sendiri kok, lo makan aja bareng Keluarga Harmonis di bawah." Ujar Almira.

"Ra, kita harus inget posisi kita disini siapa, dan posisi Alvira di rumah ini siapa."

Almira tersenyum miring. "Gue selalu inget, Bang."

Almira berjalan menuju balkon kamarnya lalu membukanya, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. "Dan gue gak akan lupa, kalau disini gue seorang putri dan dia hanya tukang sapu kerajaan."

_____

BROKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang