꒰ είκοσι δύο ꒱

21.2K 6.4K 2.7K
                                    

Jaehyuk mengerjapkan matanya, kepalanya pening dan sakit. Ia meringis, badannya sulit digerakkan, dan... dirantai?

Pelan-pelan ia mendongak ke depan, sedetik kemudian dia terlonjak ke belakang.

Beberapa centi di depan sana, ada Beomgyu yang tak sadarkan diri, duduk terikat menghadapnya. Tangan pemuda itu memegang belati perak dengan permata berwarna silver di gagangnya, mengarah kepadanya.

Seketika sekujur tubuhnya panas, inilah kelemahan werewolf. Jika ada benda berwarna silver, kulitnya akan terasa panas dan terbakar.

"Jaehyuk..." lirih seseorang dari arah kiri.

Kepalanya menoleh pelan kesana, ia kembali dikejutkan dua kali. Junseo sama seperti Beomgyu, bedanya pemuda itu dikelilingi sihir berwarna hitam, seperti melemahkan kekuatannya.

"Maaf..." Junseo menunduk, menangis merasa bersalah. "Seharusnya gue jujur kalau gue keturunan Hecate lebih awal, dengan begitu lo dan Beomgyu gak bakal ada disini. Seharusnya gue lindungin kalian, gue gagal..."

"Jun... ini bukan salah lo." Jaehyuk berujar sendu. "Justru lo gak seharusnya jujur tentang identitas lo, karena dengan begitu lo gak akan dibawa kesini."

Junseo menggeleng. "Maaf..."

Jaehyuk tersenyum. "Gak apa-apa... lo udah berusaha."

Setelah itu hening, Jaehyuk sibuk memperhatikan Beomgyu. Ia meringis, kulitnya semakin sakit. Selain itu ia khawatir, walaupun Beomgyu hunter, dia hanyalah manusia biasa, berbeda dengannya dan Junseo.

Luka-luka di tubuhnya sangatlah parah, pasti butuh waktu lama untuk sembuh.

Seandainya ada burung phoenix disini...

"Wah, sudah bangun ternyata."

Pintu terbuka, seseorang berjubah hitam dengan tongkat sihirnya masuk ke dalam. Senyumnya lebar sekali, terlihat memuakkan.

Orang itu tertawa terbahak-bahak melihat kondisi ketiganya, mereka bertiga terlihat sebagai hiburan di matanya.

"Ketua menyuruh saya untuk bunuh kalian... tapi bersyukurlah, tuan mengurungkan niatnya," ucapnya datar.

"Siapa ketua kalian?!"

Orang itu memainkan tongkat sihirnya, berjalan mendekat ke Beomgyu yang setia menunduk dan belum sadarkan diri.

"Seseorang yang pandai menggunakan sihir," jawab orang itu menyeringai lebar.

Jaehyuk terdiam, berbagai hipotesis muncul di benaknya. Berbagai nama terlintas disana, tapi apakah mungkin?

"Kalian mau tahu apa rencana ketua?" Tanya si penyihir berjubah, mengarahkan tongkat sihirnya arah Beomgyu. "Dia ingin menjadikan kalian sebagai 'alat' perangnya, menarik bukan?"

"Kenapa kita...?"

"Jawabannya mudah, tanyakan langsung pada ketua."

Penyihir itu tertawa lagi, lalu mengucapkan mantra untuk melepas ikatan di badan Beomgyu. Jaehyuk dan Junseo membeku, mereka memikirkan hal yang sama.

"Saya ingin main-main dulu dengan kalian, setelah itu kalian berdua kujadikan 'alat' sepertinya, ya," ucap si penyihir seraya berpindah posisi ke dekat pintu.

Jaehyuk merinding, menatap Beomgyu dengan rasa takut yang perlahan mendatanginya. "Beomgyu...? Gyu, lo gak apa-apa, kan?"

Junseo terbelalak menyadari apa yang terjadi, panik melandanya melihat Beomgyu berdiri dari duduknya. "Jaehyuk, hati-hati!"

Dengan gerakan cepat, Beomgyu mendongakkan kepalanya, berjalan maju seraya menggenggam belati peraknya kuat-kuat.

Pupil mata si hunter berwarna ungu, tanda kalau dia dipengaruhi oleh sihir.













































































"Sampai kapan lo mau sembunyiin identitas lo, Jeongin? Gue tau lo takut, tapi lihat situasi sekarang. Makin parah, orang lain yang gak bukan peserta Cursed Game bakal ikut terluka atau bahkan meninggal."

"Itu gak semudah yang lo pikirin, Heeseung. Ada saatnya gue bertindak, bukan sekarang."

"Tapi kapan?"

Jeongin mengedikkan pundaknya. "Mungkin saat si pelaku tunjukin dirinya, entahlah. Kalau lo paksa gue untuk bertindak sekarang, lo bakal menyesal."

"Kenapa?"

"Karena si pelaku bakal serang kita habis-habisan, serangannya bisa merusak kota. Lebih baik gue sembunyiin identitas sampai saatnya tiba kan? Sekalian kasih kejutan buat dia."

Heeseung menurunkan kakinya ke bawah, membiarkannya berayun ke depan dan ke belakang. "Bener juga, maaf udah paksa lo..."

"Gak apa-apa. Oh ya, lo masih kenyang kan? Gak lucu loh kalau lo minum darah temen sendiri," celetuk Jeongin.

Heeseung nyengir aja. Sekarang mereka berdua berada di halaman belakang sekolah, Heeseung duduk di atas pohon dan Jeongin berbaring di rumput.

Mereka berdua memilih kesana karena di uks terasa canggung, itu bagi Jeongin sih... bagi Heeseung tidak. Alasan dia keluar dari sana karena darah dari luka teman-temannya. Dia sedang lapar, kalau dia kelepasan gimana?

"Oh ya, lo sempet kepikiran kalau dalangnya di antara kita?" Tanya Jeongin seraya memandang langit mendung.

"Iya... dan belum semua jujur tentang identitas asli mereka. Kita gak tau mereka baik atau jahat. Dan Jaehyuk bilang... ada yang auranya gelap, dia tau dari iblis gitu sih."

"Oh ya?" Jeongin menoleh, tertarik dengan topik pembicaraan. "Siapa yang auranya gelap?"

"Di antara dia, Chenle, sama Seungmin. Kalau menurut gue, aura gelap itu gak selamanya buruk. Selain pertanda kematian atau kejahatan, aura gelap bisa mendeskripsikan identitasnya. Contohnya iblis dan penyihir kegelapan."

"Tunggu sebentar, gue tiba-tiba mikirin hal ini," sela Jeongin merubah posisinya menjadi duduk.

"Apa? Kenapa?" Tanya Heeseung tak mengerti, lalu melompat turun dari pohon.

"Tadi lo bilang di antara mereka ada yang auranya gelap kan? Jaehyuk itu werewolf, kita kesampingkan itu dulu. Sekarang Chenle dan Seungmin, mereka berdua itu apa?"

"Gue gak tau Seungmin itu apa, tapi gue tau Chenle itu apa," jawab Heeseung bersungguh-sungguh.

"Serius lo?"

"Iya, gue baru tau ini di rooftop tadi. Tapi gue minta jangan sebarin ke siapapun, lo bisa janji kan?"

Jeongin mengangguk mantap. "Gue janji, jadi Chenle itu apa?"

"Sini gue bisikin, biar readers gak bisa denger. Hehe."

Cursed Game | 01 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang