Chapter Five

98 25 38
                                    

Pagi-pagi sekali James sudah dikejutkan oleh kehadiran Lisa. Gadis dengan lesung pipi itu menghampiri James yang hendak pergi ke kampus.

"Hi," sapanya.

James tidak membalas, hanya menatap Lisa datar. Dia benar-benar tidak mengenal gadis di depannya ini, walau kemarin Nadine bilang kalau mereka sekampus.

"Sori, lo siapa ya?" kata James pura-pura tidak kenal. Padahal mereka sudah bertemu di Cafe kala itu.

"Gue Lisa, masa lupa sih? Kan waktu itu pernah ketemu di Cafe, sama mantan pacar lo itu."

Ucapan Lisa barusan membuat darah James mendidih, dia ini kurang ajar sekali. "Gue ga punya mantan, kalau calon istri punya. Lo pasti inget, 'kan?" jawab James sarkastik.

James hendak membuka pintu mobil tapi langsung ditahan oleh Lisa.

"Nadine bilang kalian udah putus dan gak punya hubungan apa-apa lagi. Jadi, sekarang lo free. Oh enggak! Kan kita pacaran," kata Lisa mengarang.

"Lo beneran sakit ya?"

Lisa mengangguk, tampangnya nampak melas. "Iya, James. Jadi, lo harus mau jadi pacar gue ya. Nadine juga udah relain lo." Lisa nampak bangga dengan perkataannya.

Tapi, James tersenyum miris padanya. "Iya ... sakit jiwa."

Setelah itu dia mendorong Lisa agar menyingkir dari mobilnya. Orang tua James sedang pergi ke Australia untuk urusan bisnis, jadi mereka tidak tahu menahu mengenai masalahnya dengan Nadine saat ini-juga gadis gila yang mengaku sakit ini.

Tanpa mempedulikan Lisa, cowok itu pergi mengendarai mobilnya. Rumah Nadine adalah tujuan James saat ini-sepertinya Nadine belum paham soal ucapannya kemarin.

🥜🥜🥜

"Kamu kurusan, Nadz. Mikirin apa sih?" Ayaz bertanya saat mereka tengah sarapan.

Nadine sendiri tak berniat menjawab, dia sibuk mengolesi rotinya dengan selai blueberry. Nadine jadi mengingat James, pasalnya lelaki itu sangat menyukai selai blueberry.

"Naddie!"

Nadine menggeleng, tingkat halusinasinya parah sekali sampai bisa mendengar suara James. Nadine jadi rindu cowok itu, suaranya juga terdengar jelas sekali.

"Naddie!"

Kali ini Nadine menoleh dan ternyata itu bukanlah halusinasinya, James benar-benar ada di sini. Di sampingnya.

"Ja ... james?"

Cowok itu tersenyum manis pada Nadine sambil lalu mengusap surainya lembut. Dia ikut bergabung bersama Nadine dan pamannya. Membuat Nadine sedikit terpana, dia merindukan sentuhan James pada kepalanya.

Ngomong-ngomong, Ayaz belum mengetahui soal Nadine yang meminta putus pada James. Jadi, pamannya itu terlihat biasa saja. Bahkan, kini menawari James roti buatannya.

"Kamu gak ngampus James?" tanya Ayaz.

"Nanti siang, Onkel. Ini mau ketemu Nadine dulu," jawab James.

"Oh."

"Kamu ngapain ke sini? Harusnya nganter Lisa ke kampus, dia udah keluar dari rumah sakit." Nadine membuka obrolan di antara mereka. Ayaz yang tak tahu apa-apa menyahut, "Lisa siapa, Nadz?"

Nadine yang ingin menjawab malah langsung diselak oleh James. "Oh iya, Onkel. Papa sama Mama lagi ke Aussie, aku boleh nginep di sini gak? Beberapa hari aja, soalnya gak enak di rumah cuma sendiri."

SACRIFICE | 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang